Masjid Nabawi didirikan pada tanggal 18 Rabiul Awwal tahun pertama Hijriyah. 
Atau, jika pada penanggalan tahun Masehi kira-kira bertepatan pada bulan 
September tahun 662 Masehi.

Pembangunan Masjid Nabawi di Madinah dimulai dengan peletakan batu pertama yang 
dilakukan oleh Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah SAW.

Pada awalnya masjid Nabawi ini hanya berukuran sekitar 50×50 meter, dengan 
keempat sisi temboknya terbuat dari batu bata dan tanah. Atapnya setinggi 
sekitar 3,5 meter yang terbuat dari daun kurma, dengan tiang-tiang penopangnya 
terbuat dari batang kurma.


Bersebelahan disamping masjid itu dibangun rumah kediaman bagi Kanjeng Nabi 
Muhammad Rasulullah SAW.

Letak rumah kediaman beliau Nabi SAW itu begitu dekatnya dengan mesjid. 
Mengingat jarak antara mimbar beliau Nabi SAW yang berada didalam masjid itu 
dengan rumah kediamannya diperkirakan hanya sekitar kurang lebih 22 meter saja.

Tempat antara mimbar dengan rumah beliau saat sekarang ini disebut sebagai 
Raudah. Luas raudah ini sekitar 22×15 meter atau sekitar 144 meter persegi.

Saat sekarang ini, raudah yang juga disebut sebagai taman surga ini ditandai 
dengan pilar-pilar berwarna putih dan permadani lantainya mempunyai warna yang 
berbeda warna dibandingkan dengan permadani lantai lainnya.


Masjid Nabawi ini pada tahun ke 4 hijriyah untuk pertama kalinya diadakan 
perbaikan untuk kali pertama. Lantainya yang semula dari tanah kemudian 
dilapisi dengan batu bata.


Sebagaimana diketahui, pada tahun 11 Hijriyah atau tahun 632 Masehi, Rasulullah 
SAW wafat.

Manusia paling mulia itu kemudian dimakamkan didalam bangunan yang merupakan 
rumah kediaman beliau, atau tepatnya beliau Nabi SAW dimakamkan didalam kamar 
tidurnya.


Sepeninggal Nabi SAW, masjid Nabawi mengalami beberapa kali perbaikan dan 
perluasan.

Perbaikan dan perluasan pertama dilakukan sekitar tahun 17 Hijriyah, semasa 
pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab ra. Kemudian yang kedua dilakukan 
sekitar tahun 29 Hijriyah, semasa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan ra.

Pada masa-masa selanjutnya juga beberapa kali dilakukan perbaikan dan perluasan 
atas masjid Nabawi ini.


Salah satu diantaranya, perbaikan dan perluasan yang tergolong berskala besar 
terjadi pada tahun 706 Masehi, atau kurang lebih 74 tahun sesudah wafatnya 
Rasulullah SAW.

Pada saat itu khalifah dijabat oleh Walid bin Abdul Malik (705-715 M) dan 
gubernur Madinah dijabat oleh Umar bin Abdul Aziz.

Pada saat itu dilakukan penambahan lahan seluas sekitar 2.369 meter persegi. 
Pembangunan atas masjid Nabawi ini walau tetap mempertahankan bentuk dasar dan 
struktur aslinya, namun dilakukan modifikasi dengan menambahkan sentuhan kreasi 
tangan-tangan seniman ukir dan struktur bergaya arabesque serta dilengkapi 
dengan minaret yang berfungsi sebagai tempat muazin melantunkan azan.

Pada saat inilah, makam Kanjeng Nabi Muhammad Rasulullah SAW yang berada 
didalam bangunan bekas rumah kediamannya itu menjadi berada didalam bangunan 
masjid Nabawi.


Hampir semua khalifah setelah masa pemerintahan Khalifah Walid bin Abdul Malik, 
termasuk Umar bin Abdul Aziz yang kemudian menjabat sebagai khalifah dengan 
masa pemerintahan antara tahun 717 sampai 720 Masehi, mengadakan perbaikan 
namun tak melakukan perubahan atas bentuk dasarnya.

