Selama hampir dua perioda (1998-2005), Jerman pernah diperintah oleh koalisi dua partai "kiri":
SPD & Green-Party (GP),yg di-istilah kan sebagai koalisi Red-Green. Meskipun juga menggunakan simbol warna 'merah', SPD sebenarnya posisinya di dalam model poros ideologi 1D ada di 'tengah-kiri' (center-left): - sosial, demokrat - tetapi juga "pragmatic & business friendly" Sementara partai mitranya, partai Green mrpk partai dengan haluan "LSM": membela kelestarian lingkungan, HAM, multikultural, kesetaraan gender, dan pasifis (anti perang/militer). <http://en.wikipedia.org/wiki/German_Green_Party> Adanya 'sedikit' perbedaan landasan ideologi ini kadang menyebabkan adanya friksi pada pemerintahan koalisi. Tiga contoh kasus friksi antara kedua mitra-koalisi tsb. yang pernah terjadi selama ini, misalnya: => Pada saat terjadi krisis konflik di Kosovo (1999), elemen-elemen yang 'keras' dari partai hijau sempat menentang peran serta Jerman di dalam operasi NATO untuk "menunduk-kan" Serbia waktu itu. Akhirnya Green Party nya mengalah => Kebijakan energi: Partai Green benar-2 100% anti penggunaan PLTN, sementara sikap SPD lebih pragmatis, tapi dalam hal ini gantian SPD yang mengalah => Tahun 2004/2005 waktu kanselir Gerhard Schroeder menunjukan sikap makin "bersahabat" dengan Cina demi hubungan ekonomi/bisnis kedua negara, hingga memutuskan meng-ekspor senjata ke Cina, Green Party awalnya menentang, karena memandang pemerintah Cina sebagai anti demokrasi dan HAM, dan karena sikap pasifis mereka. Tapi setelah melalui pergumulan yang alot, akhirnya Green Party yang mengalah, membiarkan ekspor senjata ke Cina ber langsung. *** Menanggapi hal ini, sebuah pertunjukan kabaret di TV yang biasanya berisi satir politik mengungkapkan sindirannya dengan "menirukan" pernyataan Claudia Roth (salah seorang tokoh pemimpin Green Party) kepada Gerhard Schroeder, kanselir Jerman dari SPD waktu itu: "Baiklah bapak kanselir Gerhard Schroeder, anda boleh mengekspor senjata ke negeri Cina." "Tapi dengan satu syarat ya, .... tolong paket-paket senjatanya itu dibungkus dengan bahan plastik yang ramah lingkungan /bio-degradable" ... :-) { kalimat 'asli' satir tsb sebetulnya berbunyi: "Na gut herr Bundeskanzler, ich werde Ihnen, die Ausfuehrung von Militarisch Ausruestung nach China weiter machen lassen, vorausgesetz, dass Sie dieser Waren im Pflanzliche Verpackung schicken ... " } *** Satire politik di atas meng-eksploitasi apa yang bisa disebut sebagai 'sinisme moral' di dalam mencari 'kompromi ideologi', supaya tujuan "pragmatis bisnis" partai SPD tercapai sementara partai Green bisa "menyelipkan" simbol pengamalan "syariat" nya yang pro Lingkungan hidup. *** Membaca artikel berita ilmiah populer di bawah ini, yang sebetulnya isinya biasa-biasa saja - sebagai sebuah artikel yang melaporkan perkembangan Iptek - tetapi saya rasakan judulnya cukup "provokatif": ------------------------------------- "Teknologi Bom yang ramah lingkungan" ------------------------------------- dan menurut 'telinga' saya mengandung semacam 'sinisme moral'. Kita semua tahu, bahwa bom adalah senjata militer yang fungsi taktisnya adalah -> untuk menghancurkan struktur (bangunan, kendaraan) -> untuk membunuh atau melukai banyak manusia Secara teknis/engineering, it doesn't matter apakah sasaran bom: bangunan/struktur/manusia di atas adalah sasaran militer atau sipil. Sejarah mengajarkan kita bahwa selama ini dua-duanya dijadikan sasaran pemboman di dalam berbagai konflik. Yang saya maksud dengan 'sinisme moral' dari judul berita "Teknologi Bom yang Ramah Lingkungan": Kesannya, orang/pihak yang mengembangkan senjata ini lebih mengartikulasikan "rasa kasih sayangnya kepada lingkungan" ketimbang "kasih sayang kepada sesama manusia atau struktur" yang akan dijadikan sasaran bom. Kalau hal ini boleh di "generalisasi/ektrapolasi" juga dengan gaya satir, boleh jadi nanti akan muncul: -> Teknologi Bom yang melestarikan keanekagaraman hayati", misalnya bom laut atau torpedo yang sangat efektif, bisa menenggelamkan sebuah kapal yang dijadikan sasaran, seluruh awak & penumpangnya, tapi dijamin: => tidak merusak "tumbu karang" (coral reef) => tidak membunuh plankton => tidak membunuh lumba-lumba/dolphin -> Teknologi Bom yang "berkeadilan sosial" -> Teknologi Bom yang "demokratis" -> Teknologi Bom yang "mencerdaskan kehidupan bangsa" ----( ihsan hm )-------------------------------------- Catatan: ------- Informasi Iptek yang menarik dari berita di bawah ini, dua bahan peledak jenis baru G2ZT and HBT, diharapkan akan bisa menggantikan bahan ledak 'tradisional' selama ini: TNT dan RDX. Bebedar dari TNT dan RDX yang sumber energi kimianya berbasis Karbon, kedua bahan di atas berbasis Nitrogen. Daya ledaknya hampir sama/lebih baik, dan lebih aman begi pengoperasinya. *** LiveScience.com Tue May 27, 8:41 AM ET --------------------------------------- Environmentally Friendly Bombs Planned --------------------------------------- Charles Q. Choi Special to LiveScience New explosives could be more powerful and safer to handle than TNT and other conventional explosives and would also be more environmentally friendly. TNT, RDX and other explosives commonly used in military and industrial applications often generate toxic gases upon detonation that pollute the environment. Moreover, the explosives themselves are toxic and can find their way into the environment due to incomplete detonation and as unexploded ordnance. They are also extremely dangerous to handle, as they are highly sensitive to physical shock, such as hard impacts and electric sparks. To make safer, more environmentally friendly explosives, scientists in Germany turned to a recently explored class of materials called tetrazoles. These derive most of their explosive energy from nitrogen instead of carbon as TNT and others do. Tiny bombs were made from two promising tetrazoles with the alphabet-soup names of HBT and G2ZT. These materials proved less apt to explode accidentally than conventional explosives. After the bombs were detonated in the laboratory, G2ZT also proved as powerful than TNT, and HBT more powerful than TNT and comparable to RDX, said researcher Thomas Klapoetke, a chemist at the University of Munich in Germany. In initial experiments, G2ZT and HBT produced fewer toxic byproducts than common explosives. Still, they did generate some dangerous hydrogen cyanide gas. But mixing these compounds with oxidizers not only avoids making hydrogen cyanide, but also improved performance, Klapoetke said. These compounds have great potential, "especially for large caliber naval and tank guns," Klapoetke added. Klapoetke and his colleague Carles MirĂ³ Sabate are scheduled to detail their findings in the June 24 issue of the journal Chemistry of Materials. The research was financially supported by the Ludwig- Maximilian University of Munich, the Fonds der Chemischen Industrie, the European Research Office of the U.S. Army Research Laboratory, the U.S. Army's Armament Research, Development and Engineering Center, and the Bundeswehr Research Institute for Materials, Explosives, Fuels and Lubricants.