Kepentingan negara-negara kapitalis-imperialis atan sekarang disebut neoliberal 
memang sudah lama terjadi di Indonesia dan hal ini terus digencarkan sampai 
sekarang ini..

Indonesia pernah menyatakan perlawanan terhadap kapitalisme serakah ini, namun 
dalam perjalanan sejarah terjadi insiden politik yang mengakibatkan berkuasanya 
kembali agen-agen imperialis di Indonesia.

Persoalannya apa yang terjadi hari ini adalah proses ahistoris. Kondisi ini 
sudah dipredikasikan jauh-jauh sebelumnya pada tahun 1966, dalam pidato 
Soekarno yang terkenal " Jangan Sekali-Kali Melupakan Sejarah " atau Jas Merah, 
dalam apa yang disebutnya Nekolim atau Neo Kolonialisme & Imperialisme..

Kapitalisme juga pernah bertekuk lutut dalam gempuran negara-negara yang 
menyatakan melawan terhadap mereka. AS harus mundue dari Vietnam, AS keok 
ketika digulung China, AS tak berdaya di tangan Kuba, sekarang ini kebangkitan 
Venezuela yang berani menasionalisasikan asset AS...

Sejak peristiwa 1965, kiblat Indonesia berubah dimana pemerintahan baru yang 
didukung oleh kapitalisme AS berkuasa selama puluhan tahun, dilanjutkan dengan 
pemerintahan sekarang ini yang masih belum bisa memutus rantai ketergantungan 
terhadap kapitalisme AS..

Indonesia memang sudah terjebak dalam gurita kapitalisme, tapi tidak serta 
merta Indonesia secara total adalah milik AS..

lembaga studi <[EMAIL PROTECTED]> wrote:                             Sobats,
 Sejak KMB Denhaag 27 Desember 1949, tepatnya sejak Indonesia menjadi RIS, lalu 
masuk ke UUDS 1950, kembali ke UUD1945, jatuh di tahun 1965/1966, selanjut 
gegap gempita berteriak demokrasi liberal dan pasar bebas, sungguh membuktikan 
INDONESIA di bawah ketiak Washington.
 Mohon sobats baca baik-baik kalimat penutup Indonesia as d new India.
 Berbaai kajian yang muncul di AS sendiri maupun dokumen yang berserakan di 
Jakarta, sebenarnya sudah membuktikan, Indonesia adalah negara bagian AS.
 Maka sejak 1999 hingg hari ini berdasarkan puluhan buku akademik, data, dan 
informasi akurat saya menyebutkan, siapapun pemenang Pemilu 1999, 2004, 2009 
(Pilleg atau Pilpres), jelas Neoliberal penguasanya.
 Tidak usah heran. Terlalu banyak yang  bersedia menjadi kaki tangan penjajah. 
Bagi mereka, yang penting tahta dan harta. Itulah fakta bagaimana para ekonom 
beraliran mekanisme pasar, para ekonom yang menjunjung tinggi pasar bebas, dan 
menjalankan sepenuhnya Konsensus Washington, tetap berkuasa sejak Soeharto 
hingga detik ini.
 Coba lihat bagaimana majalah Time dan The Economist memberitakan krisis pasar 
modal berdampak pada krisis keuangan.
 Perhatikan pula kenapa BI dan Depkeu meminta persetujuan DPR agar menalangi 
IBA (Indover Bank Amsterdam). Patut dicatat, dalam krisis moneter 1997/1998, BI 
telah menolong IBA sebesar USD1,14 bio. Dalam perjalanan, IBA terus bleeding. 
Kondisi IBA yang begini justru membuat nikmatnya IBA menjadi sapi perah. 
Setelah berhasil memisahkan aset busuk dan aset bernilai lewat Indoplus dan 
setelah biaya konsultan asing yang sarat kolusi menyedot dana BI, pejabat BI 
kemudian menolak divestasi. walaupun saat itu ada peminatnya, Crosby. Pemenang 
divestasi ini bahkan bersedia mengembalikan pledge deposit. Tp DGBI tetap 
menolaknya. Sementara sejumlah pialang di Indonesia mencarikan dana ke bank 
plat merah untuk ditempatkan di IBA.  Dan IBA sendiri menggunakan dana bank 
dari Indonesia di pasar uang AS. Hasilnya, dalam krisis pasar modal awal 
Oktober ini, IBA merugi sebesar US$300 mio. 
 Perhatikan lagi dalam-dalam, siapa sebenarnya yang merugikan Indonesia dari 
aspek kebijakan hingga ke aspek bisnis?
 Saya berani menyebut: MAFIA BERKELEY.
  
 Lalu apa hubungannya dengan artikel Newsweek?
 
 Kalimat terakhir majalah Newsweek yang juga dikutip Andi Malarangeng dalam 
Negeri Impian-nya tvOne sekadar membuktikan, siapapun Presiden AS dan siapapun 
parpol berkuasa serta siapapun Presiden Indonesia 2009, INDONESIA tetap 
terjajah melalui kesediaan Mafia Berkeley menjadi kaki tangan mereka.
  
 Maaf, kalau ini faktanya.
 --- On Mon, 10/20/08, Nugroho Dewanto <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
 
 From: Nugroho Dewanto <[EMAIL PROTECTED]>
 Subject: Re: [ppiindia] Newsweek Magazine: Indonesia As the New India
 To: ppiindia@yahoogroups.com, ppiindia@yahoogroups.com
 Date: Monday, October 20, 2008, 2:15 PM
 
 saya teringat di masa kuliah 15 tahun lalu, prof juwono
 sudarsono pernah mewanti-wanti "bahaya" menerapkan demokrasi
 di negara berkembang dan masyarakatnya majemuk seperti
 indonesia. "kita akan jadi seperti india, tetap miskin dan
 politiknya ribut minta ampun. para aktris bollywood menjadi
 anggota parlemen semata memanfaatkan ketenaran tanpa
 kompetensi," begitu katanya.
 
 kekhawatiran pak juwono ada benarnya, ada pula yang tidak.
 seperti india, kita sekarang memang mengalami panggung
 sinetron pindah ke senayan karena para aktris dan aktor
 menjadi anggota dpr.
 
 tapi indonesia tidak miskin, kita termasuk negara berpendapatan
 menengah di dunia. kita sedikit lebih kaya ketimbang india.
 negeri anak benua itu sendiri sekarang perlahan-lahan menjadi
 lebih makmur ketimbang 15 tahun lalu.
 
 kita memang punya banyak kesamaan dengan india:
 masyarakat yang majemuk dengan banyak suku dan agama.
 serta sistem pemerintahan yang demokratis dan netral agama.
 
 tapi, bila pemberantasan korupsi dan otonomi daerah berhasil,
 indonesia akan lebih maju dari india, bahkan cina.
 
 teknologi informasi yang menjadi andalan india, bukan ilmu
 yang sulit untuk dipelajari.
 
 dibanding india, indonesia punya dua kelebihan: ada bahasa
 indonesia yang menjadi lingua franca dan tak ada persoalan
 kasta yang menghambat mobilitas vertikal warga.
 
 india sampai sekarang masih bermasalah karena bahasa hindi
 (warganya merasal lebih sederajad satu sama lain bila bicara
 dalam bahasa inggris) dan sistem kasta di masyarakat, bukan
 karena sistem pemerintahan yang demokratis.
 
 mari tetap semangat!
 
 At 08:16 AM 10/17/2008 +0200, A. Marconi wrote:
 
 >Membaca Newsweek ttg Indonesia ini tampak sambungnya dengan politik 
 >luarnegeri Gedungputih bagi Asia Tenggara, menopang secara pragmatis kaum 
 >Militer dan ex-Militer (purnawirawan) yang dididik dengan Dana "Bantuan" 
 >Militer AS. Menjelang Pemilu 2009 di Indonesia, politik AS mendukung 
 >dipilihnya calon-calon presiden Indonesia dari purnawirawan 
 >jendral-jendral TNI-AD, seperti SBY, Wiranto, Prabowo dll.
 >
 >Be careful with your best economic hope in the era of Indonesian TNI-AD 
 >political power dominancy. KASAD telah memperingatkan kewaspadaan terhadap 
 >masyarakat akan bangkitnya kembali mayat PKI yang sudah ditembak mati 
 >dengan brondongan senapan mesin di tahun 1965 oleh satuan 
 >KOSTRAD/KOPASUS/ RPKAD di bawah komando Letjen Soeharto. Mayat PKI tersebar 
 >di seluruh kepualuan Indonesia dalam kuburan-kuburan masaal, hingga di 
 >pulau terpencil Buru. Momok Komunisme masih terus menghantui Indonesia dan 
 >dalam era globalisasi ekonomi sekarang ini telah masuk ke gereja-gereja, 
 >klenteng, masjid dan candi-candi serta pura-pura. Sitkon baru ini 
 >menyebabkan para jendral generasi baru yang dihasilkan di akademi-akademi 
 >militer Indonesia kini mengidap penyakit paranoia bahaya latent 
 >komunisme/PKI sebagai akibat indoktrinasi politik dan ideologi 
 >anti-komunis era cold-war. Oleh sebab itu impian Indonesia berstatus 
 >raksasa ekonomi Asia Tenggara apa mungkin direalisasi?
 >
 >----- Original Message -----
 >From: Pan Mohamad Faiz
 >To: <mailto:ppi- india%40yahoogro ups.com>[EMAIL PROTECTED] ps.com ; 
 ><mailto:ppiindia% 40yahoogroups. com>[EMAIL PROTECTED] s.com
 >Cc: <mailto:qisai% 40yahoo.com>[EMAIL PROTECTED] com
 >Sent: Friday, October 17, 2008 4:28 AM
 >Subject: [ppiindia] Newsweek Magazine: Indonesia As the New India
 >
 >Dear all,
 >
 >Cross posting tentang pemberitaan Indonesia terkait dengan India di 
 >Majalah Newsweek. Semoga bisa menjadi perhatian untuk kita bersama, para 
 >mahasiswa, alumnus, pemerintah, dan professional Indonesia di dan dari India.
 >
 >Best Regards,
 >PMF
 >
 >Alumnus University of Delhi
 >
 >=========
 >LAMPIRAN
 >=========
 >Indonesia As the New India
 >
 >This stable democracy with a hot market economy resembles another Asian 
 >giant in the 1990s.
 >
 >By George Wehrfritz and Solenn Honorine | NEWSWEEK
 >
 >Published Oct 11, 2008
 >
 > From the magazine issue dated Oct 20, 2008
 >
 >Link page 1: 
 ><http://www.newsweek .com/id/163572>http://www.newsweek .com/id/163572
 >
 >Link page 2: 
 ><http://www.newsweek .com/id/163572/ page/2>http://www.newsweek 
 >.com/id/163572/ page/2 
 >
 >
 >___________ _________ _________ _________ _________ ___
 >Do You Yahoo!?
 >Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around
 ><http://mail. yahoo.com>http://mail. yahoo.com
 >
 >[Non-text portions of this message have been removed]
 >
 >[Non-text portions of this message have been removed]
 >
 >
 
 [Non-text portions of this message have been removed]
 
 __________________________________________________
 Do You Yahoo!?
 Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
 http://mail.yahoo.com 
 
 [Non-text portions of this message have been removed]
 
 
     
                                       



 __________________________________________________
Apakah Anda Yahoo!?
Lelah menerima spam?  Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik terhadap spam  
http://id.mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke