http://serbaserbikehidupan.blogspot.com/2007/12/wisata-bahari-lamongan.html


Minggu 4 November 2007 aku beserta beberapa rekan kerja plus keluarga berwisata 
ke Wisata Bahari Lamongan (WBL) yang juga disebut Tanjung Kodok, yang terletak 
di kota kecil Lamongan, Jawa Timur. 

Rombonganku meninggalkan kantor kurang lebih pukul 05.00, waktu di dalam bus 
Sindoro Satria Mas. Sopir bus memilih jalur utara, melewati Kaligawe yang 
sedang dipenuhi air banjir pada waktu itu. Aku sempat melihat beberapa mobil 
yang memutar untuk memilih jalur yang lain, karena tidak bisa memperkirakan 
seberapa dalam genangan air yang disebabkan hujan tersebut. Rombongan berhenti 
di Kudus, di sebuah rumah makan untuk memberi kesempatan kepada para penumpang 
yang ingin mengeluarkan hajat kecilnya. Kali kedua rombongan berhenti di Tuban, 
dengan maksud yang sama. 
Kami sampai di Wisata Bahari Lamongan pukul 11.30. Setelah makan siang berupa 
nasi kotak di dalam bus, kami memasuki daerah wisata. 

I myself was completely in the dark what kind of place is WBL Hanya satu 
petunjuk yang diberikan oleh guide, “Semua wahana bisa dinaiki karena 
panjenengan saya belikan karcis terusan yang memungkinkan panjenengan melakukan 
itu, kecuali dua tempat: arena permainan go kart, dan banana boat. Panjenengan 
harus membayar jika ingin naik go kart dan banana boat.” 
“Is it something like Dufan in Jakarta Mama?” Angie asked me.
“Perhaps honey.” Jawabku.
Aku dan Angie masuk area WBL terlambat karena Angie menyempatkan diri mengganti 
celana jeans panjangnya dengan celana jeans selutut. Pesan dari guide yang 
disampaikan kepada koordinator wisata dari kantor, “Jangan lupa bawa baju 
ganti.”

****
Bangunan pertama yang kumasuki bersama Angie adalah “Rumah Kucing”. Di dalamnya 
banyak terdapat berbagai macam kucing dari seluruh penjuru dunia. Bagi pecinta 
kucing, mungkin di sinilah tempat yang paling mengasyikkan, karena bisa melihat 
berbagai varian kucing yang imut-imut, sekaligus merasa kasihan, karena 
biasanya kucing yang lebih dikenal sebagai domestic pet, dibiarkan berkeliaran 
bebas di dalam rumah, di “Rumah Kucing” ini kucing-kucing tersebut 
“dikerangkeng” di sebuah kotak berukuran kurang lebih 2 x 2 m, seperti 
binatang-binatang buas di kebun binatang. Anyway, kucing memang satu keturunan 
dengan singa, harimau, maupun leopard dan panther (World Book 2005), yang bisa 
dikategorikan binatang buas.
Lihat gambar beberapa kucing-kucing koleksi WBL di bawah ini:




Keluar dari “Rumah Kucing”, Angie dan aku melanjutkan perjalanan ke gedung 
selanjutnya: Bioskop 3 dimensi.
Waktu akan ngantri untuk masuk ke dalam bioskop, Angie komplain panjangnya 
antrian sehingga aku ikuti keinginannya untuk langsung melanjutkan perjalanan. 
Untung sorenya, sebelum keluar dari areal WBL, menjelang pukul 4, waktu kita 
berdua balik melewati bioskop, tidak ada antrian sama sekali, sehingga Angie 
pun mau masuk ke dalam. Film yang kita tonton adalah perjalanan masuk ke dalam 
terowongan yang gelap gulita, naik kereta api, penuh dengan pemandangan yang 
mengerikan. Waktu kita serasa tercebur ke dalam air sungai yang airnya 
menggelegak, tiba-tiba para penonton disembur air sungguhan entah berasal dari 
mana. Menurutku pribadi bioskop 3 dimensi di WBL ini lebih memberi kesan 
“sungguhan” daripada yang ada di Dufan.
Meninggalkan bioskop 3 dimensi, ada “Rumah Sakit Hantu” yang konon di dalamnya 
diset seperti bentuk rumah sakit yang dipenuhi oleh “hantu-hantu” yang 
meninggal karena sakit atau mati kecelakaan. Angie menolak masuk, sehingga aku 
hanya mendengar cerita mereka yang masuk ke dalamnya. FYI, Angie lumayan suka 
nonton film horror, namun ogah kuajak masuk ke areal permainan yang berhubungan 
dengan ‘setan’ dan ‘hantu’. 
Setelah Rumah Sakit Hantu, ada areal permainan ketangkasan. Angie pun tidak mau 
mencoba seberapa tangkas dia bermain lempar melempar, atau tembak menembak. So, 
kita jalan terus aja. 
Gedung di sebelahnya diberi judul “Istana Bawah Laut”. Setelah aku dan Angie 
masuk ke dalamnya, ah .. ternyata tempat bermain anak-anak kecil, seperti 
kereta api mainan, mobil-mobilan, robot yang bisa bergerak naik turun, dll. 
Hanya saja gedung itu diset seperti berada di bawah laut. Hiasan di dinding dan 
di langit-langit gedung yang menunjukkan kita seperti berada di bawah laut.
Dari sana aku dan Angie sempat memasuki areal go kart. Satu orang dikenai biaya 
Rp. 18.000,00 untuk mencoba naik go kart selama kurang lebih 5 menit, merasakan 
laksana racer.  Angie and I didn’t try riding it.
Gedung berikutnya adalah “Taman Bajak Laut”. Angie yang semula menolak melulu 
kuajak ini itu, akhirnya kupaksa masuk ke dalam taman bajak laut. (Informasi 
tambahan: hari Senin 5 November, Angie harus menghadapi ujian harian terpadu di 
sekolah. Mungkin itu sebab dia kurang begitu menikmati suasana. Blame her 
mother yang memaksanya untuk ikut berdarmawisata. LOL.) “Taman Bajak Laut” 
diset seperti sebuah kapal yang karam setelah dibajak oleh para perompak di 
tengah laut. Pengunjung dibatasi hanya empat orang untuk sekali perjalanan 
masuk ke dalam. Di dalam suasana agak temaram, dengan pemandangan khas kapal 
yang karam, ada bajak laut yang menakut-nakuti di sana sini. Bersamaku dan 
Angie, ada seorang laki-laki yang mungkin berusia sekitar 30 tahun, bersama 
keponakannya. Mereka berdua ada di depanku. Angie yang merasa agak takut, 
memeluk lengan kananku dengan erat, dan aku memegangi kaos yang dipakai oleh 
anak kecil yang memeluk omnya dari belakang. LOL. Begitu “selamat” keluar
 dari “serangan para bajak laut” di dalam “kapal karam” itu, Angie pun 
berteriak lega. LOL. (felt like ikut pengalaman dalam Pirates of the Caribbean, 
kata Angie. LOL.)
Dari sana, Angie yang moodnya sudah bagus, mau ikut aku masuk ke “Planet Kaca” 
yang di dalamnya tak jauh beda dengan “rumah kaca”, or whatever it is called di 
Dufan. 
Keluar dari “Planet Kaca”, aku melihat, wahana “Tagada” yang mirip seperti 
“kora-kora” di Dufan. Aku menolak diajak Angie naik, karena ogah pusing, plus 
perut mual setelah itu. LOL. Ada “planet insectarium” yang isinya (mungkin) 
berbagai macam insects, yang kurang menarik bagi Angie sehingga kita berdua pun 
tidak masuk ke dalamnya.
Perjalanan selanjutnya kita masuk ke “Taman Berburu” yang antrinya jauh lebih 
lama dibanding waktu ‘berburu’nya sendiri. LOL. Aku dan Angie menaiki semacam 
mobil kecil terbuka, yang dilengkapi oleh “senapan” untuk menembak binatang 
buas yang “berkeliaran” di dalam taman tersebut.
Keluar dari “Taman Berburu”, aku dan Angie memasuki “playground remaja” yang di 
dalamnya ada banyak pasangan remaja yang duduk berdua-dua. Playground ini 
terletak tepat di pinggir laut. Lihat foto yang kujepret di daerah itu di bawah 
ini.


Aku dan Angie naik “jet coaster” yang terletak di tebing yang lumayan curam. 
Jet coasternya sendiri tidak begitu “mendebarkan hati” dibandingkan yang ada di 
Dufan, yang dulu “memaksaku” untuk berteriak ketakutan kalau sampai jatuh. LOL. 
Sorry, lupa njepret jet coaster plus tebingnya yang curam. LOL. 
Berikutnya aku dan Angie naik “space shuttle” yang membuatku seperti sedang 
naik ayunan. Waktu kecil aku suka sekali naik ayunan seperti rasanya aku 
kepengen punya ayunan pribadi di halaman rumah. LOL. (Belum terkabulkan sampai 
sekarang. LOL.) Dari ‘space shuttle”, aku ajak Angie makan bakso, karena waktu 
melihat rumah makan tak jauh dari situ, rasanya aku nyidam makan bakso. LOL. 
FYI, I am NOT a bakso freak. Waktu makan sambil ngobrol inilah, aku baru 
kepikiran, “Sayang, tolong space shuttlenya ntar difoto yah?” begitu aku bilang 
ke Angie. Ini dia foto “space shuttle”nya.

Setelah itu, aku memaksa Angie ikut ngantri di areal “bumper car” alias bom bom 
car. “Di Semarang juga banyak Ma kalo cuma kayak gini,” Angie bersungut-sungut.
“Masalahnya adalah, kita yang ga pernah nyempatin diri ke mall untuk mainan bom 
bom car. Nah, sekalian aja sekarang, mumpung sudah ada di depan mata,” kataku 
merayu Angie. LOL. Bedanya adalah, kalau bom bom car di Semarang, mobil 
mainannya lumayan besar sehingga bisa dinaiki dua orang. Di WBL, satu mobil 
hanya cukup untuk satu orang. 
Areal terakhir yang kumasuki bersama Angie adalah “permainan air” berupa taman 
biasa aja. Aku semula sempat terheran-heran mengapa taman yang biasa saja itu 
disebut “permainan air”, mana sebelum masuk ada peringatan, “Bagi mereka yang 
menderita sakit jantung dilarang masuk. Tempat ini merupakan tempat yang 
memiliki teknologi sensor tinggi.” What the hell? Ternyata tatkala enak-enak 
berjalan, tiba-tiba dari satu tempat yang tidak jelas, meluncurlah “serangan 
air” yang tidak mungkin bisa dihindari. Demikianlah kejadiannya sepanjang 
berjalan di taman itu. Walhasil keluar dari areal “permainan air” aku dan Angie 
sama-sama basah kuyup. Keluar dari taman itu, kita disambut dengan tulisan 
seperti di bawah ini:



Berikutnya aku dan Angie naik kano. Wah ... ternyata asik naik kano. Jika ada 
kano di pantai Marina Semarang, tentu aku bakal rajin main ke Marina. Sayangnya 
ga ada ... Aku dan Angie tidak naik banana boat (speed boat). 
Berikutnya kita cuma ngobrol sambil berfoto-foto di pinggir pantai. Hampir 
sepanjang perjalanan di dalam WBL, aku dan Angie tidak berpapasan dengan 
anggota rombongan lain sehingga laksana kita hanya piknik berdua. 
Berikut foto-foto yang sempat dijepret menggunakan hape Angie SonEr K510i yang 
kayaknya hasilnya sudah tidak sebagus beberapa bulan lalu.










Aku dan rombongan meninggalkan areal WBL sekitar pukul 18.30 waktu di dalam bus 
Sindoro. LOL. Mampir sebentar untuk makan malam di Tuban. Kita sampai di kantor 
Semarang, sekitar pukul 00.30.
PT56 07.42 021207


Minds are like parachutes, they only function when they are open. 
  (Sir James Dewar)
visit my blogs please, at the following sites
http://afemaleguest.blog.co.uk
http://afeministblog.blogspot.com
http://afemaleguest.multiply.com

THANK YOU
Best regards,
Nana


       
---------------------------------
Never miss a thing.   Make Yahoo your homepage.

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to