Surat Kembang Gunung Purei:
"LEMBAH RAJAWALI" 1. Ada sebuah lembah dalam yang selalu diliput kabut, terletak di perbatasan Iran dan Turki. Di sebelah-menyebelah lembah ini, pasukan-pasukan kedua negeri berjaga dengan penembak-penembak jitu yang siap meluncurkan peluru maut terhadap sasaran-sasaran yang mencurigakan. Dengan melintasi lembah ini, orang-orang dari kedua negeri, kemudian bisa melanjutkan perjalan ke negeri-negeri Barat. Lembah ini dikenal dengan nama "Lembah Rajawali" ["La Vallée des Aigles"] dan yang oleh Sorour Kasmai, seorang penulis perempuan, dijadikan sebagai judul roman otobiografisnya yang diterbitkan baru-baru ini oleh penerbit Actes Sud, Paris. Hanya jiwa "rajawali"lah yang sanggup dan berani menempuh lembah berkabut bencana di mana ajal berkeliaran dengan pongahnya. Dilihat dari segi proses lahirnya, maka roman "Lembah Rajawali" bisa dikatakan sebagai buah dari ketekunan Sorour Kasmai mencatat dari hari ke hari segala apa yang telah dialaminya semenjak ia berusia 20 tahun sampai terbitnya roman otobiografis ini. Kejadian yang merentang sepanjang jarak dari Taheran, di mana Sorour dilahirkan pada tahun 1962, hingga Paris di mana kemudian kemudian Sorour bekerja memimpin seksi "Horizons Persans" di penerbitan Actes Sud. Ketekunan mencatat segala peristiwa yang dialami dan disaksikan dari hari ke hari begini melayangkan ingatanku kepada alm. Mochtar Lubis Rewy Alley, penulis Selandia Baru, yang menggarisbawahi arti pentingnya sebuah catatan harian bagi seorang penulis. Menurut kedua penulis ini, catatan harian, merupakan bahan mentah untuk berbagai genre karya bagi seorang penulis. Catatan harian membantu keakuratan ingatan. Seperti kita ketahui ingatan akan makin melemah dan seperti Lembah Rajawali makin berkabut seiring dengan usia yang kian dilemahkan waktu dari hari ke hari. Nampaknya menulis catatan harian adalah suatu hal sederhana. Hanya pada kenyataannya tidaklah sesederhana yang dibayangkan jika kita tidak mempunyai disiplin dan suka menunda-nunda penulisannya. Penulisan catatan harian memerlukan disiplin dan melatih disiplin sekaligus. Tanpa disiplin tidak mungkin kita akan mampu menulis catatan harian. Sedangkan untuk menjadi penulis, di samping kemampuan untuk terus-menerus belajar baik dari buku atau pun kehidupan, dituntut adanya disiplin keras. Sorour Kasmaï selama 20 tahun sampai sekarang, berhasil melakukannya hingga membantunya melahirkan roman "Lembah Rajawali". Dalam catatan hariannya yang kemudian dijelmakan menjadi roman, kita bisa menyimak jalan hidup pribadi Sorour dan membaca sejarah Iran serta dunia sekaligus. Jika kita mau belajar, barangkali; dari tuturan catatan dan roman Sorour, kita bisa menimba pelajaran-pelajaran agar penulis bisa menjadi "saksi sejarah dan zaman", jika mengggunakan istilah filosof Perancis, Lacroix, atau "mendapatkan jalan keluar dan cara hidup mengalahkan ajal", apabila meminjam istilah penulis Irak, Betool Kheidairi, sekaligus untuk "membangun kehidupan dan memperpanjang kehidupan" bila meminjam kosakata penulis Spanyol, Jorge Semprun. "Taheran 1983" , tulis Sorour. "Taheran pada tahun ini mempunyai hari-hari yang paling kelam, malam-malam yang paling kelabu. Menyusul gelombang pertama eksekusi yang dilakukan oleh kaum revolusioner terhadap orang-orang politik dan menteri-menteri Shah, giliran eksekusi selanjutnya justru menimpa kaum revolusioner dari berbagai aliran: Marxis-Leninis, Trotskis, Maois, yang pro Soviet kritis [...], seniman-seniman, para perempuan yang berdandan, para siswa SMA yang menjual koran, orang-orang Kurdistan yang menuntut kemerdekaan [les indépendantists], serta para oposisi yang paling romantis terhadap rezim. [Lihat: Christine Rousseau, Le Monde , Paris, 16 Juni 2006] . Sorour Kasmaï sendiri, karena bersuamikan seorang oposan rezim, ditambah lagi karena, pada zaman Gorbachev dengan perestroikanya, ia pernah belajar bahasa Russia di Moskow, lalu ditangkap secara tak semena-mena. Setelah berada tiga hari di penjara Evin yang terkenal kejam, Sorour dan suami diperkenankan bertemu di bawah pengawasan rezim. Dalam perjumpaan ini, Sorour melihat wajah dan tubuh suaminya babakbelur. Setelah pertemuan, suaminya dibawa kembali ke penjara dengan janji mau bekerjasama dengan rezim. Sang suami terpaksa melakukan hal ini demi menyelamatkan jiwa istrinya. Kasihsayang antara sepasang kekasih, antara suami-istri, orangtua dan anak, memang sering dimanfaatkan oleh lawan-lawan politik untuk menekan para oposan. Dalam keluargaku sendiri, aku teringat bagaimana Tjilik Riwut yang sedang melancarkan perang gerilya menghalau Belanda di Kalimantan Tengah, mengalami tekanan sejenis. Belanda mengatakan, mereka akan membunuh ibu paman, jika ia tidak menyerah. Ayahku yang sering bersama-sama Paman, menasehatinya agar tidak usah menghiraukan ancaman Belanda itu. "Kita sudah terlanjur basah dan harus bisa memilih, sekali pun pilihan itu serupa memakan buah simalakama". Masih banyak contoh lagi baik dari Indonesia atau pun negeri-negeri lain tapi hakekatnya sama. Dalam roman, barangkali, Hon Dât, dari Viêt Nam Selatan, bisa dijadikan salah satu contoh saja. Sedangkan "Lembah Rajawali" tidak lain dari contoh baru, kali ini berasal dari Iran, yang memperlihatkan resiko dari seorang oposan dan panarung. Pengalaman jenis ini pun dialami oleh Joesoef SH pimpinan Gerakan Tiga Selatan. Istrinya disandra agar ia menyerah. Tapi di pihak lain, dari kisah Sorour, aku pun melihat bahwa kasihsayang yang sungguh, juga memberikan kekuatan dan kesanggupan tak terbatas yang sulit dihitung nalar. Dengan kasihsayang begini, ibu Sorour langsung menggunakan jaringan hubungannya dengan diplomat-diplomat negeri-negeri Barat, mengisahkan masalah yang dihadapi puterinya. Salah seorang diplomat Barat bersedia menolong Sorour dan entah dengan cara bagaimana memberikan Sorour pas jalan Kurdi sambil mengatakan bahwa Sorour ditunggu dalam jangka waktu 10 hari di Turki. Tapi rendez-vous ini berakhir dengan kegagalan karena kekurangan uang dari pihak Sorour ditambah lagi terjadi perang antara Pâsdar [Pengawal Revolusi Iran] dengan pihak Kurdi. Sorour terpaksa kembali ke Taheran setelah melakukan beberapa kali penerobosan. Di ibukota Iran ini, Sorour berlindung di sebuah sekolah Katolik. Setelah beberapa saat berada di sekolah Katolik ini, Sorour dan saudara perempuannya kembali berangkat ke "Lembah Rajawali" dengan menyamar sebagai petani Kurdistan untuk mencapai Turki . Sorour dan saudara perempuannya dengan berkuda melintasi "Lembah Rajawali" di bawah mata pasukan-pasukan Iran dan Turki yang berjaga di kedua sisi dan saban detik siap menaburkan maut. Setelah menempuh rupa-rupa lika-liku perjalanan, akhirnya tiga bulan kemudian, Sorour berhasil tiba di Paris. Dengan ini Sorour Kasmaï memulai masa eksilnya. Semuanya ini dicatat cermat oleh Sorour dalam catatan hariannya dan kemudian ia tuangkan dalam romannya "Lembah Rajawali". Paris, Juli 2006. --------------- JJ. Kusni [Bersambung.......] [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/