Innalillahi wa inailahi Roji'un Segenap anggota Dewan Kerja Daerah D.I.Yogyakarta turut menyampaikan duka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya kakak kita tercinta Prof. DR. Koesnadi Hardjasoemantri, SH semoga amal ibadah beliau diterima disisi-Nya dan keluarga diberi kekuatan dan ketabahan. Amien. DKD DIY PROFIL BELIAU Nama: KOESNADI HARDJASOEMANTRI Lahir: Tasikmalaya, Jawa Barat, 9 Desember 1926 Agama: Islam Pendidikan: - HIS, Bandung (1940) - HBS/PHS, SMP II, Jakarta (1947) - FH UGM (1964) - Universitas Purdue, AS (1969) - Fakultas Hukum Universitas Leiden, Negeri Belanda (Doktor, 1981) Karir: - Kepala Staf I TP Batalyon 500 Banjarnegara (1947-1948) - Karo Humas Departemen Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (1964-1967) - Sekretaris Ditjen Perguruan Tinggi (1967-1969) - Kepala Direktorat Pendidikan Tinggi Dept. P & K (1969-1974) - Atase Pendidikan dan Kebudayaan pada KBRI Den Haag, Negeri Belanda (1974-1980) - Sekretaris Menteri Negara PPLH (1980-1983) - Koordinator Bidang Ilmu Hukum Fakultas Pascasarjana UI (1981- sekarang) - Dosen UI (1982-sekarang) - Dosen (1982-sekarang) - Guru Besar (1984-sekarang), kemudian Rektor Universitas Gadjah Mada (sejak 1986) Kegiatan Lain: - Ketua II Yayasan IKJ (1981-sekarang) - Ketua Umum Kagama (1985-sekarang) - Ketua Kelompok Kerja Sosial Budaya Lemhanas (1985-sekarang) - Andalan Nasional Gerakan Pramuka Karya: - Antara lain: Peranan Proyek PTM dalam Pengembangan Pendidikan, Balai Pustaka, 1983 Rumah: Jalan Taman Anggrek M 5A, Slipi, Jakarta Barat Kantor: Bulaksumur, Yogyakarta =================== Koesnadi, Profesor yang Demokratis www.suarapembaruan.com
"Papa bukan hanya milik kami, tetapi sudah milik bangsa bahkan milik dunia internasioal. Karena itu, yang berbangga kepada papa bukan hanya keluarganya," kata putri pertama almarhum Prof Dr Koesnadi Hardjasumantri, drg Indira Laksmi (48) saat menunggui jenazah ayahnya di Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM), di Yogyakarta, Kamis 8 Maret 2007. Koesnadi yang lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat pada 9 Desember 1926 sampai akhir hayatnya tetap mengabdikan diri pada dunia pendidikan dan menjadi guru besar hukum lingkungan Falkutas Hukum UGM. Indira mengakui ayahnya adalah sosok yang demokratis."Waktu saya kecil, papa tidak melarang saya ikut pesta-pesta, tetapi dia membeberkan efek buruk dan baiknya, dan saya dibebaskan untuk menelaah," katanya mengenang. Putra pertama dari lima saudara pasangan RG Hardjasoemantri dengan RHE Basriah itu memulai pendidikannya di HIS Bandung. Ketika Prof Dr Fuad Hasan menjabat Mendikbud, Koesnadi ditunjuk sebagai rektor UGM. Dia menciptakan transparansi, keterbukaan, kesamaan dan kemitraan. Sewaktu Koesnadi mengakhiri masa jabatannya sebagai rektor, mahasiswa enggan melepaskannya. Menerima pedagang kaki lima di lingkungan kampus, barangkali adalah hal yang biasa. Tetapi menjadi sangat tidak biasa jika penerimaan itu dilandasi dengan surat keputusan (SK) Rektor, dan setiap pedagang memperoleh legitimasi penuh serta areal yang layak. Terima Kritik Koesnadi banyak dikenang oleh kalangan civitas akademika UGM sebagai pendidik sejati. Dia tampil sebagai sosok yang terbuka dan mau menerima kritik dari bawahannya, termasuk para mahasiswa. Mantan aktivis mahasiswa Bonar Tigor Naipospos mengenang Koesnadi sebagai sosok yang demokratis dan kebapakan. "Ia banyak memberi angin kepada teman-teman mahasiswa dan sering mengajak mahasiswa berdialog," tuturnya. Koesnadi berpendapat, kampus harus menjadi tempat yang dinamis dan punya pandangan bahwa mahasiswa tidak boleh buta politik. "Memang mahasiswa jangan berpolitik praktis di kampus tetapi bagi Pak Koes mahasiswa harus memahami kondisi politik negerinya," tuturnya. Koesnadi memegang jabatan rektor UGM di saat aksi-aksi mahasiswa marak mengkritisi kondisi sosial, politik di masa pemerintahan Soeharto pada era 1980-an. Di tengah sistem politik yang represif, Koesnadi tidak ikut-ikutan menekan mahasiswa. Dia justru menyikapi dengan bijaksana demonstrasi-demonstrasi yang juga diikuti banyak mahasiswanya. Malah terkesan banyak memberi angin bagi ruang-ruang demokrasi di kampus. Tewasnya Koesnadi, juga membuat kalangan pramuka berduka cita. Bukan hanya pramuka di Indonesia, tetapi juga kalangan kepanduan Asia-Pasifik. Kak Koesnadi, panggilannya di kalangan pramuka, memang merupakan salah satu tokoh senior dalam Gerakan Pramuka. Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Azrul Azwar kepada Pembaruan di Jakarta, Kamis 8 Maret 2007 pagi, mengatakan, dunia kepramukaan Indonesia sangat kehilangan salah satu tokoh besarnya. "Almarhum Kak Koesnadi sudah berpuluh-puluh tahun mengabdi secara sukarela di Gerakan Pramuka," kata Azrul. ============ Koesnadi Hardjasoemantri : Penggagas KKN Itu Telah Tiada www.sinarharapan.co.id Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) bagi mahasiswa saat ini masih diberlakukan di berbagai universitas, tapi tidak semua orang mengetahui bahwa penggagas program itu adalah Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof Dr Koesnadi Hardjasoemantri. Prof Koesnadi memang yang mencanangkan dan mengembangkan gagasan KKN bagi mahasiswa. Sayangnya, kecelakaan pesawat Garuda Indonesia GA-200 di kawasan Bandara Adi Sucipto Yogyakarta, Rabu (7/3) pagi, telah merenggut nyawanya, kata Kepala Humas dan Protokol UGM Suryo Baskoro di Yogyakarta, Kamis 8 Maret 2007. Program KKN bagi mahasiswa dicanangkan dan dikembangkan Koesnadi ketika menjabat Kepala Direktorat Pendidikan Tinggi sekitar 1980-an. Program itu bertujuan mengembangkan kepribadian mahasiswa sekaligus memberikan manfaat bagi pembangunan masyarakat pedesaan. Selain itu, program tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan perguruan tinggi agar lebih tanggap terhadap perkembangan masyarakat pedesaan. Seiring pergantian tahun, program KKN menjadi sangat populer di kalangan masyarakat luas. Namun, Prof Koesnadi merasa sedih, karena istilah KKN malah digunakan untuk arti yang berbeda, yakni Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme, katanya. Suryo Baskoro menambahkan, semasa menjabat Rektor UGM periode 1985-1990, Koesnadi termasuk sosok yang dikenal dekat dengan mahasiswa. Pria kelahiran Tasikmalaya, 9 Desember 1926 itu berupaya menciptakan iklim keterbukaan dalam kampus. Keterbukaan, kesamaan, dan kemitraan adalah pedoman yang digunakan bapak dua putri itu untuk membangun hubungan dan kerja sama di antara warga UGM dan pihak luar. Penerima penghargaan Bintang Mahaputra Utama itu menghargai mahasiswa sebagai intelektual muda, bukan sekadar calon intelektual. Menurut Prof Koesnadi, mahasiswa harus mampu menginternalisasikan cara berpikir alternatif, karena masalah selalu berubah sesuai dengan waktu dan tempat, serta membutuhkan pemecahan yang tidak selalu sama, kata Suryo Baskoro. Menurut rencana, jenazah Koesnadi disemayamkan di Balairung UGM dan pada pukul 13.00, Kamis ini, dimakamkan di makam keluarga UGM, Sawitsari, Yogyakarta. Sinar Harapan, 8 Maret 2007 ======================= Optimisme Seorang Guru Besar Agnes Aristiarini / Maria Hartiningsih Kekayaan Prof Dr H Koesnadi Hardjasoemantri SH ML bertambah satu lagi. Matanya bersinar-sinar menyebutkan "mercedes" barunya, melengkapi lima "mercedes", delapan "toyota", dan dua "karimun" yang sudah diperoleh selama puluhan tahun ia mengajar. Dengan angka-angka itu, Koesnadi pantas disebut sebagai guru besar paling kaya di Indonesia. Bagaimana mungkin seorang guru bisa sekaya itu? Jangan berprasangka dulu. Merek- merek mobil itu hanyalah perumpamaan di Universitas Indonesia untuk para lulusan doktornya. Karimun adalah promovendus yang lulus dengan nilai memuaskan, toyota sangat memuaskan, dan mercedes yang berpredikat cum laude. "Tak ada yang lebih menggembirakan melihat anak didik lulus dengan nilai terbaik, dan menyebarkan ilmunya untuk kepentingan orang lain. Melihat mereka membuat saya merasa optimis terhadap kemajuan bangsa Indonesia," ujar Koesnadi. Mengajar tampaknya merupakan panggilan terkuatnya. Meski waktu kecil sempat bercita-cita jadi penegak hukum-karena sering diajak sang ayah yang jaksa ke ruang sidang dan melihat mereka mengenakan jubah hitam-menjadi guru telah dijalaninya sejak lulus SMA. Sebagai anggota Tentara Pelajar, ia bahkan turut mendirikan sekolah gerilya untuk anak-anak di pengungsian. "Sekolah itu pindah - pindah karena situasi perang," kenang Rektor UGM (1986-1990) ini. Di situ ia mengajar Aljabar, Bahasa Inggris, dan Bahasa Perancis. Cita - cita masa kecilnya menuntun Koesnadi belajar ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Saat mahasiswa, Koesnadi yang tergabung dalam satu dari tiga organisasi mahasiswa ikut mengusulkan wajib mengajar bagi mahasiswa di sekolah-sekolah di luar Jawa kepada Menteri Pendidikan. Ia pun siap menjadi koordinatornya. "Karena enggak ada yang mendaftar, akhirnya saya sendiri-bersama tujuh teman-berangkat. Saya memilih Kupang, Timor, karena menurut Departemen Pendidikan itu merupakan kawasan paling timur di Indonesia," katanya. Koesnadi menjadi guru SMA Negeri Kupang untuk tahun ajaran 1951 - 1952. Kehangatan masyarakat Timor membuat dia lebih mudah menyesuaikan diri. Karena keterbatasan tenaga guru, di SMA itu Koesnadi mengajar sembilan mata pelajaran. Karena SMP kondisinya setali tiga uang, maka Koesnadi pun diminta mengajar Bahasa Inggris. Salah satu muridnya di SMA adalah Adrianus Mooi (mantan Gubernur BI). Sedangkan Ben Mboi (mantan Gubernur NTT) adalah muridnya di kelas akhir SMP. "Waktu Adrianus jadi Gubernur BI, saya bergurau kepadanya, keluarkan uang baru dong biar ada tanda tangan Anda di situ," katanya. Rupanya, Koesnadi ingin berbangga pada teman-temannya, "Yang tanda tangan uang ini bekas murid saya lho." Sepulang dari Kupang, ia kembali ke Universitas Gadjah Mada, dan diserahi tugas Depdikbud mengelola proyek Pengerahan Tenaga Mahasiswa (PTM) hingga 1962. Selama sebelas tahun (1951-1962) telah dikerahkan 1.359 mahasiswa. Mereka mengajar di 161 SLTA di 97 tempat di luar Jawa. Proyek yang tak jauh beda ia canangkan ketika menjabat Kepala Direktorat Pendidikan Tinggi Depdikbud sejak 1971, dengan mengembangkan gagasan Kuliah Kerja Nyata (KKN) untuk mahasiswa. Tujuannya untuk mengembangkan kepribadian siswa, membangun masyarakat pedesaan, dan sekaligus mengembangkan kepekaan perguruan tinggi terhadap kebutuhan masyarakat di pedesaan. Perhatiannya pada hukum lingkungan muncul saat mengambil S2 dan S3-nya di Universitas Leiden, Belanda. "Ketika saya di sana, sedang ramai-ramainya kasus kebocoran limbah B3," ujar pria kelahiran Manonjaya (Tasikmalaya), Jawa Barat, 9 Desember 1926 ini. Kala itu, suatu perusahaan mengubur limbah berupa bahan beracun dan berbahaya (B3) dari proses produksinya di suatu kawasan terpencil di selatan Belanda. Namun, pertumbuhan penduduk membuat daerah itu akhirnya berkembang menjadi kota kecil. Malapetaka terjadi ketika alat penggali tanah petugas untuk membuat saluran pipa gas membocorkan kontainer limbah B3 dan banyak orang pingsan. Belanda geger. "Saat itulah muncul kesadaran, lingkungan merupakan suatu topik yang harus dikelola dan dibuatkan rambu- rambunya agar masyarakat tak sengsara," katanya. Maka Koesnadi pun mengambil mata kuliah hukum lingkungan. Pilihan itu membawanya membantu Emil Salim-teman yang dikenalnya dalam pertemuan Ikatan Pelajar Indonesia - yang sedang merintis kementerian lingkungan hidup. Koesnadi berperan besar dalam pembuatan UU Lingkungan Nomor 4 Tahun 1992, juga ketika UU tersebut direvisi menjadi UU Nomor 23 Tahun 1997. Salah satu bukunya yang berjudul Hukum Tata Lingkungan kini menjadi buku wajib yang disetujui Konsorsium Ilmu Hukum di berbagai fakultas hukum. Sebagai dosen hukum lingkungan, Koesnadi telah mengumpulkan kurang lebih 4.500 laporan penelitian lingkungan dari para mahasiswa S2 yang dibimbingnya. Laporan yang amat bervariasi topiknya itu kini tersimpan rapi di Perpustakaan Koesnadi Hardjasoemantri di Dusun Mantren, Kelurahan Sukoharjo, Yogyakarta. Bersama buku-buku koleksinya, total ada 6.000 buku tersedia di situ. Koesnadi adalah anak pertama dari 18 bersaudara. Sebelum menjadi jaksa, ayahnya, Gaos Hardjasumantri, adalah wedana Pamengpeuk, Jawa Barat. Bakat seninya sebagai ahli kesenian Sunda menurun Koesnadi, yang sempat menjadi penari hingga SMA. Kecintaannya pada budaya pula yang membuatnya ikut sibuk mengembalikan benda-benda budaya Indonesia-di antaranya Patung Ken Dedes dan Lukisan Raden Saleh-yang dirampas Belanda zaman kolonial. Saat itu, ia menjabat Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di Den Haag. Dalam usianya yang 78 tahun, Koesnadi masih aktif mengajar di berbagai universitas di Jawa dan luar Jawa. Untuk menjaga stamina, ia mengaku makan kencur mentah setiap pagi. "Dengan kencur, suara saya tidak berubah walau mengajar dari pagi sampai sore," katanya. Toh kakek tiga cucu dari dua anaknya ini masih menyimpan kerisauan. Di antaranya, mafia peradilan yang sangat mengganggu nuraninya sebagai guru. "Kolega saya mengatakan, di pengadilan yang dimenangkan adalah the highest bidder, bukan kebenaran," katanya. Ia mengingatkan pentingnya etika profesi diajarkan di perguruan tinggi. Agar tidak menjadi hafalan, mata kuliah itu harus disertai berbagai studi kasus. "Ini penting agar penegak hukum tidak mudah terkooptasi di pengadilan," tegasnya. Hal lain adalah hukum adat yang seharusnya dipahami, khususnya oleh para hakim. "Agar tidak melanggar rasa keadilan masyarakat lokal," ujarnya. KOMPAS, 05 Juni 2004 ============= Presiden Berikan Bintang Mahaputera Pemerintah, dalam rangkaian peringatan hari ulang tahun ke-59 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, menganugerahkan Bintang Mahaputera Utama, Bintang Jasa Utama, dan Bintang Jasa Pratama. Penganugerahan diberikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri, 14 Agustus 2004 di Istana Negara, Jakarta. Bintang Mahaputera Utama diberikan kepada Guru Besar Hukum Lingkungan Universitas Gadjah Mada Koesnadi Hardjasoemantri, mantan Kepala Kepolisian RI almarhum Jenderal Polisi (Purn) Hoegeng Iman Santoso, almarhum Mochtar Lubis, dan tokoh nasional almarhum Ny Hj Supeni. Mereka dinilai berjasa di bidangnya masing-masing. KOMPAS, 15 Agustus 2004 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed]