KONFLIK INDONESIA ACEH PENYELESAIANNYA 

( Oleh:  Z. Afif  )



1. Konflik Indonesia 


Di Indonesia, di dalam masyarakat di seluruh Kepulauan Nusantara yang 
dikatakan "berbhineka tunggal ika", namun yang kenyataannya 
heterogin, 
sekarang ini terdapat berbagai konflik atau kontradiksi atau 
pertentangan 
(seterusnya saya pakai terminalogi "konf lik" saja). Konflik itu ada 
yang 
tajam, ada yang tidak tajam. Ada yang kompleks atau rumit, ada pula 
yang 
sederhana. Ada yang mudah untuk diselesaikan, ada yang sangat sulit 
dicari 
sumbernya, sehingga memerlukan pemikiran yang arif-bijaksana untuk 
menanga 
ninya. 
  
Kita akui atau tidak, konflik itu sudah jadi pampangan di depan kasat 
mata 
kita. Yang soal, konflik apa saja? Konflik antara apa saja? Konflik 
antara 
siapa saja? Konflik macam mana saja? Dasar fundamental konflik itu 
apa? 
Konflik pokok dan segi pokok kon flik apa? Cara mengurus, mengatasi 
dan 
menyelesaikan konflik itu bagaimana? 


Macam-macam konflik 


Di dalam bingkai yang disebut "Negara Kesatuan Republik Indonesia" 
terdapat pelbagai macam konflik. Konflik antara pusat dengan daerah. 
Konflik antara permerintah pusat dengan daerah di luar Jawa. Konflik 
antara pemerintah dengan rakyat. Konflik antara go longan berkuasa 
dengan 
yang dikuasai. Konflik antara partai berkuasa dengan partai yang 
tidak 
berkuasa. Konflik antara golongan eksekutif dengan golongan 
legislatif. 
Konflik antar etnis atau yang disebut "suku bangsa". Konflik antara 
kaum 
buruh dengan maj ikan. Konflik antara modal asing dengan modal dalam 
negeri. Konflik antara kaum tani dengan tuan tanah. Konflik antara 
kaum 
nelayan dengan juragan atau pemilik perahu atau kapal penangkap ikan. 
Konflik antara pedagang kaki lima dengan petugas "penertiban" 
 pasar. Konflik antara orang kaya dengan orang miskin. Konflik antara 
polisi dengan tentara. Konflik antara Angkatan Darat dengan Angkatan 
Laut 
dan Angkatan Udara. Konflik antara kaum konservatif dengan golongan 
progresif. Konflik antara yang mau membang un demokrasi dan reformasi 
dengan yang menghambat dan menentangnya. Dan masih terdapat aneka 
rupa 
konflik lainnya di dalam masyarakat manusia dan alam Nusantara, yang 
dapat 
dirinci satu persatu. 


Dasar konflik 


Semua konflik itu ada karena ada dasar sosialnya. Dasar utamanya 
adalah 
ekonomi. Ekonomi merupakan dasar fundamental konflik-konflik itu. 
Atas 
dasar fundamental itu muncul ke permukaan konflik politik, konflik 
hukum, 
konflik sosial, konflik budaya, konfli k etnis, dan sebagainya. 


Konflik antara pemerintah pusat dengan daerah secara politik, 
ekonomi, 
hukum, sosial, budaya adalah konflik antara sentralisasi dengan 
desentralisasi. Tetapi dasarnya adalah konflik ekonomi. Karena daerah 
tidak punya hak menentukan di bidang ekonomi, maka 
 menimbulkan berbagai konflik lainnya. Kekuatan ekonomi menentukan 
segalanya. Kedudukan pusat sebagai majikan dan daerah sebagai kuli 
atau 
bahkan hamba sahaya saja. Tanpa mengangkangi secara rakus sumber-
sumber 
daerah, pusat tidak punya sumsum dalam tula ngnya dan tak punya zat 
perekat sendi-sendi tubuhnya. 


Konflik pokok dan segi pokok konflik 


Konflik pokok dalam kawasan Indonesia sekarang ini adalah antara 
Pemerintah Jakarta dengan daerah. Yang dimaksud dengan daerah 
meliputi 
rakyat, etnis dan pemerintah di daerah. Kekuasaan pusat atau Jakarta 
sangat kuat mencengkeram daerah. Kekuatan utama p emerintah pusat ada 
pada 
militer, kaum modal, kapitalis birokrat, kaum oligarkis. Walaupun 
rezim 
militer telah ditumbangkan oleh rakyat, tetapi militer (khususnya 
Angkatan 
Darat) masih mendominasi kekuasaan rezim Jakarta. Kedominasiannya 
tidak 
boleh diuku r hanya dari kwantitas atau jumlah orangnya yang menjadi 
menteri, anggota parlemen dan pejabat dwifungsi mulai dari puncak 
kekuasaan hingga ke basis (pedesaan). Melainkan harus dilihat juga 
campur 
tangan militer (secara terang-terangan atau terselubung) d i bidang 
ekonomi. Harus dilihat pula pada kwalitas kekuasaan itu sendiri. 
Apakah 
kekuasaan di Indonesia sudah demokratis dan reformis? Apakah hukum 
sudah 
berjalan dengan menghamba kepada rakyat kebanyakan? Apakah militer 
sudah 
menjadi pengayom masyarakat ? Semua pertanyaan ini dengan kukuh 
menyediakan jawaban: belum. Militer merupakan segi pokok yang 
menghambat 
pembinaan demokrasi dan reformasi yang menyeluruh. Militer yang telah 
menyusup ke dalam berbagai partai politik, menongkrongi berbagai 
jabatan 
pem erintahan sipil, menjadi kapitalis birokrat, mitra atau centeng 
kaum 
oligarkis merupakan penghadang terhadap tegaknya hukum yang memihak 
kepada 
rakyat. Tegaknya hukum seperti itu sekaligus ancaman untuk 
menertibkan 
militer itu sendiri. Berarti militer ti dak lagi mendominasi 
kekuasaan dan 
tidak lagi menjadi segi pokok sebagai penentu kwalitas kekuasaan. 


INPRES Nomor 4 Tahun 2001 dari Presiden Abdurrahman Wahid secara 
hakiki 
menunjukkan otak dan kepentingan pembimbingnya adalah para jenderal 
Angkatan Darat. Rentetan pertemuan petinggi TNI terutama Angkatan 
Darat 
sebelum keluar Inpres itu merupakan pertand anya. Persiapan latihan 
militer antigerilya selama tiga bulan sudah dilakukan sebelumnya. 
Begitu 
pula pernyataan-pernyataan bersifat militerisme dan haus darah yang 
mengancam Aceh dan Papua Barat dari Menhankam yang mantan rektor 
perguruan 
tinggi Islam, 
 jenderal-jenderal pemegang komando Angkatan Darat serta pasukannya 
seperti Kostrad, Kopassus semuanya menunjukkan hakekat kekuasaan RI 
masih 
didominasi militer. 


Jelas, kekuasaan pusat atau Jakarta sangat kuat dan bersifat 
menentukan 
atas daerah. Dengan demikian kekuasaan pusat merupakan segi pokok 
dari 
konflik antara pusat dengan daerah. Sifat konflik itu sudah 
berkwalitas 
permusuhan, yang menjadikan pemerintah J akarta sebagai sasaran 
perlawanan 
daerah bahkan sebagian daerah sudah menjadikannya sebagai musuh dan 
menempuh jalan untuk memisahkan diri dari RI. Inpres Nomor 4 Tahun 
2001 
merupakan sarana rezim Jakarta dalam menyelesaikan konflik secara 
antagonisme a tau secara menghancurkan lawan, bukan secara damai. 


Menajam atau menjadi tumpul konflik pokok itu sangat tergantung pada 
cara 
pengurusan atau cara penyelesaiannya. Karena segi pokok konflik 
adalah 
pemerintah pusat atau Jakarta, maka tindakan pemerintah Jakartalah 
yang 
menjadi penentu hukum perkembangan ko nflik itu - akan menjadi tidak 
tajam 
dan mereda atau sebaliknya menjadi tajam. Perbedaan yang tidak tajam 
dapat 
berkembang secara kwantitas sehingga mencapai satu kwalitas yang 
tajam, 
kalau tidak ada kebijakan penyelesaian konflik secara tepat dari 
semula . 
Hilang sama sekali konflik itu tidak mungkin. Sebab pusat dan daerah 
sebagai satu kesatuan materi dalam bentuk sebuah negara, merupakan 
sebuah 
kesatuan dari dua segi yang bertentangan. Biar bagaimanapun 
demokratisnya 
sebuah kekuasaan pusat dari satu neg ara, perbedaan-perbedaan dan 
ketidakpuasan tertentu tetap ada - baik pusat terhadap daerah maupun 
sebaliknya, daerah terhadap pusat. Di negeri-negeri paling demokratis 
seperti Swedia, Denmrak, Norwegia konflik antara pusat dengan daerah 
bukan 
tak ada, tet api tidak sampai menajam, karena diselesaikan secara 
demokratis dan militer tinggal di tangsi dengan tugas utama membela 
negara 
dari ancaman asing. Inpres Nomor 4 Tahun 2001 sebagai payung hukum 
operasi 
militer resikonya besar dan merugikan rezim Jakarta sendiri. 


2. Konflik Aceh 


Kautsar, 24, seorang pemuda dan aktivis SIRA (Sentral Informasi 
Referendum 
Aceh), dalam sebuah wawancara dengan KONTRAS mengatakan: Konflik Aceh 
bukan konflik etnis antara etnis Jawa atau lainnya di Indonesia. 
Bukan 
konflik agama. Di Aceh terjadi konflik nasional. Konflik nasional 
Aceh 
yang di dalamnya terdiri dari kaum kelas menengah dan bawah bersatu 
menentang penindasan yang dilakukan oleh Republik Indonesia. Konflik 
Aceh 
adalah konflik rakyat dengan Indonesia.(KONTRAS No.123 Tahun IV 7 - 
13 
Februari 2 001). 


Saya fikir konflik itu harus ditegaskan sebagai konflik antara rakyat 
Aceh 
dengan penguasa Indonesia. Yang kita sebut rakyat Aceh sekarang ini 
adalah 
semua penduduk Aceh yang kepentingannya dirugikan oleh pemerintah 
pusat 
RI, yang mempunyai perasaan tidak 
 puas kepada pemerintah RI, yang merasa diperlakukan tidak adil oleh 
pemerintah RI, yang menunjukkan sikap menentang ketidakadilan 
pemerintah 
RI, yang mengajukan tuntutan kepada pemerintah RI dalam masalah-
masalah 
keadilan politik, ekonomi, hukum, sosial, 
 budaya, pendidikan, kebebasan berorganisasi, kebebasan menyatakan 
pendapat, kebebasan berapat dalam jumlah kecil dan besar, kebebasan 
turun 
ke jalan melakukan unjuk rasa secara dapai. 


Rakyat Aceh, penduduk Aceh - tani, buruh, nelayan, pedagang, miskin 
kota, 
kaum cendekiawan, ulama, kaum santri, pengusaha, pegawai pemerintahan 
(sipil dan nonsipil) , kaum pendatang - berkonflik dengan pemerintah 
pusat 
RI. Hanya segelintir orang Aceh yang 
 betul-betul secara jiwa raganya menjadi alat jinak pemerintah RI, 
menindas dan memperlakukan rakyat Aceh secara sewenang-wenang, itulah 
yang 
dapat dikategorikan sebagai musuh rakyat. Namun, kepada mereka juga 
harus 
diperlakukan secara hukum yang adil da n berbeda-beda. Ini merupakan 
syarat yang memungkinkan mempersatukan seluruh bangsa Aceh dalam 
front 
perjuangan yang luas. Demi menggalang front itu untuk menghadapi 
musuh 
bersama, maka konflik yang tidak pokok seperti antara kaum buruh 
dengan 
majikan, h arus dapat dikebawahkan. 


Pada bulan Maret yang lalu, kaum buruh pengangkutan di Aceh telah 
melancarkan mogok menentang pemerasan oleh TNI/Polri terhadap para 
supir. 
Pemilik kendaraan bermotor, majikan para para supir memihak kepada 
buruh 
pengangkutan, karena kepentingannya sama, 
 sama-sama dirugikan oleh aparat RI. Aksi ekonomi ini punya arti 
politik 
sebagai bagian dari perlawanan terhadap aparat RI sekaligus bagian 
dari 
perjuangan nasional Aceh menentang kekuatan RI. 


Segi pokok konflik itu adalah pemerintah Jakarta. Selama ini 
pemerintah 
Jakarta tidak mau mendalami sebab pokok konflik itu. Mereka hanya 
menjalankan kemauannya sendiri menurut kehendak dan falsafah 
feodalisme 
Jawa, ambisi neo-imperium Mojopahit. Sebuah kekuasaan feodal, 
otoriter dan 
militerisme tidak mau peduli akan suara dan tuntutan adil rakyat yang 
dikuasainya. Tidak ada hati nurani jujur dan ilmiah untuk 
mempelajari, 
meriset dan menghimpun pendapat massa rakyat Aceh, agar mereka tahu 
sebab-musabab timbul perlawanan rakyat Aceh terhadap rezim Jakarta. 
Tidak 
mereka cari akar masalah. Sebagai contoh mereka mendeklarasikan 
pelaksanaan syariah Islam. Padahal bukan itu penyebab konflik pokok. 
Teungku Daud Beureu_h sudah pernah merinci dengan baik syaria h 
Islam. 
Kandungannya bukan hanya soal agama, melainkan juga politik, ekonomi, 
sosial, budaya, adat-istiadat. 


Rezim RI memberi berbagai janji, tetapi tidak ditepatinya. RUU NAD 
(Rencana Undang-undang Nanggroe Aceh Darussalam) yang diserahkan oleh 
Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud kepada parlemen RI ketika beliau masih 
menjabat Gubernur Aceh, sampai sekarang tak tentu j untrungannya. 
Soal 
bagi hasil pendapatan minyak dan gas di Aceh, tak dilaksanakan 
Jakarta. 
Tuntutan Referendum yang demokratis, malah dituduh oleh TNI/Polri 
sebagai 
aksi makar. Aktivis SIRA ditangkap, diculik dan dibunuh secara gelap. 
Koordinatornya, Muh ammad Nazar ditangkap dan dihukum. Sebaliknya, 
pelanggaran HAM yang dilakukan TNI/Ponri dibiarkan terus tanpa 
diadili dan 
dihukum. Jenderal-jenderal TNI pengendali pelanggaran HAM tak diutik-
utik. 
Tidak ada usaha sistematis, tekun dan ilmiah dari pihak RI 
 untuk menyelesaikan konflik Aceh secara demokratis dan damai, 
kecuali 
dengan kekerasan senjata. Dialog yang telah berjalan dengan 
didampingi 
mediator internasional (Henry Dunant Centre), bukan ditingkatkan 
dengan 
menyertakan wakil-wakil rakyat Aceh yang bulat bersama wakil ASNLF 
yang 
dibentuk oleh Hasan di Tiro, malah pemerintah RI mengeluarkan dekrit 
yang 
disebut INPRES Nomor 4 Tahun 2001 sebagai payung pelindung puluhan 
ribu 
pasukan TNI (AD, AL, AU) dari berbagai jenis grup tempur dengan tugas 
melakuk an operasi gabungan untuk menghancurkan Aceh. Keputusan yang 
sangat militerisme itu, akan menghancurkan Aceh seperti menghancurkan 
secara menyeluruh dan melakukan pembunuhan massal di Timor Timur pada 
masa 
menjelang pelaksanaan referendum untuk merdeka . 


Tindakan rezim Jakarta itu merupakan cara penyelesaian konflik Aceh 
secara 
antagonisme. Berarti penghancuran lawan secara nonhumanisme, secara 
nondemokratis dan secara fasisme. Dengan begitu sudah jelas, rakyat 
Aceh 
tidak lagi termasuk dalam perlindungan hukum RI. Ini pertanda 
Pancasila 
hanya jadi bahan bualan untuk mempersolek diri seolah-olah rezim 
Jakarta 
serta TNI/Polri-nya berjiwa manusia. Tindakan rezim Jakarta itu juga 
merupakan pengabsahan kepada bangsa Aceh sebagai nasion di luar NKRI. 
Dengan In pres Nomor 4 Tahun 2001 itu, pemerintah RI telah menabalkan 
dirinya sebagai musuh rakyat Aceh. Berarti konflik Aceh dengan 
pemerintah 
RI merupakan konflik nasional, konflik antara bangsa Aceh dengan 
rezim 
Jakarta. 


Arah bagi Aceh 


Menghadapi keadaan yang diciptakan oleh rezim Jakarta atas Aceh, maka 
rakyat Aceh terpanggil untuk bersatu padu menghadapinya. Dengan 
persatuan, 
GAM-AGAM dan seluruh komponen masyarakat Aceh, dapat kiranya bangsa 
Aceh 
membuat suatu program strategis dan t aktis bersama untuk menghadapi 
keputusan brutal RI atas Aceh. Dengan menyisihkan perbedaan yang 
dapat 
merintangi tujuan strategis bagi penentuan nasib diri sendiri , 
bangsa 
Aceh maju bersama-sama dalam satu front yang kukuh. Bersama-sama 
mengadakan ber bagai aksi di Aceh dan di luar Aceh menentang operasi 
militer RI. Bersama-sama memperluas opini umum dunia tentang 
kejahatan 
TNI/Polri atas rakyat Aceh. Menghimpun setiakawan rakyat 
internasional 
untuk Aceh. Menghimbau PBB agar mengirimkan ke Aceh penel iti dan 
pengumpul fakta pelanggaran HAM oleh TNI/Polri. Seluruh komponen Aceh 
termasuk anggota DPRD dan pejabat eksekutif tidak seharusnya kendor 
mengajukan tuntutan adil dan obyektif rakyat Aceh di bidang politik, 
ekonomi, hukum, sosial kepada pemerintah 
 RI. Menuntut penyelesaian konflik Aceh secara demokratis dan damai 
melalui dialog. Referendum Aceh merupakan tuntutan demokratis rakyat 
Aceh 
dan sebagai hak suatu bangsa dalam perjuangan menentukan nasibnya dan 
masa 
depan negerinya. 


Stockholm, 2004  




----------------------------------------------------------------------
----------






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Take a look at donorschoose.org, an excellent charitable web site for
anyone who cares about public education!
http://us.click.yahoo.com/O.5XsA/8WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to