Pasar, Pasar, Pasar
Oleh SRI-EDI SWASONO


OPINI telah dibentuk melalui berbagai cara, antara lain melalui 
media massa,
kurikulum, dan silabus. Pesan opini itu adalah agar kita ramah 
terhadap
pasar. Tatkala tempo hari sedang ramai-ramainya masyarakat 
menggambarkan
kabinet yang ideal, media massa dan para penulis artikel di koran 
nimbrung,
mereka bilang, "kabinet yang kita perlukan adalah kabinet yang ramah-
pasar".
Lalu digarap lebih lanjut, bahwa presiden pun perlu diyakinkan bahwa 
ia
harus ramah-pasar. Mulailah penyesatan ide ini membawa akibat 
kecelakaan
besar. Mengapa bukan pasar yang harus ramah kepada presiden, kepada 
rakyat
atau kepada kepentingan nasional?

Pasar yang mereka kehendaki adalah "pasar bebas", yaitu pasarnya 
Adam Smith
(1723- 1790), seorang dosen rhetoric, kemudian guru besar logic dan 
moral
philosophy. Untuk itu ia menerbitkan buku The Theory of Moral 
Sentiments
(1959). Kemudian terbit buku keduanya yang sangat terkenal hingga 
kini, "An
Inquiry Into the Nature and the Wealth of Nations" (1776), 
disingkat "Wealth
of Nations", tebalnya 1.100 halaman lebih. Buku yang terbit 
bersamaan dengan
tahun Kemerdekaan Amerika Serikat ini terus diterbitkan ulang. 
Terakhir
terbit lagi tahun 2003 disertai Pengantar oleh Prof. Alan Kreuger 
dari
Universitas Princeton.

Pasar bebas saat ini (lebih-lebih di Indonesia) dipuja-puji 
sebagai "berhala
baru" tanpa pendalaman dan mengabaikan realita. Ajakan kaum 
strukturalis
agar pasar-bebas perlu diwaspadai secara teoretikal maupun empirikal 
tidak
lagi mampu menyentak kemabukan. Para pemuja pasar bebas macam ini 
disebut
oleh George Soros (1998) sebagai kaum fundamentalis pasar yang naif 
dan tak
logis.

Teori pasar yang masih diajarkan di kampus-kampus kita mengambil 
dasar
pemikiran klasik, bahwa perekonomian akan efisien bila ada 
persaingan bebas,
selanjutnya persaingan bebas akan menuntut pasar-bebas sebagai 
wadahnya.
Lalu dari dasar ini hiduplah suatu pola pikir akademik (academic 
mindset),
bahwa persaingan haruslah bebas dan pasar yang ideal adalah pasar-
bebas,
keduanya adalah dua sejoli yang akan menjamin optimasi manfaat, yakni
efisiensi ekonomi. Bagi Smith, persaingan sempurna (perfect 
competition).
Kebebasan individual sepenuhnya adalah perfect individual liberty.
Individualisme Thomas Hobbes bertemu dengan pamrih pribadi
(self-interest)-nya Smith di sini. Sejak lama etika ekonomi macam ini
ditolak, terutama oleh mereka yang menganut paham ilmu ekonomi 
sebagai ilmu
moral (a moral science) yang jauh lebih luas dari sekadar 
berorientasi pada
self-interest (Amartya Sen, 1987, 1991).

Lalu, lebih hebat lagi dari perkembangan pola pikir akademis ini, 
bahwa
globalisasi yang bersukma pasar bebas ini adalah wajar dan sah-sah 
saja.
Inilah paham fundamentalisme pasar (market fundamentalism) seperti 
dikecam
oleh Soros dan oleh lebih banyak tokoh-tokoh besar kaum strukturalis 
Barat,
seperti a.l. Heilbroner, Joan Robinson, Baran, Sweeze, Myrdal, 
Thurow, Sen,
Tinbergen, Galbraith, Stiglitz, Chapra, Sears, Irma Adelman, 
Streeten, Susan
George, dan masih banyak lagi.

Adam Smith membawakan "puisi" indah dalam pembukaan bukunya The 
Theory of
Moral Sentiments, "...sebagaimanapun egoisnya manusia dapat 
diperkirakan,
ternyata pada sifat dasarnya ada prinsip-prinsip, yang membuat ia 
senang
atas terjadinya keberuntungan pada orang-orang lain, dan memberikan 
rasa
bahagia yang diperlukan oleh mereka, meskipun ia tidak memperoleh 
apa-apa
dari itu, kecuali melihat hal yang baik itu terjadi".

Namun kemudian dalam bukunya The Wealth of Nations ia mengatakan yang
sedikit berbeda "... setiap orang menghendaki keuntungan bagi dirinya
sendiri, dalam banyak hal dibimbing oleh suatu tangan tak kelihatan 
(an
invisible hand) untuk mempromosi suatu tujuan yang bukan bagian dari
kehendaknya sendiri. Dengan mengejar pamrih pribadinya sendiri (his 
own self
interest) ia acap kali mempromosi kehendak masyarakat dengan lebih
berhasil". Dalam buku Smith yang sangat tebal ini 
perkataan "invisible hand"
hanya satu kali saja dikemukakan. Para ahli ekonomi pasar 
mengeksploitasi
perkataan ini secara berlebih-lebihan. Terhadap dominannya self-
interest
dalam filsafat ekonomi Smith ini, ahli sosiologi terkemuka Amitai 
Etzioni
sempat mengatakannya sebagai "das Smith Problem" atau "persoalan 
Smith"
(Etzioni, 1988), dengan kata lain Smith tidak konsisten.

Terlepas dari inkonsistensi dua bukunya itu, bila saja masih hidup 
ia boleh
kaget bahwa invisible hand-nya Adam Smith itu telah berubah ganas 
menjadi
the dirty hand (Swasono, 1997). Krueger (2003) mengatakan bahwa 
Smith's
invisible hand turns out to be all thumbs.

Persaingan bebas yang sempurna memang tidak pernah ada, sehingga 
pasar bebas
pun tidak akan pernah ada. Yang ada justru distorsi-distorsi pasar 
dilakukan
demi kepentingan-kepentingan ekonomi dan politik, disertai insting-
insting
predatori dan hegemonik baik yang bersifat laten maupun yang poten.
Contoh-contoh konkret seperti peperangan (dalam segala bentuknya),
pertarungan, clash of civilizations (secara terbuka atau 
terselubung),
egoisme nasional, dll., tidak memungkinkan adanya persaingan yang 
bebas dan
fair. Nasionalisme, dengan keunikan dan identitas spesifik-
egoistiknya yang
dituntutnya, tidak mati. Joan Robinson (1964) bahkan menegaskannya 
sebagai
"... the very nature of economics is rooted in nationalism", dan 
Greenfeld
(2001) menyatakan ..nationalism is not gone... the sustained growth
characteristic of modern economy is not self-sustained, it is 
stimulated and
sustained by nationalism.

Ekonomi global (global economy) tidak akan terwujud dengan rapi 
tanpa ada
masyarakat global (global society) yang rapi pula. Globalisasi yang 
penuh
kepentingan justru akan membentukkan masyarakat yang terfragmentasi
(discriminatory fragmented society). Pengelompokan-pengelompokan di 
dalam
WTO negara-negara berkembang yang tergabung dalam Grup 90 dalam WTO 
yang
beranggotakan 147 negara di Mauritius, Juli 2004 yang lalu dan 
pertemuan WTO
di Cancun, Meksiko, September 2003 yang gagal sebagai keretakan 
berat yang
mencuat ke permukaan adalah wujud fragmentasi global itu.

Pasar tidak seharusnya boleh bebas bagi negara-negara berkembang,
sebagaimana negara-negara maju sendiri senantiasa melakukan proteksi 
dan
memberikan berbagai subsidi pada perekonomian dalam negerinya 
(Kompas,
idem). Pertemuan Mauritius menuntut ketidakadilan diskriminatif ini.

**

APA pula makna pasar? Pasar adalah suatu mekanisme lelangan belaka, 
yang
kuat (memiliki dana) akan memenangkan lelang. Yang tidak memiliki 
kekuatan
dana akan dikalahkan atau hanya aku menjadi penonton dan berada di 
luar
pagar transaksi ekonomi. Smith mensitir Thomas Hobbes dalam kaitan 
ini, "...
Wealth, as Mr. Hobbes says, is power". Dari ekonomi kontemporer 
ingin saya
melanjutkannya, "... money is the most liquid wealth, and money, is 
power!"
(di sinilah para "penguasa BLBI" menjadi "penguasa pasar").

Pasar tidak omniscient dan tidak omnipotent, penuh kelemahan dan 
kesalahan,
tidak self-correcting dan tidak self-regulating, maka the invisible 
hand
menjadi nonsense: "...pasar adalah suatu instrumen yang tidak 
efektif untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, bahkan untuk masyarakat yang telah 
makmur...
pasar merupakan pelayan yang rajin bagi yang kaya, tetapi tak peduli 
pada
yang miskin... pasar mendorong perbuatan yang tidak bermoral, hal 
mana tidak
hanya merupakan suatu kegagalan ekonomi, tetapi juga merupakan suatu
kegagalan moral". (Heilbroner and Thurow, 1994).

Siapa itu pasar? Pasar adalah the global financial tycoons atau para 
taoke
keuangan global dengan para fund managers mereka si miskin, acap kali
menjadi hanya sekadar penonton dan sekaligus sebagai objek pasar, 
tetapi
bukan penentu keputusan-keputusan pasar. Para taoke keuangan global 
ini
membentukkan diri sebagai "a global governance" yang terstruktur 
dalam
jaringan new international capitalist class sebagaimana digambarkan 
Petras
dan Veltmeyer (2001), yaitu para TNCs (transnational corporation yang
mencapai jumlah 37.000, Bank Dunia, IMF, para IFIs (international 
financial
institutions), G-7, TC (Trilateral Commission Forum) dst. Merekalah 
yang
pada dasarnya menguasai perbaikan, investasi, perdagangan, produksi,
distribusi dan stok barang, serta jasa sekaligus.

Sejak awal persiapan kemerdekaan Republik Indonesia, para founding 
fathers
kita telah mewaspadai pola pikir Adam Smith sebagai sumber mindset 
kaum
fundamentalis pasar, termasuk kelompoknya yang sedang dimekarkan dan
dinaikdaunkan di Indonesia.

Mohammad Hatta menegaskan bahwa "...teori Adam Smith berdasar kepada
perumpamaan homo economicus, yang hanya ada dalam dunia pikiran 
tidak ada
dalam masyarakat yang lahiriah, satu golongan kecil yang aktif dan 
bermodal
cukup, yang memutuskan segala soal ekonomi dan satu golongan besar, 
orang
banyak, yang pasif dan lambat, yang tiada mempunyai tenaga ekonomi, 
yang
kehidupannya terserah pada putusan golongan pertama, praktik laissez-
faire
stelsel memperbesar mana yang kuat, menghancurkan yang lemah" 
(Hatta, 1935),
ini mirip sekali dengan yang dikatakan Stigler (1980), 45 tahun 
sesudahnya.
Sebelumnya, KRT Radjiman Wediodiningrat, (Ketua BPPUPKI) 
mengatakan "...
Adam Smith adalah golongan cerdik pandai yang tidak menganggap pamrih
pribadi (self-interest-nya Adam Smith, pen.) sebagai suatu penyakit
masyarakat" (Wediodiningrat, 1943).

Memang pasar bebas global bisa mendorong efisiensi ekonomi global, 
tetapi
mengapa Selatan harus membayar lebih banyak dan berkorban lebih 
banyak bagi
efisiensi Utara.

Sejak Indonesia merdeka, kita tidak pernah meninggalkan ekonomi 
pasar. Peran
pasar dalam alokasi sumber-sumber ekonomi dan sebagai upaya mencapai
efisiensi ekonomi tetap diperhatikan, meskipun kita tidak 
mendewakannya.

**

MARILAH kita kembali menuntut janji ISEI dalam memberi makna terhadap
"Demokrasi Ekonomi" Indonesia (Pasal 33 UUD 1945) di akhir 1980-an, 
yang
menegaskan bahwa "pasar haruslah terkendali" (bukan bebas). Untuk 
saat ini
mungkin kita lebih tepat mengatakan bahwa bukan hanya pasar yang 
harus kita
kendalikan, tetapi terutama adalah para fundamentalis pasarnya, yang 
tidak
mau tahu bahwa ekonomi neoklasikal, yang sekadar berdasar 
persaingan, adalah
sempit dan obsolit. Mereka tidak mau unlearn dan jauh ketinggalan 
dengan
semangat pro-miskin PBB. Bahkan terang-terangan anti populis.

Menerima pasar-bebas secara apa adanya berarti membenarkan "Daulat 
Pasar"
menggusur "Daulat Rakyat", sekaligus membiarkan cita-
cita "pembangunan
Indonesia" berubah menjadi sekadar "pembangunan di Indonesia". Lalu 
kita
menggusur orang miskin, bukan menggusur kemiskinan.

Sementara itu, PBB telah menggariskan "Delapan Tujuan Milenium" 
(eight
Millennium Development Goals/MDGs) yang jelas tidak akan bisa dicapai
melalui mekanisme pasar bebas. Intervensi dan perencanaan oleh 
negara harus
menyertai tujuan mulia PBB ini.

Globalisasi, sebagai sempalan doktrin globalisme yang mulia, adalah 
paham
liberalisme baru untuk menjadi topeng bagi pasar-bebas yang justru
mengabaikan cita-cita globalisme ramah untuk mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan mondial.***

Penulis, Guru Besar FEUI, Pengarang buku "Ekspose Ekonomika", UGM, 
2003







------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar.
Now with Pop-Up Blocker. Get it for free!
http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke