23 Okt. 2004

Penyakit Minamata  
  
 
Tiba-tiba saja perhatian warga di Indonesia, tersedot ke Teluk Buyat di Sulawsi. 
Penyebabnya, sejumlah nelayan di kawasan itu, menderita penyakit yang diduga akibat 
pencemaran lingkungan oleh unsur logam berat Merkuri atau air raksa. Sejumlah pengamat 
lingkungan mengkhawatirkan, akan munculnya penyakit Minamata di Teluk Buyat. Silang 
sengketa sampai sekarang memang belum tuntas. Tapi apa sebetulnya penyakit Minamata 
itu ? 

Sesuai dengan namanya, penyakit Minamata berasal dari nama teluk Minamata di Jepang. 
Kasus pertama penyakit Minamata ditemukan tanggal 21 April 1956. Ketika itu seorang 
anak perempuan berusia lima tahun, dibawa ke klinik pediatri dr.Kaneki Noda, dengan 
keluhan mengalami sejumlah gejala kerusakan otak dan jaringan saraf tulang belakang. 
Seminggu kemudian, adiknya yang berusia tiga tahun, juga dibawa ke klinik karena 
menunjukan gejala yang sama. Karena itulah, dr.Noda pada tanggal 1 Mei 1956 merujuk 
kedua pasien kecil itu ke pusat kesehatan Minamata.

Para dokter di pusat kesehatan Minamata menduga, kasusnya tidak hanya menimpa dua anak 
tsb. Sebagai konsekuensinya dilakukan penyidikan epidemiolog di kawasan Teluk 
Minamata. Hasilnya amat mengejutkan, karena jumlah penderitanya amat banyak. Bulan 
Agustus 1956, dengan dikoordinir Universitas Kumamoto dilakukan penelitian yang lebih 
serius. Ditarik kesimpulan sementara, para penderita penyakit kerusakan otak dan saraf 
itu, disebabkan cemaran logam berat dalam kadar tinggi. Tapi logam berat apa? Dan dari 
mana sumber logam beratnya?

Pencemaran pabrik kimia

Sorotan langsung ditujukan ke pabrik kimia Chisso, yang berada di kawasan Teluk 
Minamata. Sebuah kasus yang sulit, karean Chisso Company, adalah pabrik kimia yang 
menunjang ekonomi Jepang ketika itu. Di pabrik tsb, diproduksi asetal dehida, dengan 
cara reaksi gas asetilen dengan merkuri-sulfat. Asetal-dehida diolah lagi untuk 
menghasilan asam asetat dan PVC. Semua sampah bahan kimia itu, tanpa diolah terlebih 
dahulu, langsung dibuang ke laut di Teluk Minamata. Dampaknya, teluk Minamata tercemar 
dan sistem aquatik di sana menimbun sampah kimia dalam rantai makanannya.

Di kawasan Teluk Minamata saja ditemukan ribuan penderita kerusakan otak dan saraf 
tsb. Pada saat dilakukan penelitian epidemiologi, tercatat sudah 17 orang meninggal 
akibat sindroma penyakit semacam itu. Dari laporan para dokter, diketahui penyakitnya 
tidak muncul secara tiba-tiba. Gejala penyakitnya muncul bertahap, berupa gangguan 
gerak motorik, nyeri hebat pada persendian, kaburnya penglihatan, ganguan sensorik, 
gangguan bicara, mundurnya kemampuan intelektual serta ketidak stabilan emosi. 
Penelitian lebih lanjut menyimpulkan, terjadinya dampak keracunan dari ikan atau 
kerang, yang ditangkap di sekitar Teluk Minamata.

Dihambat pemerintah

Dari dua kasus anak-anak balita, yang diperiksa di pusat kesehatan Minamata, tiba-tiba 
kasusnya meluas. Patut dicatat, dalam kondisi ekonomi Jepang yang baru bangkit lagi 
setelah kalah perang, adalah tabu membicarakan kecerobohan pabrik sebesar Chisso. 
Penelitian para ilmuwan berjalan amat lambat. Pemeriksaan pabrik dihambat oleh pejabat 
pemerintah. Sementara untuk menyelidiki sedimen limbah pabrik, diperlukan ketelitian 
dan waktu lama. Para ilmuwan menyimpulkan, para nelayan dan keluarganya di Teluk 
Minamata keracunan logam berat. Tapi logam berat apa? Berapa dosis berbahayanya?

Setelah ujicoba pada binatang dan bedah mayat korban penyakit Minamata, pada tahun1959 
dipastikan, bahwa para nelayan dan keluarganya keracunan logam berat Mercury alias air 
raksa. Setelah dilakukan penelitian lanjutan, pada tahun 1961 Uchida memastikan, 
senyawa beracunnya adalah keluarga Metyl-Merkuri. Para penderita penyakit Minamata, 
menunjukan kadar Merkuri antara 200 sampai 500 mikrogram per liter darahnya. Sementara 
batasan aman menurut WHO adalah antara lima sampai 10 mikrogram Merkuri per liter 
darah. 

Publikasi berbagai hasil penelitian itu, memicu kemarahan pemerintah Jepang. Dr. 
Hosokawa, direktur rumah sakit Minamata, dilarang melanjutkan penelitiannya. Menteri 
industri dan perdagangan nasional Jepang pada saat itu, Hayato Ikeda mengecam 
Universitas Kumamoto, karena publikasinya mengenai penyakit Mimamata dinilai 
membahayakan pertumbuhan ekonomi. Tapi penyakit kerusakan otak dan saraf itu, tidak 
hanya muncul di Minamata. Juga di kawasan industri Niigata muncul kasus serupa. 

Ancaman membesar

Setelah ancamannya membesar, barulah pemerintah Jepang sadar, kebijakan industrinya 
ternyata merugikan rakyat kecil. Didirikanlah pusat penlitian penyakit Minamata. Para 
penderita yang masih hidup atau keluarga yang meninggal diberi ganti rugi. 

Timbunan logam berat Merkuri, ternyata masuk ke dalam tubuh manusia melalui rantai 
makanan. Setiap harinya, rata-rata warga Minamata mengkonsumsi sampai 500 gram ikan 
atau kerang yang ditangkap di perairan tsb. Padahal ikan atau kerang itu, sudah 
tercemar logam berat Merkuri. Sebagai pemangsa akhir, manusia menimbun logam berat 
dalam tubuhnya, sampai mencapai kadar memicu sindroma penyakit Minamata dan 
menimbulkan kematian. Sampai tahun 1990 lalu, biro lingkungan hidup Jepang mencatat 
987 korban meninggal dan 2.900 penderita penyakit Minamata yang masih hidup.

Sebagai konsekuensinya, pemerintah Jepang memerlukan waktu 15 tahun, untuk 
membersihkan dan mereklamasi Teluk Minamata dari cemaran logam berat. Akan tetapi, 
yang juga cukup mencemaskan, jumlah bayi yang lahir dengan kerusakan otak dan saraf 
tetap tinggi. Penelitian dr. Masazumi Harada pada tahun 1968, menunjukan timbunan 
logam berat Merkuri ini, diturunkan dari ibu kepada bayinya melalui plasenta. Yang 
juga menarik, kasus diturunkannya kadar Merkuri dari ibu ke anak, ternyata hanya 
terjadi di kawasan Minamata.

Selain itu, dalam penelitiannya di berbagai negara di seluruh dunia, Harada 
melaporkan, kasus pencemaran lingkungan oleh logam berat Merkuri terus terjadi. 
Penelitian di Kanada misalnya, menunjukan, pencemaran pabrik caustic-soda menyebabkan 
tingginya timbunan logam berat Merkuri pada penduduk asli. Sampel rambut penduduk 
setempat, menunjukan kadar Merkuri antara 50 sampai 100 ppm. Walaupun pemerintah 
Kanada mengakui ada pencemaran Merkuri, namun membantah terjadinya sindroma penyakit 
Minamata. Sementara di Jirin dan Heilong di Cina, pencemaran logam berat dari pabrik 
asetal-dehida menyebabkan, gejala penyakit Minamata ringan diantara penduduk. Masih 
banyak kawasan pencemaran logam berat Merkuri yang diteliti Harada, menunjukan 
munculnya berbagai gejala penyakit Minamata baik ringan maupun berat. 
 



[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar.
Now with Pop-Up Blocker. Get it for free!
http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke