semoga berkenan membaca..

:))

 -----Original Message-----
From:     
Sent:   
To:     
Subject:        Suripan


 
PERKENALKAN  NAMAKU  SURIP . . .

Perkenalkan, namaku Suripan, panggilanku Surip. Asalku dari dusun tandus dan 
gersang di Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta. Pindah ke Lampung ingin hidup 
wajar ! Waktu aku di Wonosari makannya tiwul. Makan nasi hanya sesekali saja. 
Jika itu terjadi, berarti rezekiku lagi sangat bagus. Tapi kalau tiap hari 
harus makan nasi, ya nggak bisa. Karena itu adalah kemewahan.

Perkenalkan, namaku Suripan. Panggilanku Surip. Setelah ikut notor hutan dan 
menjadikannya ladang yang subur, hidupku tidak banyak berubah. Karena setiap 
kali panen singkong, harganya selalu dibanting-banting pabrik. Kalau panen 
jagung, harganya juga ikut-ikutan anjlog. Kalau tanam padi rebutan dengan 
tikus, belum panen sudah di gares duluan. Giliran padi tidak kena tikus, 
tumbuhnya tidak bagus karena kekurangan air akibat kemarau panjang atau 
irigasinya kering.

Perkenalkan, namaku Surip. Aku anak ke 12 dari 13 bersaudara. Kartopo Bapakku 
dan si mBok-ku namanya Mardiyem. Blass, nggak ngerti apa-apa tentang KB. 
Tahunya akeh anak itu akeh rezeki, mangan ora mangan kumpul. Kini aku di 
Lampung. Punya kebun singkong 2 hektar. Tapi ketika singkong nggak jadi duit, 
endas-ku cekot-cekot koyo arep pecah. Mosok sih singkong sebanyak itu mau 
dibuat tiwul semua ? Nggak mungkin kan? Makan jagung? Perutku nggak cocok, aku 
iki wong Gunung Kidul biasa makan tiwul, bukan orang Madura yang bisa nikmat 
makan jagung. Kini aku sedang pusing tujuh keliling. Masuk Lampung maunya bisa 
hidup tentrem, tapi sekarang aku  sedang sedih banget banget. Sudah gitu anakku 
juga akeh. Sing wis gede jumlahnya setengah lusin, yang baru bisa jalan satu 
orang. Tapi ponikem, bojo-ku, perutnya sudah mblending lagi. Maklumlah, saya 
tinggal di kaki bukit. Kalau malam atise setengah mati dan peteng dedet. Ya mau 
apalagi kalau nggak..., ah, isin aku... saru...

Perkenalkan, namaku Surip. Sudah 15 tahun jadi penduduk Lampung. Tapi masih 
sama seperti di Gunung Kidul, makannya tiwul. Karena anankku banyak, singkong 
nggak ada harganya dan jagung buahnya tidak bagus, aku terpaksa merantau. Dulu 
pernah di Bengkulu, Pekan Baru dan Baturaja. Terakhir ke Riau. Kerjaku pegang 
senso, nebang hutan. Nggak tahu merambah atau Boss-ku punya HPH. Yang pasti, 
kalau lagi tidak aman atau banyak penertiban, oleh Boss aku disuruh pulang 
kampung dulu.

Perkenalkan, namaku Surip. Waktu jadi tukang tebang, tidurnya di bedeng dalam 
hutan. Makannya nasi liwet. Ikan asin dan sambel terasi lauknya. Nyamuknya 
gede-gede, kalau nyokot suka terus panas dingin. Jarang mandi dan sering 
mencret-mencret. Tapi yang paling aku takuti ya ketimpa kayu glondongan kaya 
Makdor, digigit ular seperti Manto, diterkam macam seperti Salimun atau 
diganggu dhemit seperti Kusen. Tapi dari pada makan tiwul terus, ya mending 
nebang kayu. Beberapa tahun ini, kayu di hutan sudah sangat tipis dan 
penertiban tambah sering dilakukan. Tapi aku nekad nebang. Sebab kalau tidak 
nebang, anakku mau makan apa? Balik ke Gunung Kidul? Nggak mungkin. Yah, 
terpaksa ke Lampung dan itu berarti makan tiwul lagi. Duh, Gusti Allah 
Pangeran-ku, koq urip iki angel tenan....

Perkenalkan, namaku Surip. Karena hutan sudah gundul, aku kembali jadi petani 
singkong dan jagung. Siapa tahu pengusaha tapioka atine wis apik dan mau 
mengerti nasib wong cilik dengan tidak mengeluarkan jurus: nggak ada singkong 
harga selangit, banyak singkong harga di telapak kaki. Tapi nyatanya pengusaha 
tapioka itu nggak pernah merasa kaya-kaya. Dari musim ke musim selalu ngono. 
Kini panen singkongku bagus, tapi weleh-weleh weleh ; harganya nggak seberapa. 
Kalau nekad dipanen, nggak balik modal. Tekor! Duh Gusti Allah Pangeran-ku, 
kapan nasibku iki terentaskan dari kemiskinan dan tidak diperas orang?

Perkenalkan, namaku Surip. Kini aku lagi menangis banget pedih. Singkongku ora 
dadi duit. Jagungku kering dibakar kemarau. Kebutuhan hidup dan harga pupuk 
kompak koyo arep nggorok gulu. Duh Gusti Allah Pangeran-ku, di bumi yang subur 
makmur gemah ripah loh jinawi ayem tentrem kerto raharjo ini, aku koq tetap 
miskin. Duh Gusti Allah Pengeran-ku, sejatine sopo sing open marang nasibku? 
Sementara orang-orang mangan enak ning restoran, manek mudun mobil sing nyaris 
ora muni lan warnane nrolop dan tidurnya ning omah magrong-magrong, aku bisa 
mangan sego saja sudah sangat bejo. Aku nggak ngimpi duwe telepon kepel, 
deposito, saham atau duwe apartemen, bisa mangan sego sedina ping telu wae wis 
untung. Duh, Gusti Pengeran-ku, disebelah mana keberuntunganku Kau letakan agar 
hidupku bisa layak?

Perkenalkan, namaku Surip. Nggak pernah mimpi yang muluk-muluk untuk bisa makan 
hamburger, seafood atau santai di diskotik sambil ngombe banyu alcohol. Bisa 
hidup dan makan nasi saja wis bungah, wis kesyukuran. Banget-banget nggak mimpi 
punya selusin perusahaan, punya villa di Puncak dengan sejumlah wanita simpanan.

Perkenalkan, namaku Surip. Ketika singkong dan jagung tak bisa lagi dijadikan 
tumpuan hidup aku masuk lagi ke hutan. Nebang hutan untuk hidup yang sarapan 
pagi-nya di Tokyo, makan siang di Los Angeles, makan malam di Paris dan 
istirahat-nya di London. Kalau tidak untuk hidup, masuk hutan sebenarnya aku 
wis wegah, tapi dari pada anak-ku mati ora mangan dan bojo-ku kelaparan, yo 
luwih apik masuk alas. Aku masuk hutan bukan mau nguntal kayu glondongan. Tapi 
ketika hutan menjadi gundul, aku kembali bingung bin pusing. Kemana lagi 
mencari hutan? Masih adakah hutan yang bisa dirambah?
Duuh Gusti Allah, Engkau memang Pengeran-ku Yang Maha Adil dan welas asih. 
Ndilalahe aku ketemu Bratasena. Di pinggir hutan yang gundul itu, aku ditegur: 
kenapa sampeyan jadi perambah? Jawabku: kalau saya tidak merambah hutan anak 
istri saya mau makan apa? Kenapa sampeyan membuat sawah disini? Jawabku: kalau 
bersawah di kampung tak bisa beli pupuk karena harga pupuk kini sangat mahal. 
Kalau tanam disini kan tak usah pakai pupuk, tanah disini subur. Tapi ini tanah 
Negara? Jawabku: Yo ben wae! Negoro kan ora mungkin membiarkan masyarakatnya 
mati kelaparan? Inggih toh? Ya tidak, jawab Bratasena. Singkate cerita, aku 
dadi petambak. Duh Gusti Allah Pengeran-ku, jalan hidupku akhirnya Kau 
bentangkan juga, ningkene ning pinggir laut wetan Lampung sigar lor.