Selanjutnya, pada masa pemerintahan dinasti Mamluk, diatas makam Rasulullah SAW 
yang sudah berada didalam bangunan masjid Nabawi itu dipasang Kubah.

Dibawah kubah inilah terbaring jasad Rasulullah SAW yang sebelah menyebelah 
dengan sayyidina Abu Bakar ra dan sayyidina Umar bin Khattab ra.


Di kemudian hari pada masa pemerintahan Turki Ustmani juga beberapakali 
dilakukan perbaikan dan perluasan. Seperti misalnya pada masa pemerintahan 
Sultan Mahmud II, kubah ini dibalut dengan timah dan dicat dengan warna hijau.

Kubah hijau atau ada yang menyebutnya Al-Qubbatul Khadra inilah yang kemudian 
sampai dengan zaman sekarang ini tetap dipertahankan menjadi ciri khasnya 
masjid Nabawi.


Lalu, pada masa pemerintahan Sultan Abdul Majid I, dilakukan pembangunan 
besar-besaran atas masjid Nabawi.

Pembangunan dilakukan dengan sebelumnya merubuhkan seluruh bangunan masjid 
Nabawi, kecuali ditempat beradanya kubah hijau.


Sebagaimana diketahui, selanjutnya semenjak tahun 1926, Hijaz berada dibawah 
kekuasaan dinasti Saud.

Semasa pemerintahan raja Abdul Aziz bin Saud, Masjid Nabawi pada tahun 1951 
Masehi mengalami pembangunan dan perluasan besar-besaran. Luas masjid Nabawi 
bertambah menjadi sekitar 16.327 meter persegi.

Kemudian, pada tahun 1984 Masehi di masa pemerintahan Raja Fahd juga melakukan 
pembangunan dan perluasan atas masjid Nabawi ini, sehingga luasnya bertambah 
menjadi sekitar 165.000 meter persegi.

Masjid Nabawi ini terus menerus diperbaiki dan diperluas, sehingga saat ini 
masjid beserta halaman sudah bisa menampung lebih dari satu juta jamaah.


Akhirulkalam, Syeikh Abu Muhammad Muwaffaquddin Abdullah bin Qudamah Al-Hanbali 
didalam Al- Mughni menuliskan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa yang 
menunaikan ibadah haji lalu menziarahi kuburanku setelah aku meninggal dunia 
maka ia seperti orang yang berziarah kepadaku ketika aku masih hidup”.

Betapa bahagianya mereka yang sudah sempat menziarahi makam Nabi SAW, apalagi 
di hadits lainnya diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Satu kali 
shalat di masjidku ini (masjid Nabawi) lebih besar pahalanya dari seribu kali 
shalat di masjid yang lain, kecuali di Masjidil Haram. Dan satu kali shalat di 
Masjidil Haram lebih utama dari seratus ribu kali shalat di masjid lainnya”.


Wallahualambishshawab.

*
Ziarah Masjid & Makam Nabi SAW
http://filsafat.kompasiana.com/2010/04/26/menziarahi-masjid-dan-makam-nabi-saw/
*



Habib Hasan bin Muhammad al Haddad alias Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al 
Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A, atau yang biasa disebut oleh masyarakat 
dengan sebutan mBah Priok adalah tokoh penyebar agama Islam yang melegenda, 
dimana bahkan namanya dijadikan cikal bakal nama kawasan Tanjung Priok.

Tokoh yang dilahirkan di Ulu, Palembang Sumatera Selatan, pada tahun 1722 ini 
pergi ke tanah Jawa pada tahun 1756. Sebelumnya, ia sempat memperdalam ilmu 
agama Islam ke Hadramaut, Yaman Selatan.

Komplek makamnya yang juga didirikan masjid ini sampai saat ini masih digunakan 
untuk mengadakan majelis taklim dimana para jamaahnya memperdalam ilmu agama 
Islam.


Makam mBah Priok atau ada juga yang menyebutnya dengan nama komplek Gubah 
Al-Hadad ini pada hari kemarin dicoba digusur oleh pemerintah.

