Tulisan berikut ini juga disajikan, sebagai lampiran tulisan "In memoriam
Ashar Soetjipto Moenandar, seorang tokoh revolusioner senior Indonesia" ,
yang dimuat  dalam website http://umarsaid.free.fr





Selamat jalan Bung Ashar Soetjipto Moenandar



Ketika dilangsungkan upacara pemakaman tokoh revolusioner senior, Ashar
Soetjipto Moenandar, di Rotterdam (Holland) pada tanggal 26 Januari yang
lalu, yang dihadiri sekitar 250  orang dan berdatangan dari Holland,
Prancis, Jerman dan Swedia, telah berbicara empat orang untuk menyampaikan
penghormatan terakhir kepada almarhum.



Ke-empat orang itu adalah  Dr. Paul Thung (sahabat lama almarhum selama  68
tahun),  A. Umar Said, (mantan Pengurus PWI Pusat, sekretariat Persatuan
Wartawan Asia-Afrika sebelum peristiswa 65) yang datang dari Paris bersama
sejumlah teman-temannya, Ibrahim Isa (mantan sekjen Organisasi Indonesia
untuk Setiakawan Rakyat Asia-Afrika dan sekarang Sekretaris Yayasan Wertheim
di Belanda. Yang ke-empat adalah Sungkono, pimpinan Paguyuban Persaudaraan
di Belanda, yang dulunya pernah belajat di Moskow.



Di bawah ini adalah teks pidato tiga pembicara dalam upacara pemakaman
tersebut, kecuali pidato Dr Paul Thung yang diucapkannya dalam bahasa
Belanda, dan tanpa teks.





Berikut adalah teks yang dibacakan A. Umar Said , yang diberinya judul «
Patah tumbuh hilang berganti » :





Kawan-kawan dan para sahabat yang tercinta,



Pada hari ini kita bersama-sama menghadiri upacara pemakaman kawan tercinta
Bung Ashar Soetjipto Moenandar, sebagai tanda penghormatan atau penghargaan
terhadap apa yang telah diperjuangkannya selama hidupnya sebagai seorang
revolusioner bagi rakyat Indonesia.



Tentang sebagian riwayat hidup Bung Tjipto kita semua dapat menyimaknya
kembali dalam bukunya « Kumpulan tulisan », yang diterbitkan berkat usaha
sejumlah kawan di bawah pimpinan Bung Kasim. Buku ini  menyajikan berbagai
pendapat dan fikiran-fikiran Bung Tjipto mengenai berbagai aspek gerakan
revolusioner rakyat Indonesia, tentang  kejahatan besar Suharto beserta
pendukung –pendukungnya,  tentang  peristiwa G30S, tentang masalah-masalah
sosialisme dan berbagai masalah internasional. Dari itu semua nyatalah
dengan jelas sekali bahwa Bung Tjipto adalah seorang intelektual
revolusioner, seorang patriot yang sejak masa mudanya sudah memilih
sosialisme dan Marxisme sebagai pedoman hidup dan lapangan perjuangannya.



Di samping itu, seperti kita saksikan bersama, Bung Tjipto adalah satu orang
yang dituakan oleh banyak orang, sebagai sosok yang rendah hati, berusaha
bersikap correct terhadap semua orang, termasuk orang-orang yang tidak
sependapat dengannya. Inilah sikap atau sifat-sifat utama Bung Tjipto, dan
oleh karenanya ia terkenal bisa diterima atau dimengerti oleh berbagai
kalangan dan golongan.



Dari perjalanan hidup Bung Tjipto yang sangat menonjol adalah konsistensinya
dalam keyakinannya akan kebenaran tentang tujuan perjuangannya untuk
sosialisme bagi rakyat Indonesia, walaupun perjuangan ini pernah mengalami
pukulan-pukulan yang amat berat dari golongan reaksioner di bawah pimpinan
Suharto yang bersekongkol dengan kekuatan-kekuatan nekolim, terutama
imperialisme yang dikepalai AS.



Dalam kaitan ini, baiklah kiranya kita dengar kembali apa  yang ditulis
sebagai paragraf terakhir dalam bukunya « Kumpulan tulisan » yang berbunyi
sebagai berikut :

« Ribuan kawan dan sahabat dekat yang kukenal sudah tidak ada, mereka telah
memberikan pengorbanan luarbiasa, mengenang mereka membuat hatiku amat
sedih. Tetapi seperti peribahasa kita : Patah Tumbuh Hilang Berganti ! tetap
kupelihara rasa optimis, karena percaya pada bangsa dan rakyatku, terutama
pada generasi mudanya, yang kelak pasti akan berhasil mewujudkan
cita-citanya untuk masyarakat yang adil dan demokratik !



Atas ungkapan Bung Tjipto yang demikian ini, kiranya kita bisa sampaikan
kepadanya, di tempat peristirahatannya yang abadi sekarang ini, bahwa
optimismenya  itu tidaklah  sia-sia saja atau bukan ilusi belaka. Situasi di
Indonesia  dewasa ini menunjukkan berbagai petunjuk , bahwa sejak beberapa
waktu yang lalu, sedang terjadi perkembangan penting dalam gerakan
akyat  -- dan terutama gerakan generasi muda -- yang mengindikasikan bahwa
pepatah « Patah Tumbuh Hilang Berganti » sedang  - setapak demi setapak -
dalam proses perealisasian.



Perkembangan ini dapat sama-sama kita lihat, terutama sekali, sejak
munculnya  kasus skandal raksasa Bank Century, kasus Anggodo dan
kriminalisasi KPK, kasus Prita Mulyasari. Bolehlah kiranya dikatakan bahwa
setiap hari suratkabar dan televisi di Indonesia menyiarkan adanya berbagai
demonstrasi atau macam-macam aksi dari banyak kalangan, terutama dari
kalangan muda dan mahasiswa, yang mencerminkan kegigihan mereka untuk
melawan korupsi dan mafia hukum dan peradilan, dan melawan segala
ketidakadilan dan kejahatan  terhadap kepentingan rakyat.



Adalah menarik untuk kita perhatikan bahwa perkembangan yang terjadi
akhir-akhir ini  telah mempertinggi kesedaran politik berbagai golongan,
terutama dari kalangan muda. Dari berita-berita yang disiarkan media massa
dan televisi di Indonesia kita bisa mengetahui bahwa Suharto beserta Orde
Barunya  sudah makin dibenci oleh sebagian besar opini publik. Sebaliknya,
nama Bung Karno sering muncul dalam berbagai kesempatan. Kata-kata revolusi
sudah sering sekali terdengar di berbagai kalangan, terutama kalangan
generasi muda. Bahkan, dalam suatu rapat yang diselenggarakan oleh kalangan
mahasiswa di Purwokerto telah dinyanyikan terang-terangan lagu
Internasionale.



Ini semua menunjukkan bahwa optimisme Bung Tjipto yang dituangkannya dalam
pepatah « Patah Tumbuh Hilang Berganti » sekarang mulai kelihatan dibenarkan
oleh perkembangan situasi. Artinya, yang patah dalam tahun-tahun 65 dan 66
sekarang mulai tumbuh kembali, walaupun lambat atau setapak-tapak, dan bahwa
yang telah hilang juga sedang berganti, dengan macam-macam bentuk dan cara
atau jalan, oleh berbagai kalangan dan golongan.



Seperti halnya yang diungkapkan oleh Bung Tjipto tahun yang lalu, kita semua
sedih sekali kalau mengenang ribuan  kawan yang telah gugur oleh kebiadaban
rejim militer Orde Baru. Sebab, kita semua tahu bahwa mereka telah
memberikan pengorbanan yang luar biasa dalam perjuangan bersama membela
kepentingan rakyat Indonesia untuk  menciptakan masyarakat adil dan makmur.



Pada kesempatan ini sudah sepantasnyalah bahwa kita mengingat kembali segala
hal yang baik, yang telah diperjuangkan oleh Bung Tjipto selama hidupnya,
dan meneruskan tugas revolusioner yang telah diembannya sejak lama bersama
seluruh kawan-kawan seperjuangan kita semua.



Selamat jalan Bung Tjipto. Kita semua akan meneruskan perjuanganmu !



* *  *



Sedangkan teks Ibrahim Isa yang diberi judul : « A.S. Munandar. Ya Kawan, Ya
Sesepuh ! » adalah sebagai berikut :

Ytc Keluarga Ami dan Nicon, Yanti dan Hari, Wiwit dan Nono, Endro dan Nita,
Widio dan Andri, serta Zus Artin Darma,

Kawan-kawan dan hadirin yb,

Hukum alam dan kodrat Ilahi menentukan bahwa pada suatu ketika umur manusia,
sebagaimana makhluk hidup lainnya, mencapai akhirnya. *Inna Lillahi Wa Inna
Illaihi Rajiun!

Saat seperti ini merupakan detik-detik teramat sedih dan berat. Ini terutama
bagi anak-cucu, menantu dan sanak keluarga A.S. Munandar. Perasaan berat itu
sulit dituangkan dalam kata-kata. Kepergian A.S. Munandar -- yang
sehari-harinya disapa Pak Cipto atau Bung Cip, -- adalah saat-saat ketika
kita merasakan betapa beratnya ditinggalkan olehnya. Kepada seluruh keluarga
yang ditinggalkan, tercurah rasa belasungkawa kita sedalam-dalamnya. Semoga
mereka tabah menghadapi kedukaan ini.

Kawan-kawannya yang senasib dan seperjuangan, benar-benar merasakan
kehilangan seorang terdekat. Amat merasakan kesepian ditinggalkan olehnya.
Kami-kami ini adalah sahabat karib dan kawan beliau. Lebih dari itu -- bagi
kami A.S. Munandar -- Ya kawan, Ya Sesepuh. Beliau adalah teladan bagaimana
langgam hidup sederhana. Bagaimana selalu sabar! Dan akomodatif terhadap
fikiran lain. Lebih-lebih lagi beliau teladan bagaimana seharusnya berfikir
panjang dan bertindak hati-hati, yang sulit ditemukan samanya.

Beruntung dan berbahagialah kami-kami ini yang sempat diwarisi sesuatu yang
tak ternilai artinya, berupa buku beliau: "KUMPULAN TULISAN" -- Pendapat dan
Pandangan -- (1990-2009). Hendak mengenal pendapat dan pandangan A.S.
Munandar, hendak mengenal siapa beliau: -- Membaca bukunya tsb akan sangat
membantu.

Kiranya tak perlu saya ulangi apa yang telah saya tulis beberapa hari y.l
mengenai A.S. Munandar. Dalam kesempatan ini, ingin saya meneruskan pendapat
dan kesan mereka-mereka yang tergolong generasi baru di Indonesia, pemuda
dan pemudi zaman kini. Dan dari seorang sahabat Belanda.

Baiklah saya teruskan dulu perasaan seorang yang pernah kenal Bung Cipto,
ketika ia mendengar beliau telah tiada. Teman itu adalah seorang sarjana
dari Indonesia. Tahun 2007 ia berhasil meraih gelar PhD-nya di Universitas
Leiden. Dalam kesempatan itu teman tsb, -- S. Margana, dari Jurusan Sejarah
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, -- beruntung bisa berkenalan,
mengadakan pembicaraan dan beberapa kali mendengar ceramah ataupun uraian
A.S. Munandar bersangkutan dengan keadaan tanah air kita.

Tulis S. Margana dalam e-mailnya kepada saya, sbb:

"Saya mengucapkan belasungkawa dan duka yang mendalam atas berpulangnya Pak
Munandar (Bung Cip).

"*Sungguh beliau orang yang sangat hangat, cerdas dan tajam dalam
menganalisis persoalan. Sebagai orang muda saya banyak belajar dari beliau
baik dari ceramah-ceramahnya maupun obrolan2nya terutama di Korenbloemlaan
59 (Leiden).*

"*Saya turut mendoakan semoga beliau mendapatkan tempat terbaik di sisiNya
sesuai dengan amal dan kebaikan yang telah beliau berikan pada sesama,
bangsa dan tanah air.*

Selanjutnya kesan mendalam yang disampaikan oleh salah seorang keluarga
besar A.S.Munandar sendiri. Ditulisnya dalam bahasa Inggris sbb:

"He who has sacrificed himself and even his family for the better life of
the unlucky, has passed away. Until the end of his life, he always was an
inspiration for his friends . . . . .

"We believe what you have fought for, has meaning even just a tiny. Our love
goes with you. May you rest in peace."

< Dalam bahasa kita: "Beliau yang telah mengorbankan dirinya sendiri dan
bahkan keluarganya demi kehidupan yang lebih baik bagi yang malang, telah
meninggal dunia. Sampai akhir hidupnya, ia selalu merupakan inspirasi bagi
kawan-kawannya . . . .

"Kami yakin bahwa yang kau perjuangkan itu, punya makna meskipun itu kecil
adanya. Cinta kami bersama kau. Istirahatlah dalam kedamaian".

*


Kiranya kurang lengkap jika tidak saya sampaikan di sini apa yang diharapkan
oleh sahabat kita dari Jogyakarta tsb. S. Margana tidak lupa menanyakan:

"*Kalau boleh tahu bagaimana saya bisa mendapatkan buku pak Munandar itu?*

Ketika mengetahui tentang meninggalnya A.S. Munandar, yang juga dikenal
adalah Ketua Harian Stichting Azië Studies, Informatie en Documentatie,
sahabatku orang Belanda itu, -- *dr Coen Holztappel*, ketua Stichting
Wertheim, bereaksi spontan sbb: "*WAT EEN VERLIES!!* <Suatu kehilangan
besar> Hoi Isa, *kan jij voor een mooi bloemstuk van de Wertheim Stichting
zorgen? *<Hoi Isa, dapatkah diatur agar dikirimkan sebuah karangan bunga
dari Stichting Wertheim untuk beliau?>

Kesan dan perasaan mendalam sebagaimana dikutip diatas, sepenuhnya mewakili
perasaan dan kesan saya sendiri.
Adalah suatu kesempatan yang terhormat bagi saya bisa bicara sepatah dua
kata untuk teman seperjuangan, kawanku tercinta A.S. Munandar.


Terimakasih Ami dan Nicon sekeluarga!


* * *





Sebagai pembicara terakhir adalah Sungkono, Pengurus Perhimpunan
Persaudaraan Indonesia di Belanda, yang teksnya sebagai berikut





Ami sekeluarga yang tercinta, dan  para hadirin sekalian yang kami hormati,

Dengan rasa sedih yang mendalam, saat ini kita berkumpul di aula ini untuk
bersama-sama memberikan penghormatan terakhir kepada Bapak Ashar Sutjipto
Munandar – atau dengan sebutan akrab : Bung Cipto – yang wafat pada tanggal
18 Januari 2010, jam 18.55 Waktu Belanda, dan kemudian kita akan
mengantarkan jenazahnya ke tempat peristirahatannya yang terakhir.



Pada saat-saat seperti ini, berpisah untuk selama-lamanya dengan seseorang
yang dikenal akrab, dicintai dan dihormati, adalah saat yang dirasakan
sangat berat dan menyedihkan hati.

Sehubungan dengan ini, dalam kesempatan ini izinkanlah saya atas nama
segenap Pengurus dan anggota Perhimpunan Persaudaraan Indonesia di Belanda
menyatakan rasa duka cita yang sedalam-dalamnya kepada Ami dan Nicon
sekeluarga, keluarga besar Munandar dan Ibu  Artin Darma; dan mengharapkan
seluruh keluarga yang ditinggalkan, baik yang berada di luar negeri maupun
yang berada di tanah air, kuat dan tabah menghadapi saat-saat yang berat dan
menyedihkan ini, karena kehilangan seseorang yang dihormati dan dicintai.



Tidak sedikit diantara kita yang mengenal dekat dan akrab, mengetahui bahwa
sejak muda Bung Cipto telah ikut aktif dalam kegiatan sosial-politik, yang
dimulai dengan gerakan mahasiswa di luar negeri (di negeri Belanda ) untuk
kemerdekaan penuh bangsa Indonesia. Dan sejak itu seluruh hidup Beliau
diabdikan dalam gerakan politik untuk mewujudkan Indonesia yang demokratis,
adil dan makmur. Berkaitan dengan semua kegiatan politiknya sejak itu,
mudahlah dimengerti, bahwa beliau adalah salah seorang pendukung setia
konsepsi Bung Karno. Adalah salah seorang intelektuil revolusioner Indonesia
yang berpengetahuan luas dan modern.



Setelah berhasilnya rezim militer fasis Suharto merebut kekuasaan negara
dengan menggulingkan Presiden Sukarno, yang didahului dengan pembunuhan
massal orang-orang komunis, atau yang dianggap dekat dengan komunis dan kiri
serta pendukung Bung Karno, maka keadaan Bung Cipto yang ketika itu sedang
bertugas di luar negeri mengalami perubahan yang drastis karena paspornya
dicabut oleh aparat rezim Orba di luar negeri. Hal ini jelas terjadi ada
kaitannya dengan sikap politik Bung Cipto sebagai orang yang berhaluan kiri
dan pendukung konsepsi Bung Karno. Dengan demikian Beliau tidak bisa pulang,
dan jadilah salah seorang yang terhalang pulang. Sejak itu tidak bisa lain
Bung Cipto terpaksa bermukim di luar negeri dengan memimpin perjuangan
masyarakat Indonesia di luar negeri untuk mengekspos dan memblejeti
kebiadaban rezim militer fasis Suharto.



Selama berada di luar negeri, Bung Cipto tidak hanya bergaul dan berhubungan
dengan masyarakat Indonesia saja, melainkan juga bergaul, berhubungan dan
bekerja sama dengan masyarakat Belanda serta masyarakat asing lainnya dalam
kaitan dengan masalah-masalah sosial-politik, perdamaian dan HAM di dunia..



Ketika sekelompok orang-orang Indonesia yang terhalang pulang menyampaikan
gagasan mendirikan Perkumpulan Paguyuban, yang kemudian berhasil dengan
berdirinya Perhimpunan Persaudaraan Indonesia, Bung Cipto menyambut dan
mendukungnya sepenuh hati. Beliau adalah salah seorang yang segera
menyatakan diri sebagai anggota  ketika organisasi tersebut berdiri.



Dalam kehidupan Organisasi Perhimpunan Persaudaraan, Bung Cipto banyak
memberikan perhatian, fikiran dan tenaga dalam mengisi kegiatan-kegiatan
temu-wicara, menyampaikan uraian dan ulasan tentang situasi politik
Indonesia dan dunia, menjadi pembicara utama dalam berbagai pertemuan luas
yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Persaudaraan.



Dengan “perginya” Bung Cipto, Perhimpunan Persaudaraan kehilangan lagi
seorang anggota dan sesepuh yang banyak memberikan perhatian dan fikirannya
kepada Organisasi. Atas segala perhatian, sumbangan fikiran dan tenaga Bung
Cipto sebagai anggota dan sesepuh  Perhimpunan Persaudaraan, kami segenap
Pengurus dan anggota Perhimpunan  Persaudaraan menyatakan penghargaan dan
hormat serta terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Beliau.



Kami yang ditinggalkan akan tetap mengenang jasa-jasa Beliau dan akan kami
jadikan pendorong untuk bekerja lebih baik lagi mengurus dan mengkonsolidasi
Perhimpunan Persaudaraan Indonesia sebagai wadah persatuan di kalangan
anggota-anggotanya serta alat untuk  mempererat persahabatan dengan
masyarakat Indonesia di negeri Belanda.



Sebagai kata akhir dan untuk mengiringi kepergian Bung Cipto, di sini saya
akan membacakan sebuah sajak yang saya beri judul: Selamat Jalan.





 Selamat Jalan





 Ketika cuaca dingin membeku



 Dan  cakrawala Nusatara



 Masih kotor dengan debu



 Kau pergi tinggalkan kami



 Walau itu bukan maumu sendiri





 Kau telah berlawan, bertahan



 Lebih dari dua pekan



 Tapi kodrat telah sampai ke batas janji



 Tak bisa ditunda lagi





 Kau tinggalkan semua yang kau punya



 Pemikiran dan keyakinan



 Juga api yang kau jaga menyala



 Serahkan pada generasi muda



 Pelanjut angkatan



 Meneruskan perjalanan



 Menuju harapan….



 Selamat jalan Bung Cipto!



 Beristirahatlah dengan tenang di alam damai dan abadi!





Sekian dan terima kasih atas perhatian para hadirin.



Rotterdam, 26 - 01 - 2010



Sungkono.



* * *


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke