http://www.analisadaily.com/news/read/2012/09/08/72997/aksi_teror_dan_kekerasan_mengapa_sering_terjadi/#.UEp5kFGKjBo


      Aksi Teror dan Kekerasan, Mengapa Sering Terjadi? 
      Oleh : Drs. H. Done Ali Usman, M.AP. 

      Dua peristiwa yang mengejutkan secara nasional di bulan Syawal, dimana 
umat Islam tengah merayakan kemenangan dengan berakhirnya bulan suci Ramadhan, 
Hari Raya Aidil Fitri.
      Peristiwa pertama, aksi terorisme di Kota Solo, yang tewas merupakan 
kelompok baru dan kini masih dalam penyelidikan oleh pasukan Detasemen Khusus 
88. Terduga teroris di Solo itu ada keterkaitannya dengan jaringan teroris yang 
ada di Filipina.

      Saat penyergapan, sempat terjadi pergulatan antara polisi dengan para 
teroris yang mengakibatkan dua terduga teroris tewas, satu orang tewas dan 
seorang anggota Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror tewas tertembak. 
Peristiwa terjadi di Jalan Veteran samping tempat perbelanjaan Lotte Mart.

      Barang bukti yang disita, satu pucuk pistol spietro bareta buatan Italia, 
di sisi sebelah bertuliskan PNP (Property Philipines National Police), tiga 
buah magazine, 43 peluru kaliber Sembilan milimeter merk Luger dan Sembilan 
holopoint CBC, kata Irjen Anang.

      Sejak pertengahan hingga akhir Agustus 2012, terjadi tiga kali serangan 
bersenjata oleh orang tak dikenal dengan sasaran Pos Polisi di lokasi yang 
berbeda di Kota Solo.

      Kedua, kasus penyerangan kelompok Islam Syiah di Dusun Nanggernang, Desa 
Karang Gayam, Kecamatan Omben, Sampang, Madura. Kali ini merupakan kali kedua 
dalam dua tahun terakhir ini.

      Aksi serupa juga terjadi pada tanggal 29-30 Desember 2011. Ketika itu 
rumah pimpinan Islam Syiah, Ustadz Tajul Muluk, lalu Musholla dan madrasah 
kelompok Islam minoritas ini diserang oleh kelompok massa anti-Syiah.

      Kasus penyerangan yang dilakukan oleh kelompok massa tak dikenal terhadap 
kelompok Sampang, Madura yang kedua pada Minggu (26/8) itu menyebabkan satu 
orang tewas dan enam orang lainnya luka-luka.

      Kerusuhan berawal saat 20 anak dari pemukiman Syiah di Desa Karang Gayam 
Madura yang bersekolah di Bangil Pasuruan, hendak kembali ke pesantren mereka 
di Pasuruan usai merayakan Idul Fitri di tempat tinggal mereka. Murid-murid itu 
dihadang oleh kelompok massa yang menggunakan 30 sepeda motor. Siswa Syiah yang 
sudah naik angkutan umum disuruh turun, sedangkan yang mengendarai kendaraan 
dipaksa pulang kerumah mereka masing-masing. Kelompok Syiah yang kemudian 
melawan aksi itu justru membuat massa makin beringas sehingga bentrokan tidak 
terhindarkan. 

      Kemudian amuk 1200-an warga kota Binjai terhadap ketidakadilan hukum yang 
membara sepanjang dini hari (2/9) berbuntut ketakutan massal kalangan pengusaha 
disana. Puluhan Polisi dibantu Brimobdasu masih melakukan siaga setelah 
peristiwa amuk massa dan penyerangan RSUD Djoelham Binjai. Sementara, suasana 
Kota Binjai hingga Minggu (2/9) siang masih mencekam.

      Sebagaimana diketahui, penyerangan ini terjadi dari imbas ditembaknya 
tersangka perampok, seorang warga Binjai bernama Junedi oleh anggota Polres 
Binjai. Peristiwa itu mengundang reaksi massa. Mereka membakar sepeda motor dan 
menjarah. Kedatangan ratusan orang ini keberatan adanya penahanan dan meminta 
tersangka perampokan yang sedang dirawat di rumah sakit dilepas oleh Polisi. 
Namun pihak Polres Binjai menolak. Akibatnya saat tersangka dikeluarkan dari RS 
Djoelham, ratusan warga langsung menghadang mobil yang membawa tersangka dan 
memukuli mobil Polisi itu.

      Sejak aksi teror Bom Bali, aksi teror dan kekerasan Bom Bali, aksi teror 
dan kekerasan tampaknya tak menunjukkan surut kasus, sehingga cukup memeras 
pikiran para petinggi keamanan negeri ini.

      Mengapa aksi teror dari kekerasan di negeri ini tak pernah surut? Untuk 
itu perlu kajian yang mendalam mengapa teror dan kekerasan begitu sering 
terjadi. Diperlukan mencari "akar masalah" atau "Roots cause analysis" dari 
setiap peristiwa/kejadian di negeri ini. Apakah disebabkan kekecewaan, rasa 
tidak puas, atau hal-hal lain karena menjalankan doktrin-doktrin tertentu dari 
suatu organisasi nasional atau internasional.

      Merebaknya teror yang puncaknya terjadi di Amerika Serikat pada tanggal 
11 September 2001. Dan kali ini korbannya tidak tanggung-tanggung yaitu AS yang 
memposisikan dirinya pertama, sebagai "Polisi dunia", kedua, satu-satunya 
kekuatan global, dan ketiga indispensable state. Dari kasus tersebut diatas ada 
dua hal yang dapat kita pelajari, yaitu pertama, dari sisi AS kondisi obyektif 
memperlihatkan bahwa AS yang memiliki teknologi keamanan termodern, lengkap 
dengan berbagai piranti hukum plus berbagai kebijakan keamanan nasional 
ternyata rentan terhadap serangan teroris. Yang kedua, dari sisi pihak teroris, 
memperlihatkan bahwa mereka mempunyai motivasi yang sangat kuat, memiliki 
perencanaan yang sangat baik, dan pengorganisasian yang sangat rapi.

      Bagaimana dengan Indonesia? Kenyataannya memperlihatkan bahwa beberapa 
kota besar mulai dari Jakarta, dilanda aksi teror dalam bentuk peledakan 
(bombings) dan ancaman peledakan yang lagi marak. Sasarannya tidak membedakan 
apakah gedung pertokoan, atau sekolah, atau gereja. Bahkan rumah sakit 
nampaknya tidak tidak luput dari ancaman aksi teror, dan adanya pemberitahuan 
media massa internasional tentang keterlibatan warga negara Indonesia dalam 
jaringan terorisme internasional (Al-Qaida). Reaksi yang muncul terhadap 
kasus-kasus tersebut terkesan bervariasi, mulai mengutuk sampai pada kurang 
peduli.

      Ada sikap peduli dari kalangan pejabat dan elit politik, tetapi tampilan 
simpati, baik secara politis maupun psikologis atau apapun bentuknya tidak akan 
mampu meredam aksi teror. Padahal untuk ramalan ke depan, belum ada pihak 
secara tegas berani memberikan jaminan bahwa aksi teror akan mereda dan pupus 
dari bumi Indonesia. Dan berbagai kasus yang sudah terjadi, barangkali perlu 
diukur seberapa jauh kepedulian berbagai kalangan mulai dari Birokrat, 
Politisi, Akademisi, sampai pada masyarakat luas untuk memerangi kais teror.

      Banyak pihak menyimpulkan bahwa upaya untuk memerangi aksi teror adalah 
pekerjaan pasukan antri teror seperti Densus 88, Gegana atau unit-unit khusus 
lainnya yang memang disiapkan untukmenghadapi aksi teror. Pendapat tersebut ada 
benarnya tetapi hanya dari satu sudut, yaitu operasional di lapangan.

      Memahami Aksi Teror

      Untuk memahami teror, ada baiknya menyimak landasan teroritik yang 
diperkenalkan oleh Mao Zedong. Katanya "membangun unit teror harus diumpamakan 
air dan ikan, semakin luas airnya akan semakin bebas ikannya berenang". 
Bertolak dari falsafah tersebut maka upaya memerangi kegiatan teror adalah 
dengan membalik falsafah tersebut, yaitu "untuk memudahkan menangkap ikan itu, 
maka airnya harus diperkecil". Belajar dari falsafah tersebut, dengan mudah 
dapat dimengerti bahwa tugas unit-unit anti teror adalah menangkap ikan, tetapi 
mudah pula untuk dimengerti bahwa unit-unit tersebut tidak akan mampu 
mengeringkan airnya.

      Yang dimaksud dengan ikan, yaitu sel-sel teroris, sedangkan air adalah 
masyarakat bangsa di dalam suatu negara dengan segala keberadaannya. Apalagi 
airnya dipetakan kepada potret Indonesia maka gambarannya adalah masyarakat 
bangsa yang berjumlah 230 juta orang, tersebar pada 17.508 pulau dan berada 
pada perairan seluas 5 juta km persegi. Dalam potret yang lebih rinci akan 
memperlihatkan mosaik demografi yang terdiri dari 300 sub-etnik (mungkin sekali 
lebih dari itu) mendiami hanya seribuan pulau, dan lokasinya berada di jalan 
silang dunia.

      Mungkin ada pihak yang mempertanyakan apa perlunya kita mempelajari 
teror, jawabannya adalah sangat diperlukan. Alasannya adalah Indonesia di dunia 
internasional dikategorikan sebagai soft target karena beberapa kenyataan. 
Pertama, lemahnya perangkat hukum untuk memerangi terorisme. Kedua, kualitas 
dan kuantitas semua pihak yang terkait di dalam upaya combating teror act belum 
memadai, ketiga potensi terjadi kasus teror sangat tinggi.

      Untuk memahami dan mengerti tentang teror secara harfiah dapat dikutip 
dari kamus Webster yang mengatakan bahwa teror adalah suatu keadaan yang amat 
ketakutan, kecemasan yang tinggi. Dengan demikian, secara sederhana dapat 
dikatakan bahwa aksi teror adalah untuk menciptakan keadaan yang amat takut, 
terbentuknya atmosfir kecemasan yang tinggi. Dalam keadaan demikian maka 
perilaku seseorang yang mengalami ketakutan atau kecemasan yang tinggi dapat 
dimanipulasi untuk kepentingan tertentu. Dari pendekatan pemahaman tersebut 
maka teror dapat dikatakan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan.

      Secara garis besar, tujuan dari aksi teror dapat dibagi dalam empat 
kategori besar, yaitu :

      1.Irrational teror, yaitu aksi teror yang dilakukan oleh orang atau 
kelompok yang tujuannya kurang masuk akal.

      2. Criminal teror, yang dilakukan oleh orang atau keompok yang tujuannya 
untuk kepentingan kelompoknya.

      Mafia Organization, kelompok atau sekte agama tertentu dapat dimasukan 
dalam kategori ini.

      3. Political teror adalah kegiatan teror yang dilakukan oleh kelompok 
atau jaringan yang bertujuan politik. Kelompok inilah yang sering terjadi, 
terlebih-lebih pada saat Pilpres da Pilkada.

      4. State teror, adalah aksi teror yang dilakukan oleh penguasa suatu 
negara terhadap rakyatnya untuk membentuk perilaku dari segenap lapisan 
masyarakat.

      Waspadai Teror Menjelang Pilgubsu

      Sumatera Utara sudah populer dengan provinsi yang sangat kondusif 
walaupun didalam aneka ragam adat, suku, dan agama. Oleh sebab itu kondusifitas 
ini perlu dijaga dan diwaspadai oleh aparat keamanan maupun masyarakat Sumatera 
Utara, terlebih lagi menjelang Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2013, dan 
pilihan Raya secara nasional 2014. Karena dampak dari Pilkada itu pasti ada 
dalam bentuk kecewa dan rasa tidak puas, rasa tidak adil dan sebagainya. 
Bibit-bibit aksi kekerasan itu memang belakangan ini sering terjadi (kasus 
Binjai), geng motor, demo-demo sebagai protes ketidakpuasan dan sebagainya. 

      Hillary Clinton, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat dalam kunjungannya 
ke Indonesia memperingatkan kepada Indonesia bahaya terorisme yang marak di 
berbagai belahan dunia. Dia juga menegaskan tidak boleh ada diskriminasi di 
tengah masyarakat sebuah negara.

      Clinton mengatakan bahwa Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan atas 
bahaya terorisme. Menurutnya, Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar 
ketiga di dunia menjadi sasaran empuk penyerangan terorisme. Banyak negara juga 
menjadi sasaran. Bahkan ada tujuan politik didalamnya, di negara demokrasi yang 
besar seperti Indonesia, peluang itu ada.

      Dia mengatakan, tidak boleh ada diskriminasi pada kelompok-kelompok 
minoritas, agama, sekte dan etnis. "Kami menyerukan kebebasan dan toleransi 
untuk semua", kata Clinton.

      Indonesia bertekad akan terus bekerjasama dengan AS dalam upaya 
pemberantasan terorisme. Hal ini sesuai dengan komitmen kedua negara untuk 
saling mendukung baik dalam melakukan penyelidikan maupun penindakan.***

      Penulis adalah Staf pengajar UMA/UISU Medan.
     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Reply via email to