http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail&id=4373

 Selasa, 18 Jan 2005,
                        Skandal Paris Club


                        Kegagalan Moratorium Utang 
                        Setelah melakukan negosiasi di forum Paris Club, 
delegasi Indonesia akhirnya kembali dengan membawa hasil yang sangat 
mengecewakan. Indonesia hanya mendapatkan keringanan utang Rp 3 triliun untuk 
waktu tiga bulan. Hasil yang sangat minim tersebut merupakan kegagalan 
diplomasi ekonomi Indonesia. Presiden SBY dan rakyat pantas kecewa karena Tim 
Ekonomi yang konon merupakan orang pilihan dan memiliki pengaruh di lingkungan 
internasional ternyata gagal dalam sebuah negosiasi yang relatif ringan. 
Dikatakan ringan karena inisiatif moratorium lahir dari negara kreditor, bukan 
Indonesia. Ternyata juga tidak ada satu pun delegasi Indonesia yang hadir pada 
sesi kedua, sesi yang paling penting dalam pertemuan Paris Club. Mereka justru 
sibuk wara-wiri melakukan courtesy call kepada parlemen Prancis dan melupakan 
aspek teknis negosiasi.


                        Pertanyakan Tanggung Jawab

                        Dengan kegagalan diplomasi ekonomi tersebut, Presiden 
SBY seharusnya mempertanyakan tanggung jawab dan komitmen Tim Ekonomi akan 
keberpihakan mereka terhadap rakyat. Bagaimanapun, rakyat sebelumnya mengetahui 
besarnya simpati negara kreditor terhadap bencana yang menimpa Aceh dengan 
menawarkan moratorium kepada Indonesia.

                        Kanselir Jerman Gerhard Schroder, Presiden Prancis 
Jacques Chirac, PM Inggris Tony Blair, PM Kanada Paul Martin, bahkan Presiden 
Bush sangat mendukung ide moratorium kepada Indonesia. Tetapi, setelah 
negosiasi dilakukan, simpati dan dukungan tersebut sirna begitu saja. 
Selanjutnya, Tim Ekonomi gagal dan kembali dengan hasil yang sangat minim.

                        Namun, kegagalan delegasi Indonesia di Paris Club 
sebenarnya telah dapat diprediksi sejak awal. Ada tiga hal yang menjadi alasan 
kegagalan tersebut. Pertama, Tim Ekonomi tidak memiliki iktikad untuk 
memperoleh moratorium. Tawaran moratorium dari negara kreditor seharusnya 
ditindaklanjuti Tim Ekonomi dengan menyiapkan sejumlah amunisi dan strategi. 

                        Moratorium utang merupakan salah satu alternatif yang 
optimal agar pemerintah lebih leluasa menggunakan anggaran untuk merehabilitasi 
Aceh. Sayang, tawaran moratorium ditanggapi Tim Ekonomi justru dengan 
menyebarkan sejumlah isu yang menakut-nakuti rakyat.

                        Disebarkan isu peringkat utang Indonesia akan turun 
dengan adanya moratorium. Isu tersebut sama sekali tidak berdasar dan justru 
dibantah sendiri oleh Standard&Poor's dan Moody's. Moratorium ditawarkan 
berkaitan dengan bencana Aceh atas alasan force majeure. 

                        Disebarkan juga isu bahwa moratorium akan mengakibatkan 
Indonesia kembali terjerat dengan program IMF. Isu tersebut hanya dijadikan 
alat untuk mengelabui rakyat dan menakut-nakuti Presiden SBY yang memang 
menolak kembali hadirnya IMF di Indonesia.

                        Isu tersebut bahkan dibantah sendiri oleh IMF melalui 
managing director-nya yang baru, Rodrigo de Rato, yang secara tegas menyatakan 
bahwa moratorium tidak terkait dengan IMF.

                        Tim Ekonomi juga menyebarkan isu bahwa Jepang tidak 
menyetujui moratorium. Pernyataan tersebut dibatah langsung PM Junichiro 
Koizumi bahwa Jepang setuju memberikan moratorium utang kepada Indonesia. 
Beberapa negara G-7 dalam pertemuan di London bahkan mau menggunakan 
pengaruhnya untuk minta Paris Club melaksanakan moratorium.

                        Tim Ekonomi berupaya menutup-nutupi keengganan mereka 
untuk meminta moratorium dengan mengangkat isu yang menakut-nakuti rakyat. 
Teknik serupa pernah diperagakan oleh antek-IMF menjelang berakhirnya kontrak 
kerja sama Indonesia dengan IMF. Saat itu dikatakan, jika Indonesia keluar dari 
program IMF, rakyat akan jatuh miskin seperti Burma dan peringkat utang akan 
turun. Kenyataannya, setelah Indonesia benar-benar mengakhiri kerja sama dengan 
IMF, rakyat toh tidak jatuh miskin dan peringkat utang Indonesia pun malah 
meningkat menjadi B+. 

                        Kedua, tidak ada persiapan dan strategi. Tetapi, 
untunglah, Presiden SBY akhirnya memerintah Tim Ekonomi untuk menindaklanjuti 
tawaran moratorium dan mempersiapkan negosiasi di Paris Club. Tetapi, sebelum 
ke Paris Club, Tim Ekonomi seharusnya melakukan perkiraan dampak kerusakan Aceh 
sebagai dasar menentukan besarnya moratorium utang. 

                        Kenyataannya, delegasi Indonesia datang dengan tangan 
kosong, bahkan tidak hadir pada hari kedua negosiasi Paris Club. Sangat wajar 
jika pada akhirnya negosiasi gagal dan hanya diperoleh hasil yang sangat minim.

                        Selain itu, Tim Ekonomi seharusnya terlebih dahulu 
melakukan negosiasi bilateral yang sifatnya lebih strategis. Keberhasilan 
negosiasi bilateral akan sangat menentukan efektivitas negosiasi di forum Paris 
Club. Forum Paris Club hanya dihadiri oleh pejabat teknis sehingga 
fleksibilitas negosiasi menjadi sangat sempit dan kaku. Tanpa didahului oleh 
negosiasi di level strategis, sangat mustahil Indonesia mampu memperoleh 
keringanan utang yang signifikan. 

                        Ketiga, delegasi Indonesia tidak memiliki kompetensi 
melakukan negosiasi. Di negara mana pun, negosiasi yang menyangkut pengurangan 
beban fiskal triliunan rupiah seharusnya dipimpin langsung oleh Menko 
Perekonomian atau menteri keuangan. Tetapi, sangat lucu, negosiasi utang 
Indonesia dipimpin Menlu Hassan Wirayuda. Selain pemahaman tentang Aceh, 
negosiator membutuhkan pemahaman yang memadai tentang kondisi fiskal dan 
ekonomi Indonesia.

                        Bagaimana mungkin Menlu RI mampu meyakinkan kreditor 
bahwa Indonesia sangat membutuhkan moratorium dan debt relief, padahal dia 
kurang memahami aspek ekonomi maupun finansial? 

                        Akibat tidak adanya kompetensi, muncul pernyataan lucu 
dari Hassan Wirayuda pada 13 Januari lalu. Beliau mengatakan: "Presiden Chirac 
menyebutkan kemungkinan reduksi utang dan bunga, namun sama sekali tidak 
menyebut debt relief." Penyataan itu amat lucu dan memalukan karena debt relief 
berarti adalah reduksi utang dan bunga.

                        Menko Perekonomian dan menteri keuangan seharusnya 
bertanggung jawab terhadap negosiasi utang. Ketidakhadiran kedua menteri 
tersebut di Paris menunjukkan Indonesia tidak serius mendapatkan moratorium 
utang. Padahal, Menteri Keuangan Prancis Herve Gaymard untuk yang pertama dalam 
sejarah hadir di gedung pertemuan Paris Club sebagai bentuk solidaritas 
terhadap bencana Aceh.

                        Sebaliknya, Menko Perekonomian Indonesia justru 
terkesan tidak memiliki empati terhadap rakyat Aceh dan hanya sibuk 
memperdagangkan proyek bencana Aceh kepada pengusaha di Singapura.
                        *. Phone Nuryadin MM, komite eksekutif Tim Indonesia 
Bangkit. Tulisan ini dibuat berdasar input Tim Indonesia Bangkit, antara lain 
Prof Dr Sri-Edi Swasono, Binny Buchori, Aviliani MSi, Ichsanuddin Noorsy, Dr 
Hendri Saparini, Dr Ronnie Rusli, Dr Fadhil Hasan, dan Dr Dradjad Wibowo



                        <<:: Kembali
                       
                 
            
                  ---------------------------------------------- 
                  Best View : 1024 x 768 with IE 5.5 or above 
                  © 2003, 2004 Jawa Pos dotcom. 
                 
           
     
  

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give underprivileged students the materials they need to learn. 
Bring education to life by funding a specific classroom project.
http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke