http://www.detikfinance.com/read/2009/05/06/081358/1126909/479/seluk-beluk-transaksi-short-selling

Rabu, 06/05/2009 08:13 WIB

Seluk Beluk Transaksi Short Selling

Indro Bagus SU - detikFinance

Jakarta - Transaksi short selling kerap dituding sebagai penyebab krisis mulai 
dari krisis di era Great Depression 1929 hingga krisis 2008. Apa itu short 
selling? Ada baiknya kita mengenal salah satu transaksi paling 'hot' di lantai 
bursa ini. 

Bagi sebagian investor, terlebih bagi kalangan awam, istilah short selling 
boleh jadi terasosiasi dengan segala momok yang menyeramkan dalam investasi di 
pasar modal. Banyak yang tidak mengerti, bahkan menuding yang tidak-tidak 
mengenai fasilitas ini.

Wajar saja, aksi short selling pernah dtuding menjadi salah satu penyebab 
terjadinya depresi besar di AS tahun 1929. Kejatuhan indeks saham di hampir 
seluruh negara di dunia menjelang akhir tahun 2008 juga disinyalir akibat 
adanya aksi short selling ilegal atau yang lebih dikenal dengan istilah naked 
short selling.

Salah satu bank investasi terbesar di AS bernama Lehman Brothers juga diduga 
ambruk akibat praktik naked short selling secara massif.

Bursa saham negeri paman Sam bahkan sempat melarang praktik short selling yang 
kemudian diikuti dengan dikeluarkannya kebijakan melarang praktik ini di 
bursa-bursa berbagai negara, termasuk Indonesia.

Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi menutup fasilitas short selling pada 6 Oktober 
2008 lantaran diduga menjadi sebab kejatuhan level indeks harga saham gabungan 
(IHSG) selama dua pekan pertama September 2008.

Pada penutupan perdagangan 1 September 2008, IHSG masih berada di level 
2.164,620. Pada penutupan perdagangan 15 September 2008, IHSG melorot jatuh 
lebih dari 400 poin ke level 1.719,254.

Melihat gelagat yang dianggap sebagai anomali itu, pada 30 September 2008 BEI 
mengumumkan akan menutup fasilitas short selling mulai pembukaan perdana pasar 
modal pasca libur lebaran, 6 Oktober 2008.

Pada penutupan perdagangan bulan September 2008, IHSG berada di level 
1.832,507. Ketika pasar dibuka kembali pada 6 Oktober 2008, IHSG jeblok 183,768 
poin (10,02%) ke level 1.648,739.

Tren penurunan terus berlanjut selama 4 hari perdagangan. Pada perdagangan sesi 
I tanggal 8 Oktober 2008, sekitar pukul 11.08 JATS, IHSG terpukul jatuh 168,052 
poin (10,37%) ke level 1.451,669. BEI langsung menghentikan seluruh perdagangan 
di lantai bursa alias suspensi.

Meski bukan dianggap sebagai penyebab utama, praktik naked short selling 
lagi-lagi diduga sebagai penyebab ambruknya IHSG secara berturut-turut. 
Padahal, saat itu BEI telah menutup fasilitas short selling.

Badan Pengawas Pasar Modal & Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) pun mengambil 
langkah inisiatif memeriksa 12 perusahaan sekuritas yang diduga ikut bermain 
dalam aksi naked short selling massal. Sayangnya, hingga saat ini otoritas tak 
mampu membuktikan keberadaan aksi naked short selling massal yang menyebabkan 
ambruknya IHSG.

Sebenarnya apa sih short selling itu?

Short selling adalah aksi spekulatif menjual saham suatu perusahaan dengan 
saham pinjaman pada harga tertentu, yang kemudian diikuti dengan melakukan 
pembelian saham perusahaan yang sama pada harga yang lebih rendah dari harga 
penjualan.

Ilustrasinya begini, investor A tidak memiliki saham X. Namun investor A 
berspekulasi harga saham X akan turun. Investor A kemudian melakukan kontrak 
peminjaman saham X dengan sekuritas atau institusi lainnya.

Biasanya saham yang dipinjamkan berasal dari fasilitas yang diberikan oleh 
lembaga kliring saham (PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia) kepada sekuritas.

Opsi lainnya adalah saham investor tertentu di sebuah sekuritas yang tidak 
aktif diperdagangkan. Pilihan kedua di atas biasanya saham milik 
investor-investor jangka panjang yang memang dengan seizin pemiliknya 
dibolehkan untuk disewakan oleh sekuritas untuk keperluan short selling.

Nah, asumsikan investor A memperoleh pinjaman saham X sebanyak 100 lot. Ia 
kemudian memasang posisi jual saham X yang dipinjamnya sebanyak 100 lot itu 
pada harga tertentu, sebut saja 1000. Asumsikan saham tersebut dibeli oleh 
investor B.

Jika 1 lot sama dengan 500 lembar saham, maka dari hasil penjualan saham X 
tersebut, investor A akan memperoleh 50.000.000. Saham X yang dipinjam investor 
A dari sekuritas itu berpindah ke investor B.

Namun, karena investor memiliki hutang saham X sebanyak 100 lot pada sekuritas, 
maka investor A harus segera mencari saham X di pasar sebanyak 100 lot untuk 
melunasi kewajibannya.

Agar mendapat untung, investor A harus memasang posisi beli pada harga di bawah 
harga jual sebesar 1000. Asumsikan investor A memasang posisi beli saham X 
sebanyak 100 lot di harga 500. Anggap investor C bersedia menjual 100 lot saham 
X miliknya di harga 500 kepada investor A.

Alhasil, investor A kembali memiliki 100 lot saham X yang dibelinya dengan 
total nilai 100 lot (50.000 saham) dikali 500 sama dengan 25.000.000. Dengan 
demikian, investor A mendapat untung 25.000.000 yang diperoleh dari penjualan 
saham X pinjaman senilai 50.000.000 dikurangi ongkos pembelian kembali saham X 
senilai 25.000.000.

Investor A kemudian mengembalikan 100 lot saham X yang dipinjamnya ke sekuritas 
dan semua beres. Tanpa modal saham X, investor A bisa memperoleh untung 
25.000.000.

Fasilitas short selling memang unik. Seolah tampak berlawanan dengan hukum 
pasar di dunia riil. Bagaimana tidak, seorang investor bisa memperoleh 
keuntungan tanpa modal apa pun, hanya dengan saham pinjaman.

Short selling memang fasilitas yang memungkinkan seorang investor memasang 
posisi negatif terhadap harga saham suatu perusahaan terbuka. Fasilitas ini 
bisa digunakan hanya pada kondisi pasar sedang akan turun. Investor yang jeli 
melihat membaca pasar, terutama ketika akan turun, akan memanfaatkan fasilitas 
short selling untuk mendapatkan keuntungan.

Lantas apa yang disebut sebagai naked short selling sampai-sampai dikategorikan 
ilegal. Naked short selling adalah aksi short selling dengan sedikit perbedaan 
vital. Dalam aksi short selling, investor yang akan nge-short terlebih dahulu 
melakukan peminjaman saham sebelum memasang posisi jual.

Sebaliknya, dalam naked short selling investor yang ingin menjual saham X 
memasang posisi jual terlebih dahulu baru mencari saham X pinjaman. Biasanya 
aksi naked short selling dilakukan dalam keadaan saham pinjaman sedang sulit 
didapat, sehingga beberapa investor nekat mengambil jalan pintas dengan 
memasang posisi jual tanpa punya saham sama sekali.

Naked short selling berisiko tinggi karena berpotensi menyebabkan terjadinya 
gagal serah jika transaksi terjadi, sementara investor yang memasang posisi 
jual belum juga mendapatkan saham untuk diserahkan.

Pelaku naked short selling harus berpacu dengan selisih waktu antara terjadinya 
penjualan dan pembelian kembali saham yang sama, agar ia bisa menyerahkan saham 
yang ia jual pada lawan transaksinya, yaitu dengan buru-buru melakukan 
pembelian saham yang sama di pasar secepat mungkin.

Konon, aksi naked short selling biasanya melibatkan kesepakatan gelap alias 
kongkalikong antar sejumlah sekuritas, agar selisih waktu serah saham tersebut 
tidak terbaca oleh otoritas bursa.

"Naked short selling memang sulit dibuktikan, bahkan short selling pun sulit," 
ujar pengamat pasar modal Edwin Sinaga ketika dihubungi detikFinance, Selasa 
(5/5/2009) malam.

Edwin menjelaskan, ketika pasar modal ambruk akhir 2008 lalu, fasilitas short 
selling tidak diatur ketat, sehingga memungkinkan terjadinya naked short 
selling. Namun ia sendiri mengaku tidak mengetahui sejauh mana short selling 
dan naked short selling ambil andil dalam kejatuhan IHSG Oktober 2008.

"Sampai saat ini tidak ada yang bisa membuktikan apakah kejatuhan market waktu 
itu benar-benar karena short selling atau naked short selling. Mungkin saja 
begitu, tapi bisa juga bukan," ujar Edwin.

Terlepas dari kontroversi itu, BEI kini telah membuka kembali fasilitas short 
selling dengan aturan yang lebih ketat terhitung 1 Mei 2009. Aturan yang lebih 
ketat ini lebih membatasi kemungkinan dilakukannya naked short selling.

Menurut Edwin, dibukanya kembali fasilitas short selling setelah absen 7 bulan 
diharapkan bakal memberikan kontribusi positif pada pergerakan IHSG.

"Tentunya market akan lebih likuid, karena dengan adanya short selling market 
akan berjalan dua arah," ujar Edwin..

Fasilitas short selling memang berlawanan dengan alur logika pasar. Normalnya, 
tentu investor akan mengharapkan harga saham yang dimilikinya bergerak naik 
agar portofolionya naik, dengan kata lain menerima keuntungan dari kenaikan 
harga.

Sedangkan bagi investor pengguna fasilitas short selling, justru akan 
mengharapkan harga saham bergerak turun agar ia mendapat keuntungan. Dengan 
asumsi inilah, short selling dinilai sebagai faktor penyeimbang pergerakan 
harga. Short selling yang dilakukan secara masif akan mendorong harga-harga 
saham bergerak turun.

Namun Edwin mengingatkan, bermain dengan menggunakan fasilitas short selling 
bukan diperuntukkan bagi semua investor. Menurutnya, hanya investor yang sudah 
memiliki kemampuan membaca arah pasar yang disarankan bermain short selling.

"Main short selling harus bisa membaca dan berspekulasi tentang arah pasar 
terlebih dahulu. Ia harus benar-benar jeli dalam berspekulasi kalau market akan 
turun, karena kalau salah perhitungan, tentu ruginya bisa sangat besar," jelas 
Edwin.

Kunci utama yang harus dikuasai investor yang ingin bermain short selling, 
lanjut Edwin, adalah menguasai perhitungan dengan analisis teknikal saham. 
Alasannya, pemain short selling harus tahu kapan kondisi suatu saham sudah 
kelebihan daya beli (overbought).

"Dia harus bisa membaca secara teknikal, terutama kapan suatu saham sudah 
mencapai kondisi overboought. Kalau saham tertentu sudah overbought, secara 
analisis teknikal harga saham tersebut akan turun. Inilah peluang bermain short 
selling, ketika saham tersebut harganya akan turun," papar Edwin.

Sehubungan dengan itu, sejak 18 Maret 2009 hingga penutupan 4 Mei 2009, 
pergerakan IHSG terus menunjukkan tren naik dalam rally panjang selama hampir 1 
setengah bulan. Pada 18 Maret 2009, IHSG ditutup di level 1.322,837. Pada 
penutupan 4 Mei 2009, IHSG ditutup di level 1.788,147, naik hampir 466 poin 
dari penutupan 18 Maret 2009.

Pada penutupan 5 Mei 2009, IHSG sedikit terkoreksi 16,077 poin (0,89%) ke level 
1.772,070.

Menurut Edwin, secara analisis teknikal kondisi saat ini sudah mencapai tahap 
overbought. Kendati demikian, Edwin masih sangsi kalau aksi short selling bakal 
ramai selama sepekan ke depan, walaupun fasilitas short selling sudah dibuka 
kembali sejak 1 Mei 2009.

"Saya kok belum melihat kalau short selling akan digunakan secara massal dalam 
menghadapi kondisi yang sudah overbought ini. Masih banyak sekuritas yang belum 
siap memberikan fasilitas short selling karena adanya beberapa perubahan 
peraturan short selling,” ujarnya.

Dalam catatan detikFinance, baru sekitar 60 sekuritas yang telah siap 
memberikan fasilitas short selling dari total 119 sekuritas yang terdaftar 
sebagai anggota bursa (AB) di BEI. Namun demikian, Edwin mengatakan bukan tidak 
mungkin kalau fasilitas short selling akan mulai digunakan investor dalam 
sepekan ke depan.

"Mungkin saja sejumlah investor bakal melakukan short selling.selama sepekan ke 
depan. Tapi saya kira masih banyak investor yang belum berani berspekulasi 
terlalu jauh dalam kondisi seperti ini," ujar Edwin.

(dro/ir)


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to