http://www.sinarharapan.co.id/berita/0504/05/opi01.html
Urgensi Fatsun Politik Wakil Rakyat Oleh Nandar S. Darna Kalau saja Sidang Paripurna DPR yang membahas kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) 16 Maret lalu hanya berakhir ricuh, hal itu masih wajar meskipun tidak kita kehendaki. Tetapi adu fisik antaranggota dewan dalam sidang tersebut, jelas merupakan peristiwa memalukan karena telah menjatuhkan kehormatan dan wibawanya sebagai wakil rakyat. Publik maklum bahkan salut atas antusiasme anggota dewan memperjuangkan nasib rakyat. Pertanyaannya, apakah layak dan masuk akal sehat mereka mengorbankan harga diri, dan apakah mungkin orang lain dapat diyakinkan dengan kekerasan fisik? Dalam wawancara dengan Metro-TV, seorang pimpinan sidang, dari F-KB, Muhaimin Iskandar, mengatakan peristiwa itu sebagai bagian dari demokrasi. Pernyataan tersebut memang benar, jika yang beliau maksudkan adalah demokrasi yang kebablasan. Padahal, yang lazim dan telah kita sepakati bersama, segala bentuk kekerasan, lebih-lebih pemaksaan kehendak dan kekerasan fisik, bertentangan dengan jiwa dan semangat kehidupan demokrasi itu sendiri. Sebetulnya parlemen itu andalannya adalah bersuara (parle = bersuara), bahkan anggota parlemen memiliki hak imunitas hukum dalam mengemukakan pendapatnya. Jadi, mereka memiliki kebebasan untuk meyakinkan orang jika hanya dilakukan dengan suara pendapatnya secara argumentatif, persuasif, dan komunikatif. Konflik kepentingan antarelite politik adalah hal wajar. Tetapi jika sampai mengarah tindak premanisme di antara mereka, artinya telah ada kemacetan komunikasi politik. Padahal, sidang-sidang DPR jelas menyangkut kepentingan dan kebijakan publik. Kenyataan pahit tadi menuntut segera diperbaiki oleh para anggota dewan sendiri, mengingat tiga hal prinsipil. Pertama, sejak bergulirnya reformasi, citra lembaga legislatif kita baik di pusat maupun daerah kian merosot dan belum ada tanda-tanda akan bangkit dari keterpurukannya. Jika para anggota dewan tidak berintrospeksi dan memperbaiki diri, mereka akan kehilangan kepercayaan rakyat. Kedua, jika terjadi lagi praktik premanisme dalam sidang, maka perumusan berbagai kebijakan publik justru akan terhambat, sementara DPR terikat deadline dalam membuat keputusan. Ketiga, kemacetan komunikasi di antara elite politik, lebih-lebih di tingkat pusat, sangat berpotensi menimbulkan konflik horizontal di luar. Tanpa Kendali Baku pukul di parlemen terjadi akibat aspirasi anggota DPR terbelenggu oleh elite-elite fraksi. Seharusnya Badan Kehormatan DPR bersikap tegas dengan menyatakan, menggunakan kekerasan fisik adalah melanggar kode etik karena melecehkan aturan internalnya sendiri. Hal ini nampaknya merupakan bagian dari fenomena bentuk ketidakberaturan, keacakan (randomness) dan ketidakpastian nilai yang mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara akibat lemahnya pengendalian diri dan hilangnya kekuatan pengaturan. Kehidupan demokrasi modern menghendaki adanya manajemen komunikasi politik yang pertama-tama harus diimplementasikan presiden sebagai kepala negara. Hal yang urgent ini justru tidak dilakukan pihak eksekutif ketika hendak memutuskan dan mengumumkan kenaikan harga BBM, sehingga para anggota DPR wajar melakukan protes, karena persetujuan dari lembaga legislatif memang diperlukan ketika pemerintah hendak memutuskan kebijakan strategis negara. Adu fisik sesama anggota dewan tersebut juga sebagai efek domino psikologi politik, karena pihak eksekutif sebelumnya telah melakukan "pemaksaan kehendak" dalam membuat keputusan harga BBM. Mengapa pemaksaan kehendak sering terjadi di negara kita? Karena bangsa ini masih dipenuhi berbagai gerak turbulensi sosial, yakni semacam pergerakan sosial yang tidak beraturan dan acak; wacana ekonomi yang dihantui fluktuasi kronis, wacana sosial yang dilanda kekerasan tanpa akhir, dan wacana politik yang berkembang tanpa arah. Kondisi turbulensi tak terkendali menyebabkan proses demokratisasi berkembang secara liar, tanpa arah, tanpa kendali. Tampaknya dalam turbulensi itu ada berbagai kekuatan yang menarik elemen-elemen bangsa kita ke sana ke mari dalam pola ketidakberaturan dan keacakan. Kekuatan penarik itu bersifat kontra-produktif, karena menjadi faktor penyebab utama timbulnya kemacetan komunikasi (demokrasi), kekuatan status quo di dalam reformasi, kekuatan parasit di dalam ekonomi, kekuatan micro-fascism di dalam demokrasi, kekuatan separatisme di dalam persatuan. Kesantunan Politik Yasraf Amir Piliang mengatakan, berkembangnya turbulensi dalam sebuah sistem yang tengah membangun sebuah proses demokrasi hal biasa. Namun, turbulensi merupakan ancaman demokrasi jika ketidakberaturan, keacakan, dan ketidakpastian nilai berkembang ke arah hiper-demokrasi dan lenyapnya kekuatan pengendalian. Dalam kehidupan demokrasi, kita memang berhak dan bebas berpendapat tanpa takut terhadap setiap tekanan dari pihak mana pun. Namun, agar setiap pribadi maupun kelompok komunitas tertentu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki kekuatan pengendalian, kita harus memiliki kebebasan yang bertanggung jawab. Jika tidak, maka yang terjadi ketidakberaturan, keacakan, bahkan ketidakpastian nilai yang tak terkendali. Jadi mudah dipahami faktor penyebab paling fundamental dari praktik premanisme di antara sesama anggota dewan ketika bersidang adalah tidak diindahkannya kesantunan (fatsun) politik, sehingga mereka tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri, di samping sudah kehabisan modal argumentasi yang objektif dan rasional. Padahal, salah satu tugas elite politik dan pemimpin bangsa adalah mengembangkan keberadaban politik berupa wacana dan komunikasi politik yang konstruktif, memberikan inspirasi, santun dan mendekatkan pada upaya penyelesaian masalah. Dalam psikologi komunikasi dikenal tiga cara penyampaian gagasan. Pertama, cara permisif yakni sikap mengalah. Meski kadang diperlukan, namun jika terus bersikap mengalah memungkinkan orang lain untuk menginjak-injak hak-haknya, dan secara tak langsung akan mengondisikan munculnya tiran. Kedua, cara agresif atau sikap menyerang. Jika seseorang terlalu sering menyerang dengan kritikan tajam, akan memperbanyak lawan dan masalah. Ketiga, cara asertif yang dipakai seseorang dengan mengomunikasikan pemikirannya secara jelas, lugas dan tegas, tetapi tanpa menyakiti/ merendahkan pihak lain. Hal ini dibutuhkan dalam kesantunan komunikasi politik. Komunikasi pemikiran yang dikembangkan sebagian elite politik justru sering tidak rasional, sehingga masyarakat juga sulit menyikapinya secara santun dan partisipatif. Mereka nampaknya terbiasa mengembangkan rasionalitas politik yang, seperti dikatakan Habermas, hanya sebagai rasionalitas "akal-akalan" sekadar memperjuangkan kepentingan pribadi/kelompok/partai dengan cara menjatuhkan atau memojokkan pihak lain. Dengan agresivitasnya, mereka kehilangan daya pengendalian diri, sehingga yang dilakukan bukan gebrakan pemikiran politik secara elegan, melainkan gebrakan meja yang memicu baku tinju sesama anggota dewan. Penulis adalah pengamat masalah sosial-politik, alumnus (PhD) Ohio University, berdomisili di Depok. Copyright © Sinar Harapan 2003 [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for anyone who cares about public education! http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/