Perkenalkan, namaku Suripan. Panggilanku Surip. Asal Wonosari, Gunung Kidul, 
Yogyakarta. Pindah ke Lampung ingin hidup layak. Kini aku telah jadi petambak. 
Sanes perambah hutan lagi. Kini aku sudah jadi juragan udang. Wis salaman 
dengan bapak Camat, bapak Bupati, bapak Gubernur, bapak Menteri, bahkan sudah 
ikut temu wicara dengan bapak Presiden. Tapi yang terpenting, kini aku mboten 
ma'em tiwul lagi. Selamat tinggal tiwul-ku. Good bye kemiskinan...

Ehm! Perkenalkan, namaku Suripan. Panggilanku Surip. Kini aku sudah punya KTP 
Desa Bratasena Adiwarna. Makanku sehari tiga kali pakai nasi, sayur dan 
lauk-pauk. Rumahku bagus, pakai listrik dan tiap hari ngopeni tambak dan bisa 
nonton si Doel Anak Sekolah. Kemarin aku panen dapat 4,2 ton udang. Dapat 
tambahan biaya hidup Rp. 3 juta dan SHUnya Rp. 2 juta. Anakku kini bisa 
sekolah. Dan istriku bisa nabung. Dulu, bisa makan nasi saja, wis untung. Kini 
makan tiwul hanya sesekali saja, bukan menu utama, tapi untuk pengeling-eling 
bahwa aku berasal dari dusun tiwul di Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta.

Perkenalkan, namaku Surip, bukan Surip si Perambah Hutan, tapi Surip yang 
Juragan Udang. Bukan pula Surip yang makannya tiwul. Orang bilang kini aku 
badannya berisi. Sehat. Dalam hati aku berkata: ya jelas toh, lha wong aku iki 
pengusaha tambak udang. Waktu makan tiwul, boleh kerempeng. Tapi itu Surip dulu 
toh? Surip kini kan sudah lain? Sudah beda!

Perkenalkan, namaku Surip, juragan udang dari CPB atau Central Pertiwi 
Bratasena. Kini aku kembali nyambut gawe. Ngopeni udang, harapanku sesuk panen 
dapat 4,5 ton. Syaratnya mau mengikuti apa yang disampaikan oleh supervisor, 
kerja keras dan disertai ketulusan berusaha. Tapi sewalike, itu tak akan bisa 
dicapai bila kita kerja asal kerja.

Perkenalkan, namaku Surip. Petambak Unggulan tahun 1996. Pengeling-ku, 
cintailah udang Anda seperti Anda mencintai orang tua, diri sendiri, anak dan 
istri Anda. Ojo kasar pada udang atau berlaku setengah hati. Dan berdoalah 
kepada Gusti Allah, mohon keberhasilan. Jika Anda begitu, niscaya kita bisa 
berhasil. Ora percoyo?
Monggo, buktike...

Perkenalkan, namaku Surip. Dulu aku perambah hutan. Kini sudah jadi juragan 
udang. Anda mau melihat tambak saya? Mari kita ke desa Bratasena. Anda akan 
lihat udang saya tumbuh dengan sehat. Karena tiap hari aku memelihara, merawat 
dan menjaganya dengan sepenuh hati. Mboten asal kerja, mboten setengah hati, 
mboten sibuk berprasangka buruk kepada semua atau mboten sakarepe dhewek! Tapi 
kerja dengan hati yang bening, penuh cinta dan tulus ikhlas berkarya demi masa 
depan.

Perkenalkan, namaku Surip. Petambak plasma CPB. Makannya sudah nasi, sehari 
tiga kali. O, Gusti Allah Pengeran-ku, akhirnya dapat juga aku menikmati 
kemakmuran-Mu dan kemakmuran Indonesia yang bertahun-tahun setia aku cintai.

Ehm! Hallo Indonesia, aku Surip, Suripan. Kini tidak makan tiwul lagi. Surip 
dari Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta, adalah Surip yang pernah menjadi 
perambah hutan. Tapi kini Surip sudah menjadi pengusaha tambak yang masa 
depannya sudah jelas. Surip kini adalah Surip yang berezeki udang....*** Tamat 
***









>                


***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke