http://www.suarapembaruan.com/News/2005/07/14/index.html


SUARA PEMBARUAN DAILY 
SUARA PEMBACA

Tanggapan dari Departemen ESDM 

SEHUBUNGAN dengan pemberitaan di Pembaruan tanggal 6 Juli 2005 dengan judul 
''Kelangkaan BBM Berlanjut'' di halaman 4 (sambungan dari halaman 1) kolom 7 
dengan sub judul Bertanggung Jawab alinea ke-3, yang berbunyi :''Saya tidak 
menyalahkan dia (Menteri ESDM,Red). Tapi buktinya sampai saat ini tidak ada 
satu pun investasi di bidang minyak dan gas di Indonesia'' yang disampaikan 
dalam diskusi bertema ''Krisis Energi Dunia dan Dampak Lingkungan Bagi 
Indonesia'' yang diselenggarakan oleh Lingkar 98. 

Berdasarkan pernyataan tersebut dengan ini disampaikan penjelasan sebagai 
berikut. Pertama, tidak benar bila dikatakan bahwa tidak ada satu pun investasi 
yang masuk di bidang migas pasca pemberlakuan UU No 22 Tahun 2001 tentang 
Minyak dan Gas Bumi. 

Kedua, sebagai informasi, tanggal 12 Desember 2004, pemerintah telah 
menandatangani 46 kontrak investasi di bidang migas senilai US$ 4,243 miliar. 
Selain itu, pada 9 Juni 2005 pemerintah menawarkan sebanyak 27 wilayah kerja 
migas yang merupakan bagian dari 70 wilayah kerja yang akan ditawarkan pada 
periode 2005-2006. 


Sutisna Prawira 

Kepala Biro Hukum dan Humas 


Pelegalan Aborsi, Solusikah? 
SUNGGUH sangat ironis, di tengah maraknya free sex yang sedang naik daun di 
Indonesia, malah ada sebagian masyarakat yang menyetujui dan memberikan sarana 
yang sah bagi terlaksananya perbuatan "kotor" tersebut. Mereka menuntut kepada 
pemerintah untuk melegalkan aborsi dengan dalih, salah satu faktor penyebab 
tingginya angka kematian ibu adalah aborsi yang tidak aman. 

Padahal sebenarnya, faktor yang paling banyak menyumbang tingginya angka 
kematian ibu adalah rendahnya kualitas gizi ibu melahirkan dan pelayanan 
kesehatan yang tidak memadai. Jadi bila yang mereka inginkan adalah menurunkan 
angka kematian ibu, mengapa mereka tidak menuntut pemerintah untuk memperbaiki 
hal tersebut. 

Pada faktanya, lebih dari separuh atau 58 persen dari 2558 kasus tindakan 
aborsi dilakukan oleh remaja putri usia 15-24 tahun yang mayoritas diantaranya 
tidak menikah (62 persen). Jika begitu, benarkah aborsi dapat menjadi solusi 
bagi permasalahan ini ataukah malah menyemarakkan maksiat yang pada akhirnya 
membuat hancur masa depan negeri ini? Saya mengimbau kaum feminis untuk 
berpikir cerdas dan kaji ulang UU mengenai pelegalan aborsi. 

Sri Mulyani 

Jakarta 



Tulisan Ivan Taufiza 
OPINI di Suara Pembaruan tanggal 12 Juli 2005 berjudul ''Wahai Para Penganggur, 
Bangkitlah'' yang ditulis Ivan Taufiza (People and Culture Director, MLC Life 
Indonesia) pada dasarnya menarik. Namun, disayangkan, pemikiran tersebut tidak 
hanya usang dalam hal substansi, tapi bahkan juga tidak memiliki perbedaan 
barang satu kata pun dengan tulisannya di Majalah Human Capital beberapa bulan 
lalu. 

SP yang kecolongan? Atau, Ivan yang sengaja menguji ketelitian kita? 


S H Kumaladewi 

Product Manager Perusahaan Farmasi di Jakarta. 

[EMAIL PROTECTED] 


Lembaga Maaf 
BILA seseorang diberitakan mengenai sesuatu peristiwa yang dianggapnya tidak 
dapat diterima, ia dapat membantah antara lain dengan mengatakan bahwa berita 
itu adalah perbuatan yang tidak menyenangkan, fitnah, merugikan nama baik, atau 
character assassination. Untuk itu, pasal-pasal dalam hukum pidana atau UU 
Pers, maupun hukum perdata dapat dipakai untuk penuntutan di depan hukum. 

Biasanya pengadilan berusaha mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa, dan 
buntutnya ialah permintaan maaf dari yang memberitakan, dalam bentuk iklan di 
media cetak atau pertemuan langsung antara pihak-pihak bersangkutan. 

Bila permohonan maaf menjadi modus penyelesaian sengketa itu, yang diperlukan 
adalah jiwa besar dari yang memberitakan dengan mengakui kesalahannya, dan jiwa 
besar yang merasa dirugikan dengan menerima permintaan maaf itu. 

Cara penyelesaian ini patut mendapat simpati kita semua, dan patut didukung, 
jika menyangkut sengketa yang berada dalam bidang privat antara 
individu-individu, atau antara perusahaan dengan individu, atau antara 
perusahaan dan perusahaan. 

Iklan permohonan maaf ini dapat juga berupa bagian dari vonis yang dijatuhkan 
hakim. 

Tetapi patut ditolak kalau persoalannya mengenai korupsi, yang merupakan 
penyakit akut negeri ini, yang telah memporak-porandakan sendi-sendi kehidupan 
dan peradaban negara ini. Setiap berita yang mengindikasikan terjadinya 
korupsi, harus dijadikan permulaan tindakan penyelidikan, penyidikan dan 
diadili. Kalau kemudian dalam tahap-tahap diatas terbukti bahwa berita yang 
telah tersebar luas itu tidak benar, dan subjek terkait dibebaskan dari semua 
sangkaan, ia dapat meminta/menuntut permintaan maaf. 

Jangan sampai lembaga maaf ini dijadikan sarana untuk menghilangkan jejak bagi 
mereka yang terlibat korupsi, dan komoditi bagi penyiar berita. Hal ini adalah 
tantangan buat media dan LSM, agar berhati-hati melansir suatu berita tentang 
korupsi kalau belum mengantongi bukti yang dapat diterima menurut hukum yang 
berlaku. 


Kahar Zakir 

Cinere 


Konsumen Diperas Pengelola Jalan Tol 
SETIAP sore saya menggunakan jalan Tol Bintaro dalam perjalanan pulang dari 
Karawaci ke Pondok Indah. Saya masuk dari jalan Serpong Raya. Di suatu 
pertigaan jalan terpampang petunjuk jalan belok kiri menuju Jakarta/Bintaro 
lewat tol, sedang lurus ke Ciputat dengan jalan biasa. 

Nah, di pertigaan itu, saya selalu belok kiri. Dari sana ke pintu tol Pondok 
Aren berjarak 4,5 km. Ke luar melalui Pondok Aren, kita dapat menuju Bintaro. 
Tarifnya Rp 2.500. Untuk menghindari lalu-lintas yang cukup padat di wilayah 
Bintaro, kami biasanya meneruskan perjalanan tol hingga pintu gerbang Pondok 
Ranji. Jika keluar dari gerbang tersebut dikenakan tarif Rp 3.500. Jarak 
gerbang Pondok Aren-Pondok Ranji cuma 1,5 km. Dari Pondok Ranji menuju Bintaro 
kira-kira 4 Km. Sejak tol Bintaro dibuka, pengendara tidak dikenakan tarif lagi 
untuk ke luar ke Bintaro, karena kami yakin tarif Rp 3.500 untuk jarak 10 Km 
sudah cukup mahal. 

Sejak dua bulan terakhir dibangun gerbang tol baru di "mulut" Bintaro. Selama 
ini pengendara yang lewat gerbang itu hanya menyerahkan tanda bayar yang 
diserahkan petugas tol ketika kita membayar di Pondok Ranji, tapi tidak 
dipungut biaya. Terhitung 12 Juli 2005 pukul 14:00, pengendara yang ke luar ke 
Bintaro dipungut biaya lagi sebesar Rp 1.500, dus, untuk jarak 10 km, 
pengendara Golongan I dikutip biaya Rp 5.000. 

Ini suatu kebijakan yang "gila", menurut hemat saya. Konsumen benar-benar 
diperas oleh pengelola jalan tol. Tarif Rp 3.500 untuk jarak 6 km. pun 
sebenarnya kami nilai mahal. Kenapa pengelola memungut lagi biaya sebesar Rp 
1.500 padahal tidak ada tambahan jalan yang dibuat pengelola? 

Kami imbau agar DPR "menjewer " perusahaan tol tersebut dan membatalkan 
tambahan tarif yang mengada-ada itu. 


Tjipta Lesmana 

Pondok Indah 



Last modified: 14/7/05

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke