Peninggalan masjid bersejarah pada budaya bangunan yang cukup kuno berbentuk bintang dengan formasi berbentuk kerucut pada atap bangunan masjid dan formasi tiang bangunan yang terlihat pada Masjid tertua di Banua enam yakni Masjid Al-Mukarramah di Desa Banua Halat kiri Rantau Kecamatan Tapin Tengah , keberadaan masjid ini menjadi catatan sejarah bagi perkembangan agama Islam di Kabupaten Tapin ,sehingga Pemerintah Daerah Kabupaten Tapin melalui dalam bentuk kecintaannya turut menjaga keberadaannya sebagai bukti sejarah sampai saat ini.
Dari litelature yang sudah ada melalui proses pemikiran-pemikiran tentang Masjid Al-Mukarramah yang tergolong tua ini dan menyimpan banyak catatan sejarah pada aspek terminologi ( Pemahaman yang lekat ) pada masyarakat Banua Halat Kiri dan sekitarnya , masyarakat setempat sangat mempercayai akan keistimewaan bangunan masjid tersebut,diantaranya tergambar melalui sikap dan perlakuan masyarakat terhadap masjid tersebut dikala Tutus Banua Halat dari daerah lain dating berkunjung berziarah dan mengadakan selamatan didalam masjid dengan karakter motivasi masing-masing individu seperti meminta berkah dan keselamatan bahkan sampai dengan kesembuhan ,konon menurut masyarakat setempat yang kerap kali meletakan air putih pada bagian tertentu terutama pada bagian mimbar selama beberapa hari ,air tersebut dipercayai dapat menyembuhkan penyakit. Selain itu , tiang masjid yang terletak di sebelah barat yang selalu dilulur dengan minyak likat berwarna hitam dapat menyembuhkan penyakit ,terlebih dari itu setiap bulan mauled Nabi Muhamad.Saw bertepatan tanggal 12 Rabiul Awal ,kerap kali dilaksanakan tradisi upacara ritual besar serangkaian mauled Nabi Muhamad.Saw oleh masyarakat Banua Halat yang lazim disebut dengan �Ba �Ayun anak�. Masjid yang dibangun sekitar abad ke-17 Masehi di Desa BanuaHalat Kiri , konon menurut catatan sejarah ,� hidup seorang figur dari tokoh masyarakat sekaligus berstatus Ulama Muslim bernama Datu Ujung yang tak lain adalah Intingan ( Palui Anum) sebuah panggilan nama oleh pengikutnya pada waktu tersebut ,usai sang datuk memeluk agama Islam. Dan beliau adalah tokoh yang sangat berpengaruh sekaligus tokoh terkenal pada waktu itu. Sementara , Berdirinya bangunan Masjid ini ,menurut cerita masyarakat dipimpin oleh sang datuk Ujung dengan hipotesisnya dimana pada waktu itu bersama-sama dengan masyarakat bergontong royong dalam membangun sebuah masjid di kampung Banua Halat kiri, Figurnya merupakan tokoh yang memiliki keilmuan (alim) pada bidang agama dan mempunyai keistimewaan atau kharomah tersendiri ,yakni konon,� pohon kayu ulin yang dibawa dari Desa Batung ternyata hanya cukup untuk 3 buah tiang sokoguru (tiang utama) saja,yang kemudian sang datuk memerintahkan kepada para pengikutnya untuk mencari tambahan tiang ke hutan Desa Gadung dan sebagian lagi agar mengumpulkan sisa-sisa bilah kayu yang ada , sementara datuk Ujung pun sholat dan berdoa disekitar lokasi masjid sehingga kebesaran Allah.Swt pun ditampakan pada keesokan harinya dimana bilah-bilah kayu yang ada terkumpul dan terjalin menjadi satu dan membentuk sebuah �tiang� yang akan melengkapi tiang masjid hingga sekarang. Selain itu ,penyebab yang membuat �tiang� masjid menjadi doyong miring ke arah sebelah kanan lantaran menurut cerita ,dikala sedang tahapan pembangunan masjid tersebut,tibahlah waktunya untuk makan bersama dengan masyarakat usai bekerja gontong royong ,terlihat oleh sang Datuk Ujung ,lauk ikannya hanya sedikit dan diperkirakan oleh beliau tak akan mencukupi makanan tersebut jika dimakan bersama-sama dengan masyarakat setempat ,sehingga Datuk pun berinisiatif untuk mencari ikan kedaerah Nagara naik perahu ,pada waktu tersebut. Kepada masyarakat yang bergontong royong didalam membangun masjid Datuk Ujung pun berpesan �agar menunggunya sebentar untuk mencari ikan tambahan buat makan bersama-sama ,�ujar datuk Ujung. Namun prediksi masyarakat kepada Datu Ujung didalam mencari ikan tambahan pasti akan lama ,sehingga masyarakat sepakat untuk mendahului makan dengan lauk seadanya. Tetapi ,selang beberapa waktu ,belum habis dimakan , tiba-tiba Datu Ujung kembali dan membawa Ikan yang sangat banyak, masyarakat secara spontanitas terkejut,secepat itukah beliau kembali dengan menempuh jarak yang dirasa sangat jauh. Melihat orang-orang mendahuluinya makan ,Datuk Ujung menjadi murka,kemarahan tersebut dilampiaskan pada sebuah �tiang� masjid yang belum sepenuhnya tertancap diatas tanah, kemudian tiang itu ditekannya ke bumi dengan sangat cepat meluncur terpendam mematak kedalam tanah yang keras ,lalu datuk menghentakan kakinya diatas lantai,hingga membuat bangunan masjid tersebut menjadi doyong kea rah sebelah kanan. Pernah diceritakan pula melalui litelature yang ada, pada sekitar tahun 1862 masjid tua di Desa Banua Halat kiri yang di bangun,pernah mengalami kebakaran ,separuh bagian bangunan Masjid tersebut hangus terbakar oleh sekelompok penjajah belanda ,pada waktu itu , perbuatan itu akibat balas dendam terhadap penyerbuan pasukan Banua Ampat yang dikenal dengan ( Muning ) dipimpin oleh Pangeran Antasari dan sultan Kuning kebenteng tambang batu bara Orange Nassau tepatnya diPengaron tahun 1859. Namun akibat penyerbuan tersebut,tak menyebabkan salah satu tiang (soko guru ) yang ada dimasjid tersebut,sama sekali tak hangus dimakan api. Sehingga pada perjalanan masjid tersebut dari waktu ke waktu bahkan sampai sekarang tiang penyangga ( soko guru ) yang tersisa itulah yang di anggap oleh masyarakat sebagai keramat. Hingga berakhirnya perang Banjar , di lokasi yang sama di bangun kembali masjid tersebut , pada dasar catatan yang dipahat di tiang utama soko guru serta tiang-tiang penunjang terdapat goresan bersejarah akan nama-nama serta tahun pada pembangunan kembali masjid bersejarah itu tepatnya pada tahun (1331 H / 1910 M ) dimana masjid itu mulai kembali dibangun sementara yang bertulisan huruf arab melayu terdapat nama-nama seperti Isnan,H Darmawi Abbas , H Ahmad sebagai nama-nama para penyumbang di masjid tersebut dan setiap tiang penyangga terdapat 10 orang nama-nama penyumbang Masjid keramat tersebut. Sementara Masjid Keramat Banua Halat ,melalui tahapan-tahapan pada pemugaran kembali pada tahun 1331 H / 1910 M ,memiliki konstruksi panggung berlantaikan kayu yang kemudian pada tahun 1935 bagian lantai dilakukan penggantian dengan memakai ubin hias. Menurut catatan pada salah satu tiang guru tertulis �malantai� ( tanggal 28 Maret 1935 ) menurut informasi yang didapat tulisan �malantai� ini diperkuat oleh saksi hidup bernama H Armasnyah ,selain itu turut ditunjang dengan sisa-sisa peninggalan massa lalu seperti uang kuno ,guci dan tempayan (gentong air ) abad ke-14,salah satunya yang dapat dilihat hingga kini 2 buah tempayan air dimuka pintu pagar masjid Banua Halat ,yang lazimnya digunakan oleh orang-orang yang berkunjung untuk membasuh muka dan membasuh kaki dikala memasuki Masjid Bannua Halat. Masjid ini selain menjadi tempat beribadah, juga berperan sebagai objek wisata religius Kabupaten Tapin sebagai bukti sejarah yang terus di keramatkan oleh sebagian masyarakat Tapin , Pemerintah Daerah Kabupaten Tapin melalui Bupati Drs.Idis H Nurdin.MAP turut mengembangkan objek wisata religius tahunan ini melalui paparannya beberapa waktu lalu di sebuah acara pada tamu rombongan wisata religius. Bupati Tapin Drs.Idis H Nurdin menuturkan,� Masjid Banua Halat ini mendapatkan rekor muri ,beberapa waktu lalu. Dibawah pimpinan beliau PemKab Tapin terus berupaya akan selalu mengembangkan situs besejarah khususnya Masjid Al-Mukarramah Banua Halat menjadi objek Wisata Religius Tahunan.� [Non-text portions of this message have been removed]