Jurnal Sairara:
   
   
  MEMBACA RENUNGAN NUSA KAMBANGAN BACHTIAR SIAGIAN*
   
   
  Apakah Nusa Kambangan bagi Bachtiar [selanjutnya kusingkat Bachtiar]?
   
   
  Pulau ini di mana ia dibuang selama bertahun-tahun oleh Orba Soeharto, 
baginya  adalah pulau "kasih dalam tantangan" di mana:
   
   
  ".... derita dijalin mesra
  Bersama bertarung baja
  Rindu membeku ditelan debu
  Duka rekah di bukit batu" 
   
   
  Di pulau pembuangan itu, Bachtiar memanfaatkannya untuk berkaca karena 
"Penjara adalah ruang tersempit untuk pertanyaan-pertanyaan tentang orang lain. 
Namun ia ruang terluas bagi segala pertanyaan tentang dirimu sendiri". 
   
   
  Dalam renungan tentang diri sendiri ini, Bachtiar makin yakin akan hukum 
gerak dan bahwa "hidup dilandasi kenisbian" hingga ia berhasil mengalahkan 
dukasiksa penjara dan pulau pembuangan. Tulis Bachtiar:
   
   
  "Besok itu selalu besok. Apa yang datang kepadamu dalam arus waktu dan ruang 
tertentu sesungguhnya bukanlah lagi sesuatu seperti yang kau bayangkan dan 
harapkan pada apa yang kau sebut besok itu. Yang datang adalah ke-kinian yang 
pasti telah berobah dari apa yang kemaren kau sebut besok.  Besok itu adalah 
ke-akanan dan keakanan adalah pertanyaan-pertanyaan , ke-tak-pastian. Kekinian 
adalah pergumulan antara gerak hidup yang digerakkan dan menggerakkan. 
Kelampauan adalah jawaban-jawaban, kesimpulan-kesmpulan.
   
   
  Pada ketiganya kau selalu terlibat dan melibatkan dirimu".
   
   
  Pada bagian lain renungannya, Bachtiar menggarisbawahi sikapnya:
   
   
  "Begitulah sejarah banyak mencatat nama-nama filsuf besar di Barat dan di 
Timur, yang demi keyakinannya rela mengorbankan nyawanya. Keyakinannya telah 
membebaskan gerak-pikir dan gerak-rasanya dari lingkaran kesementaraan. Itulah 
sebabnya mereka mampu mengorbankan kepentingan jangka pendeknya - hidup 
jasmaninya --demi kepentingan jangka panjangnya, keyakinannya, dalam lingkaran 
keabadian".  
   
   
  Renungan dan puisi-puisi Bachtiar menjadi sangat berharga karena ia 
dihasilkan melalui pergumulan dengan ajal yang sering menakutkan orang, 
sehingga bertekuk lutut, lalu menjadi anak manusia tanpa martabat dan harga 
diri. Hidup asal hidup. 
   
   
  Karena itu, kukira, renungan dan puisi-puisi Bachtiar ini juga kukira bisa 
disebut sebagai kemenangan  anak manusia mengalahkan ajal, duka dan siksa.  
Bahwa anak manusia yang bisa "membebaskan gerak- pikir  dan gerak-rasanya dari 
lingkaran kesementaraan" tak gampang dikalahkan.Kalau pun ia mati, kematian 
bukan tanda kekalahannya. Nilainya, martabat dan harga diri manusiawinya tidak 
terbunuh. Tepat di sinilah, kukira kebesaran nilai puisi-puisi dan renungan 
Bachtiar Siagian: CATATAN KEMARAU" pada 1973. Puisi-puisi yang terangkum di 
Catatan Kemarau, tidak lain dari buah pergulatan hidup matinya di Pulau 
Pembuangan Nusa Kambangan.****
   
   
  Paris, Musim Dingin 2008.
  -----------------------------------
  JJ. Kusni, pekerja biasa Koperasi Restoran Indonesia Paris.

       
---------------------------------

Search. browse and book your hotels and flights through Yahoo! Travel


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to