Film FTV Natal Kristenisasi
Rabu, 12 Des 07 07:56 WIB
 
Assalamualaikum
Ustad yang terhormat, saat ini di eramuslim Ada berita dengan judul "Matikan
TV Pada Sabtu, 15 Desember 2007 Sore!", isinya mengajak umat Islam untuk
tidak melihat film ini.
Untuk masalah ajakannya saya sendiri tidak mempermasalahkan Dan mendukungnya
 tetapi Ada sesuatu yang mengganjal karena penulis menambahkan kalimat
"Atau bagi yang tetap penasaran menonton, sebaiknya jangan lepas dari wudhu
selama menonton film ini agar terhindar dari ‘Kuasa Gelap’ Dan dilindungi
oleh Allah SWT", 
Kalimat tersebut menyiratkan Ada "kekuatan gelap" yang akan menggoyahkan
hati orang-orang Islam.
Bukankan Kita sebagai orang Islam tidak perlu takut, karena Allah SWT yang
akan melindungi orang-orang yang beriman. Apakah mungkin ritual khusus yang
dilakukan untuk Film tersebut bisa mempan?
Menurut saya, sekarang mungkin malah banyak orang Islam yang penasaran ingin
melihat Film tersebut, karena sudah diberitakan di eramuslim bahwaada
sejenis Film di Indiaseperti yang akan diputar di stasiuntv di Indonesia
telah berhasil memurtadkan jutaan orang-orang Hindu.
Menurut ustadz sendiri bagaimana sebaiknya?
Terima Kasih.
Faiz
Jawaban
Assalamu 'alaaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
Inilah problematika berat yang selalu saja dihadapi umat Islam. Maju kena
Dan mundur pun kena juga. Jadi serba salah. Diperingatkan salah tidak
diperingatkan juga bisa salah.
Kalau memang benar informasi yang ditulis oleh entah siapa sumbernya Dan
kini beredar banyak di milis Dan email termasuk di eramuslim, maka Kita
memang harus tanggap untuk menghindarinya. Tapi kalau kurang cermat
menanggapinya, Dan bahkan terkesan panik, justru 'kepanikan' Kita malah bisa
menjadi iklan murahan sekaligus 'iklan gratisan' buat film tersebut. Maka
setiap orang justru penasaran untuk melihatnya.
Cobalah renungkan, bukakah selama ini tidak Ada sebuah film di TV yang belum
lagi diputar tapi sudah bikin heboh? Dan khususnya menghebohkan jagad dunia
Maya Muslim Indonesia.
Kami sendiri sudah menerima peringatan ini dalam bentuk email, entah siapa
yang mengirimnya, sejak lama. Saat membuka isi email itu, terus terang kami
sama sekali tidak tertarik untuk membacanya, apalagi untuk melihat filmnya.
Kesan yang muncul pertama, email ini memang sebuah iklan gratis.
Apalagi kami tidak pernah tertarik untuk menonton acara begituan di layar TV
 Dan menurut hemat kami, umat Islam yang melek agama, pastilah tidak akan
menontonnya. Ngapain nonton film begituan?
Efek Psikologis Peringatan
Satu hal yang jadi pertimbangan Kita adalah kenyataan bahwa otak Kita tidak
bisa diperintah dengan terbalik, bisanya lurus.
Kita bisa melarang orang untuk tidak memakan suatu makanan. Tapi Kita tidak
bisa melarang orang untuk membayangkan makanan itu. Kita bisa bilang jangan
minum khamar, tapi Kita tidak bisa melarang orang membayangkan khamar.
Contoh lain, kalau Kita larang seseorang untuk membayangkan gajah di dalam
benaknya, apalagi dengan bombastis, maka orang itu justru malah akan
membayangkan gajah di benaknya. Padahal Kita sudah teriak-teriak, "Jangan
bayangkan gajah, jangan bayangkan gajah." He, ternyata orang itu malah
membayangkan gajah di benaknya.
Kalau Ada film heboh, lalu Kita teriak-teriak, "Jangan tonton, jangan tonton
" 
Maka yang terjadi orang malah antri mau nonton. Itulah aspek psikologis
karakter penonton Kita. Dan Kita tidak mau orang malah jadi menonton film
itu justru karena peringatan dari Kita.
Unsur Magis
Terus terang kami 100% tidak percaya kalau dikatakan film itu mengandung
unsur magis atau sudah dirasuki setan, sehingga yang melihatnya akan
kemasukan setan Dan jadi tersesat.
Dan kalau Kita cermati, tanpa harus dilakukan penyusupan setan secara ghaib
di film itu pun, sebenarnya nyaris semua acara TV di negeri Kita sudah
berisi 'setan' yang sesat Dan menyesatkan.
Cobalah bayangkan, bukankah infotainment yang isinya zina, cerai, selingkuh,
mabuk, ditangkap karena narkoba atau pejabat yang ketahuan berzina di hotel
merupakan acara yang sesat Dan menyesatkan? Tapi kok malah tetap ditonton?
Ini kan namanya sihir yang nyata.
Bukankah acara film Dan sinetron yang isinya remaja SMP Dan SMU berzina,
pacaran, selingkuh merupakan acara yang sesat Dan menyesatkan? Tapi yang
nonton semakin Hari semakin banyak. Bukankah ini juga merupakan bentuk sihir
abad 21?
Bukankah film setan, horor, hantu Dan ilmu-ilmu ghaib bukan program yang
sesat Dan menyesatkan? Bukankah semua itu berisi nilai-nilai yang penuh
madharat serta merusak fikrah Dan aqidah? Tapi kenapa orang-orang tetap
setia menontonnya sampai subuh? Bukankah ini juga bentuk sihir?
Bagaimana tidak sesat kalau pogram sampah seperti itu setiap Hari diputar,
sejak adzan shubuh berkumandang sampai terbit matahari lagi, isinya cuma
urusan syirik, fitnah Dan maksiat?
Sebuah sinetron sebenarnya sudah dianggap merasuki setan Dan mengadung 
sihir', ketika para pemirsanya bisa dibuat tidak mau beranjak Dan merasakan
ketergantungan untuk selalu terus menonton. Padahal isinya cuma
berputar-putar tidak jelas, apalagi sepanjang sinetron itu tidak pernah sepi
dari maksiat, pacaran, zina, hamil di luar nikah, fitnah, perpecahan
keluarga, anak yang memaki ayah Dan ibunya Dan segudang kesesatan parah
lainnya.
Jelaslah sinetron seperti itu merupakan sihir abad 21, yang sebenarnya jauh
lebih parah Dan lebih berat dari pada sekedar menonton film misionaris.
Peringatan Tetap Dibutuhkan, Tetapi... 

Tapi lepas dari semua itu, Kita ucapkan terima kasih atas peringatan yang
diberikan. Sebenarnya sebagai Muslim yang baik, tanpa harus diberi
peringatan pun pasti Kita sudah tidak akan menonton acara yang isinya hanya
kegiatan Dan ajakan misionaris. Apalagi kalau isinya sesat Dan menyesatkan.
Hanya yang perlu Kita cermati adalah efek heboh yang sebenarnya malah
menjadi kampanye terselubung. Dan agaknya sisi ini tidak salah kalau kita
pertimbangkan. Mengingat karakteristik para masyarakat pemirsa dan konsumen
kita suka latah dan penasaran kepingin tahu.
Misalnya, ada berita di suatu kampung ada kucing berkaki tiga. Lalu
tiba-tiba orang berduyun-duyung datang untuk sekedar menonton. Maka si
kucing berkaki tiga pun ngetop di seantero jagad raya. Bahkan masuk TV
segala.
Terus, kemarin Indonesia dihebohkan dengan terbitnya majalah Playboy
Indonesia. Beragam caci maki dilontarkan kepada penerbitnya. Tapi di sisi
lain, penjualan majalah ini pun sukses besar karena langsung ludes dibeli
orang. Padahal sebelumnya sudah banyak majalah yang lebih porno dari Playboy
beredar di pinggir jalan dan dijual bebas. Tidak ada yang beli. Tapi begitu
pakai nama Playlboy, langsung balik modal dan untung besar.
Jadi yang harus kita waspadai adalah efek domino dari peringatan ini. Jangan
semakin kita hebohkan, yang nonton malah semakin banyak. Akibatnya,
peringatan yang kita buat malah menjadi iklan gratis atas film ini.
Padahal mimbar agama Islam yang diputar subuh di beberapa TV kita, nyaris
sepi dan tidak ada yang nonton. Sungguh sangat ironis bukan?
Apakah TV Haram?
Mungkin nanti ada yang bertanya, kenapa tidak kita haramkan saja televisi?
Kan isinya kemungkaran semua.
Kita masih perlu diskusi lagi untuk masalah ini, dan bukan kita harus
mengharamkan total dari menonton TV. Hanya saja secara tidak langsung,
semakin kita banyak menonton TV, kita harus semakin cerdas untuk memilah dan
memilih.
Sebagai muslim kita harus punya filter ganda untuk bisa dengan sehat aqidah
dan sehat fikrah menonton televisi. Sebab TV kita ini sudah kebanyakan
racunnya dari pada gizinya. Ibarat orang makan kepiting rebus, kebanyakan
tulang, kulit dan durinya dari pada dagingnya. Untuk memakannya agak
merepotkan.
Dan mengharamkan TV tidak sesederhana itu memang. Sebab semakin diharamkan,
maka orang akan semakin banyak nonton. Kembali kepada teori psikologis
konsumen di atas.
Terus Apa?
Yang harus kita pikirkan sekarang adalah bagaimana umat Islam yang konon ada
200 juta di negeri ini bisa memproduksi tayangan TV yang bermanfaat, bebas
syirik dan maksiat.
Kalau untuk memiliki stasiun TVsendiri masih ilusi, setidaknya kita harus
bisa membuat program tayangan TV sekaligus pemasang iklannya. Atau
setidaknya ada dana wakaf umat untuk kita bisa membeli slot di jaringan TV
swasta dan pemerintah. Jadi bisa tampil tanpa iklan.
Tapi biasanya, kalau diskusi sudah sampai di sini, maka para tokoh muslim
akan terdiam, suasana akan hening. Karena dari dulu tidak pernah ada yang
terealisasi dari program yang masih berupa mimpi itu.
Terus terang saja, kita selama ini lebih suka bikin ormas atau bikin partai
dari pada memikirkan sudut yang satu ini. Padahal kita semua sudah ber-ijma'
bahwa media massa adalah wilayah yang mutlak harus dimiliki demi tegaknya
dakwah Islam. Tapi sekian ormas dan partai Islam yang anggotanya menjejali
gedung wakil rakyat, tidak satu pun yang sudah merealisasikan program ini.
Kalau ditanya mengapa, jawabannya klasik sekali, coba kita bertanya pada
rumput yang bergoyang. Capek deh!
Hikmah
Hikmah yang bisa kita petik dari rencana kalangan misionaris memutar film
itu di TV adalah ini merupakan sebuah cambuk buat kita umat Islam.
Pertanyaannya sederhana, apa yang sudah kita kerjakan di dunia pers,
khususnya televisi?
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
Ahmad Sarwat, Lc

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to