http://www.suaramerdeka.com/harian/0504/18/opi4.htm
Senin, 18 April 2005WACANA


Urgensi Metodologi Studi Agama
Oleh: Surachman Nugroho

BERANGKAT dari keterkejutan nalar keagamaan, tulisan ini menanggapi tulisan Sdr 
Adi Ekopriyono (AE) ( SM 18/3/ 2005) berjudul "Menggagas Fundamentalisme 
Humanistik ". Saudara AE menyimpulkan, timbulnya ketidakdamaian yang kita 
rasakan akhir-akhir ini berakar pada semacarn pemahaman fundamentalisme agama, 
yaitu paham yang cenderung rnemaknai agama hanya pada aspek-aspek lahiriah 
simbolik semata. Mereka cenderung tidak berusaha memaknai esensi ajaran agama, 
baik berupa agama Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, maupun Konghucu.

Sebagai jalan alternatif dalam memaknai ajaran agama, selanjutnya AE menawarkan 
pemahaman fundamentalisme dalam corak yang lain, Fundamentalisme Humanistik 
yaitu paham keberagamaan yang menitikberatkan pada esensi agama ; yang menurut 
pandangan AE adalah nilai-nilai kemanusiaan universal Sayangnya atau nikmatnya, 
Sdr AE dalam menawarkan paradigma Fundamentalisme Humanistiknya tidak dilambari 
dengan metodologi untuk mencapai pemahaman agama yang dalam hal ini diklaimnya 
sebagai esensi agama, Alhasil kita akan kesulitan atau berbeda pendapat ikhwal 
menyimpulkan apa itu esensi sebuah ajaran agarna. 

Mengambil contoh sebuah kasus dalam agama Islam. Konon dikatakan salah satu 
esensi ajaran agama adalah penegakan keadilan. Lalu benarkah pernyataan bahwa 
pemberian warisan kepada wanita yang hanya sebesar 1/2 bagian pria bisa 
dianggap tidak adil? 

Sekelompok orang, dengan alasan-alasan tertentu justru menganggap sangat adil 
karena dengan 2/3 bagiannya itu sang pria wajib menafkahi keluarganya. Satu hal 
yang tidak terjadi pada wanita. 
Tanpa dilambari konsep kunci semacam metodologi, penarikan kesimpulan yang 
sistematis dan memenuhi kaidah logika, tentu akan menyeret kita pada berbagai 
kerancuan berpikir. Ini adalah kemusykilan pertama dalam ide pemikiran yang 
ditawarkan oleh AE.

Persoalan lainnya adalah bagaimana cara menentukan bahwa prinsip-prinsip 
tertentu adalah esensi agama, sementara yang selebihnya tidak esensial bagi 
agama. Sayangnya atau lagi-lagi nikmatnya Sdr AE tidak menjelaskan bagaimana 
cara menentukan nilai-nilai kemanusiaan universal, yang bisa jadi nilai 
kebutuhan universal suatu masyarakat bisa berbeda-beda dan tergantung pada 
konteks sosial-budaya dan politik serta setting sejarah keberadaan masyarakat 
tersebut. 

Misalnya saja nilai universal yang didambakan masyarakat Indonesia adalah 
kejujuran, hal ini karena terkait erat dengan kenyataan bahwa Indonesia adalah 
negara dengan tingkat korupsinya yang demikian sangat akut. Berbeda dengan 
Indonesia, di negara-negara barat misalnya, nilai universal yang didambakan 
adalah makna kehidupan (Armahedi Mahzar.2001). Hal itu karena kehidupan di 
dunia barat telah digilas oleh modernitas hingga menjadi sekumpulan paket 
ritual an sich yang telah kehilangan makna sejatinya. Persoalan menentukan yang 
mana yang dimaksud esensi ajaran agama adalah kemusykilan kedua dalarn ide 
pemikiran Sdr AE.

Yang tak kalah pentingnya adalah tatkala kita telah sepakat tentang apa yang 
dijadikan esensi agama, adalah bagaimana menyatakan kesimpulan hukum sejalan 
atau tidak sejalan dengan hal-hal yang dianggap esensial tersebut. Sebagai 
contoh, lagi-lagi kita ambil dari agama lslam, hukuman yang adil bagi pelaku 
zina konon katanya adalah hukuman rajam. Hari ini hukuman rajam bagi para 
pelaku zina sudah tidak tepat untuk diterapkan, dengan alasan karena kalau kita 
menerima hukum rajam bagi pezina berarti kita telah menerima nash secara 
ta'abuddi dan menekankan aspek jawabir, sehingga kita harus melihat hikmah 
hukuman itu; yakni, membuat kapok mereka yang berbuat zina dan harapannya 
mereka tidak mengulanginya lagi. 

Hukum rajam ditujukan untuk mendidik. Karena itu, di zaman modern, hukum rajam 
dapat diganti dengan hukuman lainnya. Pokoknya pelaku zina tersebut kapok. 
Ilustrasi tersebut adalah contoh pemikiran kontroversial Ibrahim Hosein yang 
bersandar pada esensi agama, yang dalarn kasus ini menyimpulkan esensi 
keberadaan hukum rajam bagi pelaku perbuatan zina ( Prof. Ibrahim Hosein.1994 
). 

Cendekiawan Islam terkemuka Indonesia, Jalaluddin Rakhmat dengan enteng 
mengomentari gagasan Ibrahim Hosein di atas bahwasanya dengan hukuman rajam 
pelaku zina pasti akan kapok karena dia mati. Alhasil, cara menentukan suatu 
kesimpulan hukum sejalan atau tidak dengan esensi agama adalah kemusykilan 
ketiga dalam ide tawaran pernikiran Sdr AE.

Aspek Sosial Politik
Saya cenderung melihat fenomena perilaku anarkisme keagamaan terutama di 
kalangan masyarakat Islam dari sisi yang lain, yakni dari sisi sosial-politik. 
Sejak berdirinya Republik ini umat Islam selalu dipinggirkan peranannya baik 
pada era Orde Lama maupun era Orde Baru, padahal jumlah umat Islam adalah 
mayoritas. Hal ini tentunya menimbulkan semacam perasaan tersisihkan atau Iebih 
tepatnya disisihkan, sehingga scbagian umat Islam merasa frustasi. Ditambah 
lagi oleh adanya kenyataan banyaknya aktivis Islam yang ditangkap dan 
dipenjarakan oleh rezim pemerintah dengan tidak didasari alasan yang jelas. 
Karenanya kewajaran sejarah apabila ada pola gerakan semacam yang dimotori oleh 
Imam Samudera cs dengan aksi bomnya, atau FPI dengan pola gerakan sweeping 
tempat-tempat yang mereka anggap sebagai sarang perbuatan maksiat.

Pada tataran internasional umat Islam pun tidak kalah memprihatinkan kondisi 
sosial politiknya. Kita bisa saksikan bagaimana Yahudi-Israel dengan pongahnya 
mengangkangi tanah Palestina, Amerika Serikat dengan tanpa perasaan bersalah 
meluluhlantakkan sebuah negara Islam berdaulat, dalam hal ini Afghanistan, 
dengan argumen Usamah bin Ladin dan jaringan teroris internasionalnya. 

Merasa tak puas membunuh anak-anak dan wanita tak berdosa Afghanistan, Amerika 
Serikat pun membabat habis Irak dengan tuduhan memproduksi senjata pemusnah 
massal, walaupun sampai kini tidak ada indikasi bukti adanya senjata pemusnah 
massal tersebut. 

Kondisi-kondisi perlakuan yang diderita umat Islam seperti itu telah memberikan 
tekanan psikologis yang luar biasa dahsyatnya pada kerangka nalar berpikir 
umat. Akibatnya sebagian umat Islam yang tidak sabar terhadap realitas 
kekalahan dalam percaturan peradaban mereka tidak berpikir panjang dan 
melakukan perlawanan dengan cara-cara perilaku anarkisme keagamaan yang 
mengedepankan sisi simbolik suatu ajaran agama..

Jadi menurut saya, fenomena pemahaman formalisme agama yang cenderung 
menekankan aspek simbolik dari suatu ajaran agama, serta berperilaku anarkisme 
dalam mencapai tujuan mereka yang diangapnya sebagai tujuan agama, semata-mata 
bukan karena ada proses internalisasi agama menjadi sebuah ideologi, 
sebagaimana tersirat dalam tulisan Sdr AE, melainkan justru karena adanya upaya 
politisasi agama, serta adanya pihak-pihak tertentu yang sengaja ingin memetik 
keuntungan yang sebesar-besarnya dari matinya nalar kritis umat. 

Bukankah berkembangnya teologi Asyariah yang cenderung pasrah terhadap keadaan 
tak lepas dari adanya dukungan penguasa saat itu untuk kepentingan melindungi 
status quo dan menghindari munculnya kesadaran kritis di kalangan umat
Sosok Dr.'Ali Syariati bisa dibilang sebagai contoh representasi seorang 
penganut pandangan ideologi Islam. Dalam hal ini pribadi dirinya serta riwayat 
hidupnya cukup untuk dijadikan bukti bahwa seorang penganut paham ideologi 
agama, yang dalam hal ini agama Islam, atau orang yang memahami agama secara 
ideologis ternyata tidak serta merta berpandangan formalistik dan juga tidak 
terjebak pada simbol-simbol dalam memaknai suatu agama. 
Kalaupun toh dia dituduh menyebarkan keresahan dan suasana yang menjurus pada 
ketidakdamaian di kalangan masyarakatnya, hal itu semata-mata demi melakukan 
proses penyadaran terhadap penindasan rezim yang seoang berkuasa saat itu.

Saudara AE menampik pemahaman agama secara ideologis atau yang lazim disebut 
ideologisasi agama dengan argumen hal itu akan berdampak pada keterjebakan umat 
beragama pada sisi -sisi simbolik ajaran agamanya, sehingga mereka melupakan 
esensi ajaran agamanya yang pada akhirnya berujung pada perilaku ekslusivisme 
keagamaan tertentu. Sayangnya Sdr AE tidak berlaku serupa untuk mengkritisi 
terhadap kecenderungan agamaisasi ideologi. Dimana sebuah ideologi, konsensus 
sosial, atau mazhab pemikiran telah bermetamorfosa menjadi semacam agama. 

Bukankah hari ini televisi telah menjadi the first God (Jalaluddin 
Rakhmat.1992) sedangkan iklan telah menjadi semacam ajaran agama dimana 
seruannya senantiasa dilaksanakan secara khusuk dan penuh khidmat oleh sebagian 
besar masyarakat kita. Selain itu, bukankah berangkat dari tontonan televisi 
acapkali perilaku sadisrne dan tindak anarkisme lainnya juga sering menimbulkan 
keresahan dan suasana ketidakdarnaian di kalangan pemeluk agama. Bukankah 
realita di lapangan menunjukkan bahwa ternyata suasana ketidakdarnaian bukan 
hanya berasal dari pemaharnan agama yang cenderung formalistik 
-fundamentalistik.

Perilaku eksklusivisme pun tak lepas dari perilaku pemeluk "agarna televisi", 
di mana kecantikan telah menjadi rnonopoli wanita dengan kulit putih, berambut 
lurus, dan bertubuh ramping. Pertanyannya, apakah tidak ada kecantikan pada 
masyarakat Irian Jaya atau suku bangsa lainnya yang berkulit hitam, berambut 
keriting,dan bertubuh relatif gendut? Bukankah ini juga termasuk sebuah bentuk 
eksklusivisme?

Alhasil ekslusivisme, dan suasana ketidakdamaian, bukanlah semata-mata produk 
pemaknaan agama yang formalistik, juga bukan karena agama telah dijadikan 
sebentuk ideologi untuk memandang sebuah dunia. Akan tetapi terarnat banyak 
faktor serta sisi-sisi kehidupan yang mesti diurai, dianalisis, dan dipecahkan 
secara metodik dan sistematis. Di antara sekian banyak faktor tersebut adalah 
lemahnya budaya berpikir kritis dan lemahnya cinta terhadap ilmu pengetahuan di 
kalangan masyarakat Indonesia. Dialah Yang Maha Tahu. (18)
-Surachman Nugroho, mantan staf Yayasan Pendidikan Islam Al- Mursalaat 
Magelang, peminat masalah sosial - keagamaan

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose. A simple way to provide underprivileged children resources 
often lacking in public schools. Fund a student project in NYC/NC today!
http://us.click.yahoo.com/5F6XtA/.WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to