http://serbaserbikehidupan.blogspot.com/2008/06/sepuluh-tahun-reformasi.html

Untuk memperingati sepuluh tahun reformasi, RUMAH SENI Semarang yang berlokasi 
di Kampung Jambe nomor 280 mengadakan pemutaran sepuluh film pendek yang 
berhubungan dengan tragedi Mei 1998, pada tanggal 25-27 Mei 2008 yang lalu.
Kesepuluh film pendek itu yakni:
1. Dimana Saya? Karya Anggun Priambodo
2. Sugiharti Halim, Karya Ariani Darmawan
3. Trip to the Wound, Karya Edwin
4. Bertemu Jen, Karya Hafiz
5. Huan Chen Guang, Karya Ifa Isfansyah
6. A Letter of Unprotected Memories, Karya Lucky Kuswandi
7. Kemarin, Karya Otty Widasari
8. Yang Belum Usai, Ucu Agustin
9. Sekolah Kami, Hidup Kami, Karya Steven Pillar Setiabudi
10. Kucing 9808, Catatan Seorang (Mantan) Demonstran, Karya Wisnu Suryapratama

Untuk mengetahui lebih lanjut dari proyek ini, para pembaca blog bisa 
mengunjungi blog http://9808films.wordpress.com atau hubungi [EMAIL PROTECTED]

Dari kesepuluh film pendek tersebut, satu film yang paling menarik perhatianku 
adalah film yang berjudul SUGIHARTI HALIM. Sebelum film mulai, ada catatan 
seperti berikut ini:
Keppress nomor 127/U/Kep/12/1966 mewajibkan WNI etnis Cina untuk mengadopsi 
nama bernada Indonesia. (Contoh: Liem menjadi Halim, Lo/Loe/Liok menjadi 
Lukito, dll.)
Tatkala menonton film ini, aku ingat seorang rekan kerja yang kukenal di tahun 
1995. Dia menikah dengan seorang laki-laki Cina Muslim. Tatkala anak pertamanya 
lahir, mertuanya memberi nama Cina untuk cucu pertama mereka, meskipun temanku 
dan suaminya ini telah memberikan sebuah nama. Dia merasa aneh, namun suaminya 
memintanya untuk menerima nama Cina itu, meskipun di akta kelahiran yang 
tertulis adalah ‘nama Indonesia’ si anak.
Aku pun yang mendengar cerita tersebut merasa hal itu aneh. Mengapa seseorang 
harus memiliki dua nama? Mengapa mertua temanku itu perlu memberi ‘nama Cina’ 
kepada sang cucu? Apakah ‘nama Indonesia’ yang diberikan oleh sang orang tua 
tidak cukup?
Konon, kata orang tuaku, orang-orang di Gorontalo, tanah kelahiran mereka, 
biasa memberikan ‘nick’ kepada anak-anak mereka, maupun sanak saudara. Namun 
‘nick’ hanyalah sekedar nama panggilan, dan bukan ‘nama resmi’. Ada seorang Om 
yang kukenal di masa kecilku yang disebut oleh orang tuaku sebagai “Pahaya” 
alias “Papa Haya” yang artinya “Papa Tinggi” karena orangnya tinggi. Walhasil, 
aku pun mengira ‘Pahaya’ adalah namanya. Ketika seorang teman SD mengenali 
‘Pahaya’ di album foto keluarga, dan bertanya kepadaku, “Eh, Na, orang ini kan 
suami bulikku? Namanya Abdurrahman kan? Wah, ternyata kita bersaudara ya?” 
Dengan lugu, aku mengatakan kepadanya, “Bukan. Namanya PAHAYA.” My Mom yang 
kemudian menjelaskan kepadaku bahwa nama Om-ku itu adalah Abdurrahman Podungge, 
sedangkan PAHAYA hanyalah nama panggilan belaka. LOL.
Kembali ke ‘nama Cina’. Mungkin aku adalah salah satu korban kolonialisasi yang 
parah, sehingga beranggapan bahwa nama yang berbau Barat lebih enak terdengar 
di telinga, daripada nama Cina. Aku lebih menyukai nama ‘Andy Lau’ daripada 
‘Liu Te Hua’, atau ‘Aaron Kwok’ daripada ‘Kwok Fu Shing’ alias ‘Kuo Fu Cheng’. 
Bukankah ‘Andy’ ataupun ‘Aaron’ jauh lebih indah didengar (menurut kupingku, 
sang korban kolonialisasi) dan lebih mudah diucapkan daripada ‘Te Hua’ maupun 
‘Fu Shing’ alias ‘Fu Cheng’? (FYI, I loved Andy Lau in his legendary series 
‘Return of the Condor Heroes’, while my youngest sister adored Aaron Kwok.) 
Lidahku tidak terbiasa mengucapkan nama Cina, nampaknya.
Mungkin aku terlalu menyederhanakan persoalan. Mungkin ‘nama Cina’ bagi 
orang-orang keturunan Cina memiliki makna yang lebih mendalam bagi mereka, 
atau, menunjukkan identitas mereka, bahwa mereka diakui.
Kembali ke film SUGIHARTI HALIM. Nampaknya perempuan ini dilahirkan tatkala 
Keppres nomor 127/U/Kep/12/1966 baru saja dikeluarkan oleh pemerintah, sehingga 
orang tuanya—yang mungkin memiliki pengalaman buruk berkenaan dengan ‘nama 
Cina’—hanya memberi satu nama saja kepada si bayi, nama yang sangat berbau 
Jawa. (SUGIH berarti kaya, ARTI mungkin dari kata ARTO alias HARTA. Namun 
karena ARTO memiliki gender laki-laki, maka ARTO pun diganti menjadi ARTI agar 
berjenis kelamin perempuan. Orang tua Sugiharti mengharapkan agar dia tumbuh 
menjadi seseorang yang memiliki harta yang banyak.) Sugiharti Halim pun tidak 
memiliki memiliki nick khusus..
Walhasil, dia pun sering mendapati ekspresi wajah heran dari orang-orang yang 
baru saja dia temui, dan mendengarnya menyebut namanya, “Sugiharti Halim”. Dia 
juga bosan ditanyai, “Nama aslimu siapa?” Di salah satu adegan yang bisa jadi 
lucu, namun juga menyedihkan, adalah tatkala dia sedang mengurus passport.
Petugas: “Nama?”
SH: “Sugiharti Halim.”
Sang petugas pun langsung mendongak, memandang wajah Cinanya dengan seksama, 
heran, sembari bertanya lagi.
Petugas: “Nama asli?”
SH: “Sugiharti Halim, pak.”
Petugas: “Siapa nama Cinamu?”
SH: “Tidak punya, pak.” Sambil takut-takut.
Sang petugas nampak tidak percaya, sedangkan Sugiharti Halim nampak tak berdaya.
Karena begitu seringnya dia mendapatkan ‘kasus’ yang baginya menyebalkan, 
berkenaan dengan namanya yang sangat berbau Jawa, Sugiharti Halim pun 
berangan-angan untuk memiliki nama lain. “Julianne” katanya, sambil menerawang.
Si lawan bicara yang mendengarkan Sugiharti Halim curhat pun berkata,
“Kata Shakespeare, ‘what’s in a name?’ Siapa pun namamu, kamu tetaplah kamu, 
dengan kepribadianmu yang sekarang, dengan identitas yang melekat padamu. 
Sugiharti ... Julianne ... apa bedanya?”
Namun mungkin paling tidak, seorang Sugiharti Halim tidak akan sesering itu 
memandang wajah-wajah heran tatkala orang-orang mendengar namanya.
Pesan moral: kalau tidak ingin membuat anak-anak mereka mengalami masalah 
seperti Sugiharti Halim dalam film ini, mungkin sebaiknya orang-orang berwajah 
Oriental memberi nama anak-anak mereka yang berbau ‘Barat’, seperti Andy, Rudy, 
Audy, atau Stephani, Irene, Catherine.
PT56 20.55 010608

Minds are like parachutes, they only function when they are open.   (Sir James 
Dewar)
visit my blogs please, at the following sites
http://afemaleguest.blog.co.uk
http://afeministblog.blogspot.com
http://afemaleguest.multiply.com

THANK YOU
Best regards,
Nana



      

Kirim email ke