http://www.kompas.com/kompas-cetak/0410/04/opini/1302136.htm
Kompas
Senin, 04 Oktober 2004



TNI Masa Kini dan Bentuk Ancaman yang Berubah
Zacky Anwar

REFORMASI politik yang telah berlangsung selama enam tahun telah memperjelas 
peran TNI sebagai pengemban fungsi pertahanan negara dalam mempertahankan 
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, termasuk keutuhan wilayahnya.
LEBIH dari lima tahun yang lalu Mabes TNI (dahulu Mabes ABRI) meluncurkan 
empat belas butir pokok-pokok reformasi internal TNI. Di antara butir-butir 
penting itu adalah perubahan sikap dan paradigma tentang peran politik TNI, 
pemisahan Polri dari ABRI, penghapusan fungsi sosial politik di berbagai 
unit organisasi, pemutusan hubungan dengan Golkar, tekad untuk tidak 
terlibat dalam politik praktis, dan penarikan anggota TNI/Polri dari 
parlemen pada tahun 2004 ini.
Dalam perspektif mengelola perubahan, implementasi langkah-langkah di atas 
merupakan pekerjaan besar penuh tantangan, mengingat yang diubah adalah 
perilaku dan budaya organisasi yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun.
Harus diakui proses perubahan ini berhasil dikelola dengan baik oleh TNI 
meskipun di sana-sini masih saja terdapat ke kurangan (Kompas, 31 Agustus 
2004). Sikap netral TNI telah diwujudkan dalam dua kali pemilu di tahun 1999 
dan tahun 2004 yang mendapatkan penilaian dunia internasional sebagai pemilu 
yang sangat demokratis tanpa intervensi TNI.
Dalam perjalanan lima tahun terakhir ini, begitu cepat perubahan sikap 
politik TNI maupun "etika operasionalnya" terutama dalam menghargai hak 
asasi manusia (HAM).
Sewaktu dunia dikejutkan oleh skandal yang menghebohkan oleh tentara Amerika 
Serikat di penjara Abu Ghraib, Irak, pada Mei 2004, di mana telah terjadi 
suatu pembunuhan, penyiksaan, dan pelecehan seksual terhadap tawanan perang 
Irak, dan sebelumnya skandal penyerahan 8.000 tawanan Taliban kepada tentara 
AS di Konduz, Afganistan, yang diabadikan wartawan Skotlandia, Janie Doran, 
dalam sebuah film dokumenter Afghan Massacre: Convoy of Death. Di situ 
diceritakan ribuan anggota Taliban dijebloskan ke dalam lori-lori di Kota 
Mazar-i-Sharif pada tanggal 26 dan 27 November 2001.
Seluruh pintu lori dikunci dan lori-lori tersebut dibiarkan terpanggang 
panas matahari selama berhari-hari sampai tahanan tewas (Kompas, 8 Mei 
2004). TNI yang selama ini tidak lepas dari berbagai tuduhan pelanggaran HAM 
justru melakukan hal yang bertolak belakang. Tawanan-tawanan Gerakan Aceh 
Merdeka (GAM) di Aceh ditempatkan pada barak-barak penampungan yang 
mendapatkan kontrol dari petugas Palang Merah Indonesia.
Di dalam barak-barak penampungan, para tawanan diberi berbagai kursus 
keterampilan, kegiatan sosial, dan dapat menerima kunjungan keluarga bahkan 
memiliki hak cuti. Setelah dibebaskan, mereka masih juga diberi santunan 
sejumlah uang sebagai modal kerja untuk bekal hidup selanjutnya.
Di lapangan para prajurit pun dibekali kain kafan untuk menguburkan secara 
layak anggota-anggota GAM yang tewas dalam kontak tembak. Suatu kemajuan 
yang luar biasa, bahkan hal tersebut tidak pernah dilakukan oleh 
prajurit-prajurit dari negara-negara kampiun HAM sekalipun.
SEBALIKNYA, apabila kita berbicara tentang tingkat kesejahteraan prajurit 
TNI, kita menjadi sangat prihatin. Dalam era reformasi, tingkat 
kesejahteraan prajurit TNI tidak semakin baik, tetapi semakin jauh dari 
cita-cita membangun prajurit yang profesional. Seorang prajurit pertama 
(prada) hanya menerima gaji di bawah upah minimum regional di Jakarta, yaitu 
Rp 600.000 per bulan, di mana prajurit tersebut ketika bertugas di lapangan 
operasi taruhannya adalah nyawa.
Sebagai catatan, TNI telah kehilangan hampir satu batalyon dalam operasi 
Aceh selama 6-7 tahun terakhir. Tidak terhitung yang luka-luka serta cacat 
(di samping anggota Polri yang juga cukup banyak menjadi korban).
Sulit membayangkan bagaimana "pengelola" negara ini dapat membiarkan kondisi 
semacam ini sebagai hal yang biasa. Kita menjadi takut apabila berpikir, 
seseorang yang dipersenjatai lengkap dirawat dengan gaji lebih kecil dari 
seorang petugas satuan pengamanan. Apa yang akan terjadi?
Betapa beratnya para komandan satuan memelihara moril anak buahnya untuk 
tetap loyal dan rela berkorban bagi negaranya.
Dilihat dari penyiapan alat-alat utama TNI, keadaannya lebih buruk lagi. 
Alat utama yang ada saat ini hanya 30 persen yang siap operasional, 
khususnya TNI AU dan TNI AL.
Dengan luas perairan laut enam juta kilometer persegi, seyogianya Indonesia 
memiliki armada yang kuat sehingga mampu menjaga wilayah perairan Indonesia 
dari aksi-aksi penyelundupan, pencurian ikan, maupun kegiatan intelijen 
lainnya. Di kalangan negara ASEAN, keadaan ini mungkin hanya setara dengan 
Laos dan Kamboja, dan sangat jauh jika dibandingkan dengan Singapura, 
Malaysia, maupun Thailand.
TELAH kita sadari bersama bahwa lingkungan internasional telah berubah, 
berbagai paradigma keamanan pada era pascaperang dingin di dekade 1990-an 
menjadi kurang aktual. Kekhawatiran timbulnya konflik bersenjata akibat 
perebutan wilayah semakin kecil, invasi suatu negara kepada negara lain 
menjadi tidak lazim dan kecil kemungkinannya.
Format perang tidak konvensional yang dihadapi TNI saat ini adalah ancaman 
separatisme seperti di Aceh dan Papua serta perang melawan terorisme. Yang 
saat ini dibicarakan dunia adalah perang melawan terorisme, di mana musuh 
yang dihadapi tidak jelas berada di mana, tidak mengenal batas wilayah 
negara, dilakukan oleh sekelompok kecil orang-orang yang militan dan akibat 
yang ditimbulkan adalah rasa takut yang amat sangat.
Kelompok ini beroperasi dengan kompartementasi yang tinggi dan biaya rendah 
dengan sasaran yang bersifat strategis. Lingkungan keamanan baru ini 
membutuhkan sikap, pendekatan, dan sarana yang berbeda untuk menghadapinya.
KITA baru saja dikejutkan oleh bom Kuningan dan sebelumnya dunia "menangis" 
atas terjadinya kasus penyanderaan anak-anak sekolah di Beslan, Ossetia 
Utara, Rusia.
Dalam perang melawan terorisme, intelijen yang menjadi ujung tombak dalam 
perang tersebut seolah-olah lumpuh tidak berdaya. Kita melihat fakta 
bagaimana tentara Amerika Serikat tidak mampu mendeteksi bom-bom yang 
dipasang pihak perlawanan Irak, bahkan di depan penjagaan pasukan koalisi 
pun bom meledak dan menewaskan Izzedin Salim, Ketua Dewan Pemerintahan Irak, 
pada Mei 2004. Sudah lebih dari 1.000 tentara AS tewas dalam kurun waktu 18 
bulan perang di Irak yang sebagian besar tewas akibat bom.
Di Rusia pun serangan-serangan bom tidak mampu dideteksi, mulai dari bom 
bunuh diri di pesawat terbang, peledakan bom jalur kereta api bawah tanah, 
dan terakhir tragedi Beslan.
Intelijen sama sekali tidak dapat berbicara, bahkan yang menyedihkan, saat 
pasukan khusus Rusia bergerak masih harus disibukkan mencari informasi di 
mana lokasi para teroris yang akhirnya mereka pun turut menjadi korban (10 
anggota komando Rusia tewas).
Kita di Indonesia juga bernasib sama, bom meledak tanpa kita dapat berbuat 
apa-apa. Setelah itu, polisi bekerja dari tempat kejadian peristiwa dan 
kemudian menangkap para pelakunya. Kita ucapkan selamat kepada kepolisian 
yang telah bekerja cukup keras dan banyak berhasil dalam mengungkap kasus 
tersebut.
Akan tetapi, masalahnya, apakah semua urusan terorisme yang begitu kompleks 
ditangani oleh pihak kepolisian?
Apakah kepolisian juga disiapkan melaksanakan operasi klandestin untuk dapat 
penetrasi ke dalam tubuh lawan sehingga sebelum bom meledak kita lebih 
dahulu dapat mengeksploitasi?
Dalam "perang melawan terorisme global", Inggris dan AS melibatkan militer 
dalam perang semesta sejak 11 September 2001. Bukankah Department of 
Homeland Security di AS mirip dengan lembaga Komando Operasi Pemulihan 
Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang diciptakan Soeharto setelah 
September/Oktober 1965?
Bukankah badan intelijen Inggris (M15 dan M16 ) melibatkan militer aktif 
dalam operasi intelijen melawan teroris di Irlandia Utara dan Inggris sejak 
1969? Bukankah pasukan khusus Angkatan Darat Inggris, Special Air Service 
(SAS), aktif dalam operasi intelijen dan politik melawan Irish Republican 
Army (Juwono, Kompas 2/8/2004).
Pada saat bangsa-bangsa di dunia melibatkan seluruh potensinya untuk 
menghadapi terorisme, Indonesia justru berbuat sebaliknya.
Yang terlihat saat ini, TNI terkesan "dikandangkan" dalam penanganan 
teroris, intelijen TNI "dilumpuhkan", tidak didanai untuk melakukan 
kegiatan. Fungsinya menjadi tidak signifikan, kurang jelas hanya kontribusi 
minim kepada Badan Intelijen Negara (BIN) yang juga mempunyai keterbatasan 
karena undang-undang telah mengatur demikian.
Kita memiliki Grup Sandi Yudha dan Detasemen 81 Antiteror di Kopassus TNI AD 
atau Detasemen Jala Mangkara (Denjaka) Marinir TNI AL yang terlatih secara 
khusus dengan standardisasi internasional. Grup Sandi Yudha ini dikenal 
reputasinya di dunia setelah operasi-operasi pembebasan sandera baik di Don 
Muang, Bangkok, tahun 1981, maupun pembebasan sandera di Mapenduma, Irian 
Jaya, tahun 1995, dan berbagai operasi khusus lainnya.
Nasib satuan-satuan khusus tersebut, yang pada masa lampau pernah 
mendapatkan apresiasi yang tinggi dari dunia internasional dan masuk dalam 
kategori sebagai salah satu satuan khusus yang terbaik di dunia saat ini, 
juga "dikandangkan" dan dipelihara seadanya.
Dengan jumlah pulau lebih kurang 17.000 dan keterbatasan yang amat banyak 
dalam transportasi dan komunikasi serta pola sebaran penduduk yang tidak 
merata, maka "jaring masyarakat" yang berfungsi sebagai "peringatan dini dan 
deteksi dini" sangat efektif dan dulu dikelola oleh Komando Teritorial TNI 
AD sampai ke desa-desa. Saat ini "jaring masyarakat" sudah tidak ada lagi, 
di mana justru perang melawan terorisme sudah saatnya melibatkan masyarakat 
banyak.
Di sini kita melihat bahwa TNI belum digunakan secara maksimal dalam 
menghadapi ancaman, apakah dalam bentuk perang terhadap terorisme maupun 
perang terhadap penyelundupan ekonomi yang telah menghancurkan struktur 
perdagangan dan produksi kita. Sulit rasanya bagi kita yang menerima laporan 
setiap hari tentang sangat banyaknya pencurian ikan dan penyelundupan, mulai 
dari pakaian bekas, daging, telur, kayu, bahan bakar, tekstil, gula, beras, 
hingga mesin-mesin yang semuanya sudah dianggap biasa dan ditangani secara 
biasa pula. Dari aksi pencurian ikan saja, kerugian negara diperkirakan 
mencapai 9 miliar dollar AS per tahun.
TNI AL yang layak dan efektif menjaga perairan Nusantara ini masih selalu 
disibukkan oleh jumlah armadanya yang sudah tua (66 persen berumur 21-60 
tahun) dan tidak dapat berbuat banyak.
TNI milik kita bersama. Siapa pun yang menjadi pemimpin di negeri ini harus 
mampu memperlakukan TNI sebagai penjaga negara. TNI harus tetap disikapi 
secara kritis, tetapi TNI juga layak untuk didukung dengan anggaran yang 
memadai.
Kalau Presiden Rusia Vladimir Putin dapat merespons situasi keamanan dalam 
negerinya tidak hanya sebatas perombakan sistem politik dan keamanan, 
melainkan juga perubahan radikal dalam penyusunan anggaran negara, 
seyogianya pemimpin Indonesia yang akan datang juga dapat memberikan 
perhatian lebih terhadap masalah keamanan.
Sambil berjalan, marilah kita perbaiki agar TNI dapat lebih efektif dalam 
mengawal pembangunan bangsa ini ke depan. TNI masih dapat berbuat banyak.
Selamat ulang tahun.
Zacky Anwar Purnawirawan TNI 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
$9.95 domain names from Yahoo!. Register anything.
http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppiindia.shyper.com
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke