>From list member Budhisatwati KUSNI
<[EMAIL PROTECTED]>
---
CATATAN SEORANG KLAYABAN: GURU DAN MURID

Pada tanggal 09 Juli 2004, Harian Kompas, Jakarta,
menurunkan sebuah berita berjudul "Pihak Asing
Campuri Pemilihan Presiden" dalam mana dikemekukakan
pendapat Kwik Kian Gie tentang suatu sikap
mental yang tercermin melalui hubungan antara guru dan
murid. Secara khusus dalam hal ini hubungan
antara mantan para mahasiswa William Liddle dengan
sang profesor yaitu William Liddle setelah mereka
usai belajar dan pulang ke Indonesia.

"Fungsionaris Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDI-P) ini menyayangkan sikap pengamat
Indonesia yang seolah menempatkan diri menjadi asisten
bagi pengamat asing. Padahal, wawasan maupun
pengetahuan mereka tentang Indonesia lebih utuh
daripada pengamat asing. "Saya sendiri belajar di
luar negeri, tetapi setelah selesai dan berpengalaman
begitu lama, tidak bisa lagi menjadi murid
mereka. William Liddle tidak tahu apa-apa tentang
lapangan di Indonesia, sedangkan murid- muridnya
itu sudah di sini dan lulusnya sudah lama, serta tahu
betul lapangan. Tetapi, kenapa secara mental
mendudukkan diri sebagai asistennya? Kalau
berkomunikasi dengan profesor, saya tidak begitu,"
kata
Kwik lagi [Lihat: Harian Kompas, Jakarta, 09 Juli
2004].

Sehubungan dengan sikap mental ini juga maka ketika
berbicara tentang pembangunan pendidikan di
Indonesia, Kwik Kian Gie juga menjelaskan bahwa:

"Kebetulan pada akhir sidang kabinet disinggung. Ibu
Presiden sendiri memberikan sinyal begini,
jangan hanya angka-angka terus, bagaimanapun kalau
bicara pembangunan pendidikan jangan hanya
menambah ilmu, tetapi watak, karakter bangsa juga
harus diperhitungkan dalam menyusun kurikulum,"
kata Kwik menanggapi pertanyaan tentang pemilihan
presiden "[Ibid].

Perihal yang dikemukakan oleh Kwik ini, yaitu hubungan
guru dan murid, peranan universitas dan
pemberian beasiswa atau pun bantuan sebenarnya
merupakan masalah yang cukup luas, menyangkut
berbagai segi, dan tentu saja mempunyai hubungan
dengan unsur politik. Ambil contoh grup sarjana
yang di Indonesia disebut sebagai "Berkeley Mafia" dan
yang berperanan penting selama Orde Baru
[Orba] terutama pada periode-periode awal, atau
"Chicago Boys" di Chile pada periode kekuasaan
Jenderal Pinochet yang  dengan kudeta berdarah telah
menggulingkan kekuasaan Presiden terpilih
Salvador Allende, melalui "Operasi Jakarta"-nya, belum
lagi jika kita mengambil kehadiran
profesor-profesor asing di berbagai universitas
penting di Indonesia pada zaman Presiden Soekarno,
entah  sebagai peneliti ataupun pengajar, barangkali
kita bisa melihat dibalik semua itu ada unsur
politis dan disandang sekaligus sebagai misi. Jika
kita membaca dokumen-dokumen dan tulisan-tulisan
para pakar tentang masalah Tragedi Nasional September
1965, terutama "persiapan-persiapan"
mendahuluinya, kalau kita mau percaya, kita akan bisa
mendapatkan banyak bahan acuan yang menarik.
Tapi dalam "Catatan" ini, saya tidak ingin memasuki
masalah tersebut lebih lanjut. Melalui alinea
ini, saya hanya ingin mencanangkan bahwa apa yang
diungkapkan oleh Kwik bukanlah masalah baru dalam
sejarah Indonesia dan dunia. Tapi seperti kata Arief
Budiman ketika kami membicarakan masalah ornop
[organisasi non pemerintah] dan dana luar,
persoalannya terletak pada "siapa menggunakan siapa".

Jika memusatkan masalah pada soal sikap mental dalam
hubungan guru dan murid, di sini pun
bermacam-macam pertanyaan bisa diajukan. Misalnya
mengapa murid khoq bisa berulah selamanya seperti
murid dan jika menggunakan istilah Kwik sebagai
"asisten". Mengapa guru selalu dan selamanya
dipandang sebagai "dewa". Menghormati dan
berterimakasih kepada sang guru tidak semestinya
menghilangkan kedirian mantan murid. Hanya saja saya
menganggap bahwa sikap mental biasanya
mempunyai dasar sosial, politik dan ekonomi serta
budaya tertentu yang dominan pada suatu ketika. Ia
bukan muncul begitu saja. Untuk itu diperlukan
pengetahuan persis dan rinci tentang orang-perorang
yang menganut sikap mental demikian.Patut juga
dipertanyakan, apakah William Liddle memang ingin
para mantan muridnya [untuk lebih keren, para mantan
mahasiswanya] memperlakukan diri sang profesor
selamanya sebagai guru dan "dewa" pegangan? Kalau
Kwik, menyebut William Liddle turut campurtangan
dalam pemilu, sekarang, semestinya Liddle memberikan
keterangan terbuka, benarkah ia punya maksud
politik tertentu dengannya sebagai mantan profesor
para mahasiwanya dan sebagai peneliti serta
indonesianis? Tentu saja harapah ini tidak akan kita
dapatkan dan tidak akan kita dengar dari
Liddle.Kalau pun demikian, saya kira, kita tidak bisa
menyalahkan Liddle. Masalahnya, barangkali
terletak pada bagaimana kita bisa menangkal
campurtangan? Mengapa kita sampai bisa
dicampurtangani?
Tidakkah keadaan demikian mempertontonkan diri kita
yang sangat tergantung, lemah dan tidak berdaya
sehingga hanya ribut sendiri? Sebagai bandingan,
mengapa sekian banyak usaha intervensi dari
terhadap Republik Rakyat Tiongkok [RRT],tapi RRT tetap
tidak meributkannya? Kuba yang dikepung
Amerika Serikat, dihujani dengan macam-macam
propaganda anti Kuba, tapi sampai sekarang Kubanya
Fidel Castro masih saja eksis, padahal Amerika Serikat
mempunyai basis militer di Guantanamo di
ujung timur pulau itu? Berapa kilometer gerangan jarak
Habana dan Guantanmo? Kalau karena
pendapat-pendapat dan komentarnya terhadap masalah
Indonesia, lalu Liddle dikatakan sebagai telah
melakukan campurtangan, barangkali pendapat dan sikap
begini terlalu jauh. Saya merasa komentar
seorang Liddle sebagai Indonesianis yang menjadikan
Indonesia dan permasalahannya sebagai obyek
studi dan pengamatannya, sangatlah wajar. Barangkali
dari pendapat Liddle, Indonesia bahkan bisa
memungut manfaat. Mengkritik dan apalagi jika sampai
mencerca Liddle karena atau semata oleh
pendapat-pendapatnya, saya kira sudah berlawanan
dengan epistemologi ilmu-pengetahuan yang
diperlihatkan melalui sikap menolak kritik. Sekali
lagi, apakah ini bukan ujud dari kelemahan?
Pendapat, mengapa tidak dijawab dengan pendapat?
Argumen mengapa tidak dijawab dengan argumen dan
data? Kecuali kalau ada bukti bahwa Liddle melakukan
komplotan politik secara terorganisasi di luar
bidang social-sciences. Tepat tidaknya pendapat dan
argumen Liddle, layak dijawab dengan argumen dan
buktikan ketidaktepatannya. Bukan dihadapi dengan main
pasang topi yang sangat tidak nalar dan
kebingungan serta ketentuan adminsitratif seperti yang
pernah dialami oleh Ben Anderson. Saya kira
sikap adu argumen dan data, dan bukan main pasang topi
dan larang atau main cekal dan usir, adalah
sikap yang nalar.

Kalau para mantan murid Liddle masih menganggap Liddle
sebagai "dewa" mereka, ini adalah urusan
mereka, yang sekaligus memperlihatkan kadar mereka
sebagai manusia serta taraf kesarjanaan mereka.
Saya tidak terlalu hirau dan sama sekali tidak risau.
Karena di Indonesia bukan hanya ada mantan
murid-muridnya Liddle, walaupun barangkali sekarang
ini mantan murid-muridnya Liddle mempunyai
posisi dan kekuatan tertentu karena mempunyai ini dan
itu, terutama dari segi finansil, misalnya.
Sikap ini saya ambil berdasarkan keyakinan bahwa
"seseorang bisa menipu sekali dua kali, tetapi
tidak akan bisa menipu selama-lamanya". Apalagi saya
percaya benar pada kejujuran dan kekuatan
rakyat negeri ini, bahwa di negeri ini masih ada
orang-orang jujur. Masih ada manusia. Mengapa takut
pada Liddle dan para mantan mahasiswanya yang
"mendewakan" dia [kalau benar!], sedangkan Bush dengan
ribuan serdadunya saja sudah kalangkabut di Irak,
Amerika Serikat sudah dikalahkan di Vietnam.
Apakah pada dasarnya rakyat Indonesia itu pengecut dan
gampang digertak? Saya masih percaya, dan
sejarah masih mencatat bahwa rakyat negeri ini
bukanlah rakyat pengecut. Tidakkah rakyat ini juga
dahulu yang pernah mencoret tembok-tembok kota dengan
slogan: "Merdeka atau Mati" ketika mengusir
kolonialisme Belanda, tak ada senapang mereka
menggunakan bambu runcing menghajar lawan. Kita adalah
turunan rakyat demikian, rakyat yang punya harga diri
dan tahu arti martabat kemanusiaan. Yang
pengecut lebih banyak orang-orang dari lapisan
elitenya. Bukan rakyat.

Perihal para Indonesianis, memang bermacam-macam
jenisnya. Ada yang sekaligus membawa misi politik,
ada yang murni ilmuwan tanpa takut risiko,ada yang
menjadi ilmuwan sekaligus berhitung akan periuk
dan belanga nasinya sehingga sangat oportunis seperti
"bendera di atas bukit", ujar orang Minang.
Inipun urusan para Indonesianis itu, bukan urusan
Indonesia.

Kesimpulannya? Mengapa mesti takut kepada Liddle dan
para pengikutnya? Sedangkan bagi yang mau
membudak, yang mau jadi embel-embel seumur hidup, juga
silahkan! Mereka hanya segelintir sangat
kecil dan tidak lebih dari busa di sungai yang tak
akan sampai ke muara. Mereka pun tak lain dari
"bendera di atas bukit" itu. Yang sarjana pun bukan
hanya mereka, kemudian yang lebih bersifat kunci
lagi:  Kembalikan Indonesia kepada rakyat Indonesia!
Cepat atau lambat, rakyat akan merebut kembali
haknya.Rakyat dan bangsa negeri ini bukan rakyat dan
bangsa cacing. Bukan rakyat dan bangsa tempe,
ujar Bung Karno.

Masalah sikap mental selain erat tautannya dengan
pilihan politik dan masalah pendidikan, ia pun
menjadi urusan para sastrawan-seniman.Sebaiknya
setelah berguru dengan para profesor di dalam dan di
luarnegeri, mengapa tidak kemudian kita berguru kepada
orang kampung, menyatukan diri dengan
mereka?! Jalan inikah yang ditempuh oleh para
cendekiawan dan sarjana kita?


Paris, Juli 2004.
----------------
JJ. Kusni




                
__________________________________
Do you Yahoo!?
Yahoo! Mail - 50x more storage than other providers!
http://promotions.yahoo.com/new_mail


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Yahoo! Domains - Claim yours for only $14.70
http://us.click.yahoo.com/Z1wmxD/DREIAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.arsip.da.ru
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Reply via email to