Cerita tentang penggusuran makam ini mungkin bagi sebagian kalangan 
mengingatkan kembali kepada sejarah berdirinya dinasti Saud yang menganut faham 
ideologi Wahabiyah.


Pada awal sejarah berdirinya dinasti ini dikenal sebagai awal dari sejarah 
penggusuran dan penghancuran situs-situs bersejarah umat Islam di Saudi Arabia.

Kubah-kubah di atas makam para keluarga Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang 
berada di Ma’la (Mekkah) serta di Baqi’ dan Uhud (Madinah) diratakan dengan 
tanah.

Termasuk dan tak terkecuali rumah tempat kelahirannya Baginda Rasulullah SAW 
yang telah dirubuhkan kemudian diganti peruntukannya menjadi tempat kandang 
onta.

Hanya karena desakan kalangan Islam dunia, maka tempat kelahiran Baginda 
Rasulullah SAW yang sudah dirubah menjadi kandang onta itu dirubah lagi menjadi 
perpustakaan.

Rumah tempat kediaman Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW yang berada di Mekkah 
pun juga sama nasibnya. Walau begitu, beberapa kalangan masih dapat 
mengenalinya. Di salah satu toilet dan WC yang saat ini ada di Masjidil Haram 
itulah dulunya merupakan bekas tempat kelahiran Kanjeng Nabi SAW sebelum 
dihancurkan oleh dinasti Saud yang Wahabiyah.

Padahal di rumah tempat kediaman Rasulullah SAW itulah sebagian besar dari 
wahyu-wahyu Makkiyah diturunkan. Dan, di tempat itulah wafatnya Sayyidah 
Khadijah ra, salah satu wanita yang telah dijanjikan surga oleh Allah SWT.


Tak ada yang keramat bagi kalangan Wahabiyah. Bahkan makam Rasulullah SAW tak 
luput dari incaran rencana mereka untuk digusur dan dihancurkan.

Dunia Islam pun kemudian risau dibuatnya. Tak terkecuali juga para ulama Islam 
yang di Indonesia. Sehingga para ulama itu pada tangga 31 Januari 1926 M (16 
Rajab 1344 H) menyelengarakan pertemuan di Surabaya.

Diantara mereka yang hadir antara lain adalah KH. Hasyim Asy’ari (Jombang), KH. 
R Asnawi (Kudus), KH. Wahab Hasbullah (Jombang), KH. Bisri Syansuri (Jombang), 
KH. Nawawie bin Noerhasan (Sidogiri Pasuruan), KH. Ma’shum (Lasem), KH. 
Nachrowi (Malang), KH. Ndoro Muntaha (Bangkalan), KH. Ridwan Abdullah 
(Surabaya), KH. Mas Alwi Abdul Aziz (Surabaya).   

Pada pertemuan tersebut disepakati untuk mengirimkan delegasi dengan nama 
Komite Hijaz untuk bergabung ke Konggres Dunia Islam yang akan memperjuangkan 
upaya penolakan terhadap rencana penggusuran makam Rasulullah SAW.

Delegasi tersebut beranggotakan KH. Wahab Hasbullah, Syekh Ghanaim Al-Mishri, 
KH. Dahlan Abdul Kohar.
Disamping itu komite ini juga akan memperjuangkan jaminan kebebasan beramaliyah 
yang mengacu kepada hukum fiqih empat mazhab lainnya, yaitu Hanafi dan Maliki 
serta Syafii dan Hanbali, di wilayah kekuasaannya dinasti Saud yang bermazhab 
Wahabiyah.

Selanjutnya atas desakan Konggres Dunia Islam dan ancaman dari beberapa negara 
Islam yang akan menyerang Arab Saudi jika dinasti Saud berani menggusur makam 
Rasulullah SAW, maka dinasti penganut faham Wahabiyah ini mengurungkan niatnya 
menggusur makam Rasulullah SAW.


Kini, hanya tinggal makam Kanjeng Nabi SAW yang bersebelahan dengan dua dari 
empat sahabat utamanya, Sayyidina Abu Bakar ra dan Sayyidina Umar ra, yang 
nyaris merupakan satu-satunya tempat bersejarah yang berkaitan dengan sejarah 
perjuangan Islam di Saudi Arabia yang selamat dari penggusurannya pengikut 
Wahabiyah.

Lucunya, dinasti Saud yang Wahabiyah ini justru tak segan-segan membelanjakan 
uang ratusan juta USD untuk meneliti dan menggali kembali situs-situs 
peninggalan zaman pra Islam, dengan dalih untuk dijadikan obyek wisata dan 
penelitian sejarah.


Untungnya, sampai saat ini para pengikut faham Wahabiyah di Indonesia masih 
belum berhasil merebut tampuk pimpinan negara.

Jika nanti di kemudian harinya mereka berhasil merebut kekuasaan negara, maka 
mungkin program pertama yang akan mereka lakukan bukan hanya menggusur komplek 
makamnya mBah Priok alias Habib Hasan bin Muhammad al Haddad. Namun juga 
termasuk menggusur makamnya para Wali Songo dan para wali lainnya.


Untungnya juga, faham Wahabiyah ini hanya laku keras di saudi Arabia, dan mulai 
sedikit berkembang di Indonesia melalui sebagian dari para alumni 
universitas-universitas di Saudi Arabia saja.

Sedangkan di negara-negara lain masih belum laku, sehingga di Mesir komplek 
makam Imam Syafii yang berada didalam Masjid masih aman berdiri kokoh.

Demikian pula dengan komplek makamnya Imam Bukhari di Bukhara yang indah dan 
megah. Termasuk juga komplek makamnya Tuan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani di 
Irak, Tuan Syaikh Bahauddin Naqsyabandi di Samarkand, serta komplek makam para 
waliyullah lainnya yang tersebar di beberapa negara.

Tak terkecuali juga benda-benda bersejarah penginggalannya Baginda Nabi SAW, 
Alhamdulillah masih ada, lantaran berada diluar jangkauan tangannya para 
pengikut Wahabiyah.

Benda-benda itu tersimpan dengan aman di museum topkapi di Istanbul Turki, yang 
antara lainnya berupa beberapa buah pedang dan perlengkapan perangnya Kanjeng 
Nabi Muhammad SAW, potongan rambutnya beliau Rasulullah SAW, jubah pakaiannya 
dan sendal serta beberapa barang yang lainnya.

Jika benda-benda itu berada di Saudi Arabia, mungkin sudah lain ceritanya. Jika 
makam Rasulullah SAW saja akan digusurnya, maka benda-benda peninggalan 
Rasulullah SAW itu pastilah juga sudah dihancurkan oleh mereka.


Demikianlah sekilas tentang sepak terjangnya para pengkut faham Wahabiyah yang 
berkaitan dengan kegemarannya menggusur makam-makam waliyullah.

Barangkali saja Gubernur DKI Jakarta itu bukanlah pengikut faham Wahabiyah, 
namun bisa jadi bahwa secara tak disadarinya dirinya sedang dimanfaatkan oleh 
para pengikut faham Wahabiyah.

Paling tidak itu kentara dari beberapa kelompok yang biasanya paling vokal 
dalam membela kepentingannya umat Islam, namun justru dalam menyikapi peristiwa 
bentrokan Priok itu nyaris tak terdengar suara pembelaannya.

Padahal dalam bentrokan itu, umat Islam dari kelompoknya jamaah majelis taklim 
Gubah Al-Hadad sedang dililit kesulitan dalam rangka mempertahankan komplek 
tempat diselengarakannya kegiatan majelis taklim.


Akhirulkalam, janganlah sampai rencana penggusuran Gubah Al-Haddad di Priok itu 
sampai ditunggangi oleh kepentingannya segelintir orang saja tetapi sampai 
harus dengan mentumbalkan nyawa beserta jiwa raga dan harta benda dari saudara 
sebangsa lainnya.


Wallahualambishshawab.

*
Kasus Priok dan Politik Wahabi
http://polhukam.kompasiana.com/2010/04/16/kasus-priok-dan-politik-wahabi/
*


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke