Kawasan Propinsi Kalimantan Selatan yang dikenal memiki cadangan bahan
tambang melimpah, khususnya batu bara telah menggairahkan berbagai kalangan
mengeksploitir bahan galian yang disebut pula sebagai “emas hitam” tersebut.

Bukan saja perusahaan pertambangan skala besar yang berlomba mengeruk bahan
tambang yang tak bisa diperbarui tersebut, juga ratusan perusahaan kecil serta
individu yang ikut berebut mengambil untung dari usaha “emas hitam” itu.

Perusahaan skala besar yang mengelola tambang batu bara di Kalsel berdasarkan
Perjanjian Kerjasama Pengembangan Pertambangan Batu Bara (PKP2KB) ada beberapa
buah diantaranya PT. Adaro Indonesia,
PT. Arutmin Indonesia,
PT. Bantala Coal Mining, dan beberapa lagi.

Sementara perusahaan kecil melalui izin Kuasa Pertambangan (KP) yang
diberikan oleh kabupaten/kota menyusul adanya era otonomi daerah yang jumlah
perizinnanya ratusan buah. Belum termasuk ratusan perusahaan penambangan tanpa
ijin (Peti) yang dilakukan secara kelompok atau perorangan yang sangat
menyemarakkan usaha pertambangan batu bara di Kalsel tersebut.

Merebaknya tambang batu bara di “bumi Pangeran Antasari” Kalsel tersebut
menimbulkan gairah di bidang ekonomi, dimana devisa terus saja mengalir dari
hasil ekspor tambang itu dengan tujuan berbagai negara di dunia.

Catatan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kalsel sekitar 60
persen nilai ekspor non migas asal propinsi tersebut atau sekitar 1,5 miliar 
Dolar AS
per tahun berasal dari ekspor tambang batu bara. Bukan saja untuk ekspor,
ternyata hasil tambang batu bara Kalsel tersebut kini diperebutkan pula untuk
pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PT. PLN (Persero) seperti PLTU
Suryalaya Jawa Barat, PLTU Paiton Jawa Timur, dan PLTU Asam-Asam Kalsel
sendiri, disamping untuk kebutuhan industri lainnya di tanah air.

Oleh sebab itu, banyak kalangan yang telah mampu meningkatkan tingkat
kesejahteraan hidup mereka secara meteriil setelah memperoleh porsi dari
mengelola tambang batu bara tersebut. Tak heran bila dalam suatu wilayah yang
tadinya termasuk relatif miskin berubah menjadi kawasan yang kaya raya,
seumpamanya saja kawasan Kecamatan Satui dan Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu,
Pegaron Kabupaten Banjar, Jorong Kabupaten Tanah Laut, beberapa wilayah di
Kabupaten Tapin, Kotabaru, Balangan, dan Kabupaten Tabalong.

Banyak warga yang tadinya hanya sebagai petani atau buruh atau pedagang
kecilan serta pegawai negeri sipil (pns) rendahan sekarang berubah menjadi
“saudagar kaya”. Tadinya hanya memanggul cangkul sekarang sudah bergaya,
memakai mobil mewah Land Cruser, Ford Ranger, BMW, Mercides Bend dan mobil
mewah lainnya.

Bahkan sebagian rakyat yang selama ini miskin juga terkena imbasnya dengan
meningkatkan perekonomian masyarakat tersebut.</p>

Mengalirnya uang hasil tambang di tengah masyarakat tersebut, masyarakat yang
berusaha kecil-kecilan juga ikut berkembang. Begitu banyak buruh tambang serta
pengusaha tambang yang tidak pelit berbelanja. Akibatnya dagangan beras. ikan,
sayur mayur, serta hasil pertanian milik masyarakat menjadi laku.

Di kawasan Kota Paringin, Kabupaten Balangan, dimana beroperasinya sebuah
perusahaan pertambangan batu bara PT Adaro Indonesia yang berhasil mengeruk
tambang sedikitnya 20 juta ton per tahun telah memperkerjakan ribuan karyawan,
buruh tambang dan pekerja kantor lainnya.

Begitu pula misalnya di Sungai Danau, ibukota Kecamatan Satui tempat
beroperasinya PT. Arutmin Indonesia
dengan produksi sudah mencapai 16 juta ton per tahun juga mengerja ribuan buruh
dan karyawan.

Para pekerja tambang yang memilkiki uang
tersebut berani berbelanja dengan tidak menawar, akibatnya harga berbagai
kebutuhan pokok menjadi terdongkrak, harga rumah dan sewa rumah naik, harga
tanah melonjak, sedang tingkat keramaian pasar meningkat drastis.

Begitu banyaknya perusahaan tambang besar dan kecil serta individu di Kalsel
telah memberikan lapangan kerja yang sangat besar, dimana ribuan orang terserap
untuk menjadi buruh tambang, seperti pengemudi alat berat, mekanis, sopir truk,
pekerja kantor, serta buruh tambang kasar lainnya.

Sementara rakyat yang memiliki lahan juga banyak yang kaya mendadak, dimana
lahan-lahan yang terkena proyek tambang diganti rugi dengan nilai yang mahal.

Sehingga tak heran lahan-lahan yang tadinya tak bertuan kini dipatok oleh
orang-orang tertentu, kemudian lahan tersebut dianggap milik mereka dengan
berharap lahan itu nantinya terkena proyek tambang lalu meminta ganti rugi.

Dengan perkembangan pertambangan batu bara yang pesat tersebut maka
Pemerintah Propinsi (Pemprop) Kalsel optimis perekonomian daerahnya akan terus
meningkat, bahkan gubernur setempat, H.M. Sjachriel Darham berani mematok
tingkat pertumbuhan ekonomi di propinsi berpenduduk tiga juta jiwa lebih itu
bisa enam persen per tahun.

Di balik gemerlapnya hasil yang diperoleh dari pertambangan tersebut
ternyata telah melahirkan tingkat kerisauan yang mendalam di benak banyak
orang, terutama kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lingkungan dan
pecinta lingkungan itu sendiri.

Dari hasil diskusi Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Lingkungan Hidup (PWLH)
Banjarmasin yang menghadirkan LSM dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Kompas
Borneo, dan LSM lainnya itu banyak menyoroti mengenai pertambangan batu bara
tersebut, bahkan muncul kekhawatiran akan dampak dahsyat bencana alam akibat
maraknya pertambangan itu.

Menurut diskusi tersebut perubahan alam Kalsel kini sudah terasa dampaknya
akibat tambang batu bara. Bagaimana tidak, di kawasan daratan Kalsel yang
dikenal dengan bentuk Rumah Bubungan Tinggi itu telah hancur, selain hutan
gundul karena penebangan kayu secara membabi buta, sekarang ditambang
pertambangan batu bara yang tak terkendali.

Bahkan terungkap ternyata wilayah resapan air berupa hutan tropis basah di
Pegunungan Meratus kini telah tercabik-cabik oleh pertambangan batu bara baik
yang legal atau ilegal yang dikelola pihak preman-preman.

Di kawasan pertambangan PT. Adaro Indonesia saja terdapat beberapa
buah tandon raksasa atau kawah besar bekas tambang yang menyebabkan bumi
menganga tak mungkin bisa direklamasi, akhirnya dibiarkan begitu saja.

Begitu juga di kawasan Satui dimana PT. Arutmin beroperasi terdapat
lubang-lubang pula namun agak sedikit baik karena perusahaan ini berhasil
mereklamasinya sebab tambang di sini tak dalam, tetapi telah menyebabkan alam
berganti menjadi hutan buatan hasil reboisasi perusahaan tetapi telah
menghilangkan hutan alam penjaga lingkungan.

Yang paling parah terlihat di ratusan bahkan ribuan hektare lahan bekas
tambang Peti yang dikelola masyarakat baik perusahaan kecil atau individu.
Lahan-lahan mereka tersebut digali, kemudian diambil batu baranya lalu bekas
tambang itu dibiarkan rusak parah begitu saja tanpa adanya reklamasi seperti
terlihat di berbagai wilayah.

Dampak yang terasa dari lahan yang rusak demikian adalah bila hujan sedikit
saja maka air di atas gunung begitu deras turun tanpa bisa ditahan, dan air
yang turun bukan lagi air hujan jernih melainkan telah bercampur dengan lumpur
dan debu batu bara.

Bahkan sekarang ini Sungai Martapura yang berhulu di Pegunungan Meratus yang
dulunya biru telah berubah tingkat warna dan kekeruhan akibat pertikel lumpur
dan material lainnya.

Sampai-sampai alat pengukur Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bandarmasih,
Kota Banjarmasin yang mengambil air sungai tersebut sebagai bahan baku tak bisa 
lagi
mengukurnya, lantaran tingginya tingkat kekeruhan dan warna itu.

Hasil sebuah penelitian begitu tingginya tingkat kekeruhan dan warna air
Sungai Martapura tersebut ternyata air itu telah mengandung sejenis kaolin
yakni bahan kimia yang berasal dari tambang batu bara. Bukan hanya itu tambang
batu bara di Kalsel telah mengubah tingkat polusi udara dan debu di berbagai
wilayah Kalsel.

Kota Banjarmasin saja yang jauh dari lokasi tambang telah mewaspadai
pencemaran udara akibat debu dari tambang batu bara tersebut. Ada beberapa
titik yang tingkat pencemaran debu batu bara di atas ambang normal seperti
diakui Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Kota Banjarmasin,
Hesly Junianto,SH.

Kawasan dimaksud seperti di Pelambuan dimana terdapat stockpile (lapangan
penumpukan batu bara) serta simpang empat Jalan Lambung Mangkurat depan kantor
Pos Besar Banjarmasin.

Kota Banjarmasin ternyata terkena dampak lingkungan yang sangat dahsyat
akibat tambang itu karena ribuan mobil truk pengangkutnya menuju pelabuhan di 
Banjarmasin melalui jalan-jalan umum di dalam kota ini.

Dampak lain penambangan marak tersebut, adalah banyak jalan negara yang
sebenarnya dalam peraturan tak dibolehkan dilewati truk pengangkut batu bara
kini tetap menjadi jalur pengangkutan sehingga jalan tersebut rusak parah.

Contoh saja jalan trans Kalimantan antara Kabupaten Tapin hingga Banjarmasin 
yang yang
mengalami kerusakan parah seperti degradasi, berlubang, longsor, becek,
bergelombang, akibat tak mampu menahan beban berat pengangkutan batu bara
tersebut. Karena ribuan truk besar setiap hari melalui jalan nasional (negara)
itu.

Kerisauan kerusakan jalan tersebut telah menimbulkan gelombang unjukrasa di
masyarakat, termasuk penutupan jalan nasional oleh masyarakat yang tak ingin
jalan itu dilalui truk pengangkut batu bara, seperti terjadi di Tapin, Tanah
Bumbu dan Kabupaten Balangan.

 


Kerusakan jalan yang parah di mana-mana itu telah mengusik hati Gubernur
Kalsel, H.M.Sjachriel Darham untuk memanggil bupati/walikota se propinsi
tersebut untuk membahasnya serta mencari solusi terbaik agar jalan tidak
mengalami kerusakan lagi.

Belum lagi keluhan ahli pertanian yang disebutkan banyak lahan subur potensi
pertanian kini berubah menjadi lahan gersang, lantaran lapisan atas tanah yang
mengandung humus dan tercipta ribuan tahun telah rusak akibat pertambangan
tersebut.

Konon pula akibat tambang telah melahirkan semacam gas yang bisa
meningkatkan tingkat keasaman tanah di sekitar tambang sehingga kawasan tambang
tidak subur dan cendrung gersang.

Keluhan lain yang merisaukan akibat kegiatan tambang yaitu terjadinya
tingkat pendangkalan sungai, pencemaran air limbah batu bara ke danau, sawah,
serta ke pemukiman hingga menyiksa penduduk.

Kasus demontrasi warga akibat pencemaran itu telah terjadi di Sungai Satui,
Desa Pulau Ku’u Kabupaten Hulu Sungai Utara, pinggiran kota Paringin, Senakin 
Kotabaru dan lainnya.

Kekhawatiran lain habisnya bahan tambang batu bara tersebut tidak terlalu
banyak dinikmati warga setempat, sebab puluhan miliar dolar AS devisa dari
tambang itu lari keluar negeri dan mengendap di bank-bank asing karena banyak
pemilik perusahaan besar itu “saudagar kaya” dari luar negeri sebagai pemilik
saham di perusahaan tersebut.

Apalagi tambang itu adalah jenis kekayaan alam yang tak bisa diperbarui, bila
habis maka habislah kekayaan tersebut tinggal generasi muda atau generasi
mendatang hanya bisa gigit jari.

Melihat begitu banyak persoalan buruk akibat tambang batu bara tersebut,
boleh saja sekarang sebagian masyarakat mendapat angin surga tetapi diyakini di
masa mendatang angin surga itu akan musnah dan muncul berbagai mala petaka
bagaikan di neraka.

Untuk itu pula, akankah Kalsel nanti mempersembahkan surga atau neraka,
karena seiring kerusakan alam malapetaka juga akan mengikutinya dan hal
tersebut merupakan peringatan Allah SWT sebagaimana dalam Al Qur’an bahwa
“kerusakan di bumi dan di laur karena ulah tangan manusia, sehingga tunggulah
akibatnya”.

 

 

 

 




      

[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke