REPUBLIKA
Kamis, 16 Nopember 2006

Buaian Potensi Zakat 
Eri Sudewo
Social Entrepreneur
Potensi tak selalu konstruktif. Yang kerap luput destruktifnya. Sebagai contoh, 
bandingkan zakat dengan sumber daya alam. Jika dibiarkan, sumber daya alam 
cenderung aman terpendam. Sedang zakat yang tertahan di kocek Muslim, langsung 
merusak kehidupan. Kerusakan pertama, hidup 'ingkar muzaki' tak berkah. Zakat 
yang bukan haknya, melenyapkan barokah seluruh hartanya. Kerusakana kedua, 
akibat tertahan fakir miskin yang harusnya tertolong, malah makin melarat 
dilumat kemiskinan. Lantas kerusakan ketiga, harmoni sosial seperti apa yang 
dipenuhi 'ingkar muzaki' dan 'mustahik penuh dendam'. Bakalkah tergapai impian 
'masyarakat Madani'?

Bicara potensi memang kerap menjebak. Celakanya justru kita termasuk bangsa 
yang suka bicara potensi saja. Ibarat mimpi, potensi itu indah saat terlelap. 
Usai siuman, kita kembali terjebak dalam rutinitas hidup. Lupa untuk 
sungguh-sungguh berijtihad, bagaimana bisa mewujudkan sosok potensi. Terus saja 
kita bicara potensi di berbagai forum seminar dan diskusi. Kekayaan alam negara 
ini melimpah-ruah namun mengapa makin miskin. Negara ini mayoritas dihuni 
Muslim, tapi mengapa zakat amat jauh dari harapan. 

Potensi
Jumlah penduduk Indonesia 220 juta orang, yang 80 persen Muslim. Total 
dibulatkan 180 juta jumlahnya. Jika separuh Muslim diasumsikan miskin, berarti 
ada 90 juta yang kaya. Dari jumlah itu, berapa yang jadi muzaki? Lalu berapa 
zakat yang tertunai? Saat ini ada tiga pendapat yang sering diacu seputar 
potensi zakat. Pendapat pertama, saat menjabat Menteri Agama, Said Agil Munawar 
menyatakan potensi zakat sekitar Rp 7 triliun per tahun. Pendapat kedua, PIRAC 
yakin zakat mencapai Rp 9 triliun. Pendapat ketiga, PBB UIN menegaskan per 
tahun zakat bisa terhimpun di angka Rp 19 triliun.

Dari ketiga pendapat itu, kalkulasinya masih sayup-sayup sampai. Kini kita coba 
rinci. Jumlah 90 juta Muslim kaya adalah data perorangan. Data jiwa ini harus 
dijadikan keluarga. Asumsikan dalam satu keluarga, diisi 3 anak dan ibu bapak. 
Bagikan angka 90 juta jiwa dengan 5 anggota keluarga. Maka kini ada 18 juta 
keluarga Muslim kaya di Indonesia. Dari jumlah itu, kita coba kuak kekuatan 
zakatnya. Katakan ada tiga potensi, yang tergambar sebagai potensi terburuk, 
potensi progresif dan potensi ideal.

Asumsi potensi terburuk, dilandaskan pada penunaian zakat sebesar Rp 50 ribu 
per bulan. Itu 2,5 persen dari penghasilan muzaki yang Rp 2 juta per bulan. 
Dengan jumlah 18 juta keluarga Muslim yang kaya, potensi terburuk mencatat 
zakat terkecil sekitar Rp 90 miliar per bulan. Total setahun terhimpun Rp 1.08 
triliun. Yang perlu digarisbawahi, jumlah ini hanya 10 persen dari 90 juta 
orang kaya Muslim. Selebihnya, yang 81 juta, merupakan 'Muslim kaya yang belum 
mau jadi muzaki. Jika yang kaya mau berubah pikiran jadi muzaki, per bulan 
bakal terhimpun zakat Rp 900 miliar. Setahun terhimpun Rp 10,8 triliun.

Potensi progresif didasarkan pada kewajiban zakat Rp 100 ribu per bulan. 
Berarti penghasilan muzaki berkisar Rp 4 jutaan. Himpunan zakat terkecil dari 
potensi ini mencapai Rp 180 miliar per bulan yang dengan jumlah muzaki 10 
persen dari 90 juta Muslim. Total setahun Rp 2,16 triliun. Lantas, jika 81 juta 
Muslim kaya mau berderma Rp 100 ribu, per bulan zakatnya Rp 1.8 triliun. 
Setahun mencapai zakat Rp 21.6 triliun. Sebuah angka yang tak pernah 
terbayangkan sebelumnya.

Landasan potensi ideal adalah zakat Rp 150 ribu per bulan. Ini angka wajib bagi 
muzaki yang berpenghasilan Rp 6 jutaan. Dari 10 persen pembayarnya, terkumpul 
Rp 270 miliar per bulan. Setahun tercapai angka Rp 3,24 triliun. Lantas juga 
seperti di harapan sebelumnya, andai 81 juta Muslim kaya mau bayar zakat, 
terhimpun angka Rp 2,7 triliun per bulan yang bakal menggelembung jadi Rp 32,4 
triliun per tahun. Allahu Akbar, Islam memang telah menyiapkan solusi untuk 
penanggulangan kemiskinan.

Karakter Muslim
Mencermati potensi tersebut, bukan hanya harapan yang sontak berbunga-bunga. 
Sulitnya hidup pun seolah pupus. Sementara faktanya? Dari rumor yang 
berkembang, tahun 2005 katanya terhimpun zakat, infak, sedekah (ZIS) sebesar Rp 
400-an miliar. Entah dari mana angka ini lahir. Ada pula yang bilang, Badan 
Amil Zakat Nasional (Baznas) menyatakan zakat mencapai Rp 850 miliar. Namun tak 
satupun personil BaznasS bisa menjelaskan 'info liar' itu. Sementara Forum 
Zakat (FOZ) mencatat, total himpunan Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil 
Zakat (BAZ) Rp 250 miliar di periode 2005.

Dari info tersebut, harap-harap cemas pun menggayut. Yang dikhawatirkan 
akhirnya memang mesti terjadi. Akurasi data FOZ, agaknya yang paling mendekati 
kesahihan. Tak bisa tidak, data FOZ-lah yang mesti diacu. Maka sungguh amat 
memilukan. Semua lembaga zakat di Indonesia tahun 2005, cuma mampu menghimpun 
Rp 250 miliar. Rata-rata per bulan, hanya Rp 12.5 miliar. Tragisnya lagi, 
jumlah tersebut juga sudah termasuk infak sedekah dan wakaf.

Jika dikupas lebih jauh, komposisi dana ini bisa jadi cermin karakter Muslim 
Indonesia. Pertama, dari data yang ada, 80 persen lebih perolehan dana rutin 
lembaga zakat berasal dari zakat. Kedua, infak sedekah lebih mudah terhimpun, 
jika terjadi bencana alam. Namun penyumbang terbesar dana kemanusiaan seperti 
ini, adalah berbagai perusahaan. Ketiga, yang memperjelas karakter Muslim 
Indonesia, zakat yang dihimpun, separuhnya terjadi di bulan Ramadhan. 

Makna apa yang bisa disingkap dari kondisi ini? Pertama, jika zakat tak wajib, 
berapa banyak Muslim yang mau jadi muzaki. Kedua, jika Ramadhan bukan bulan 
penuh berkah, jangan-jangan yang sudah jadi muzaki pun setengah hati berzakat. 
Ketiga, jika zakat tak wajib, berapa banyak lembaga zakat yang bakal tumbang. 
Artinya lembaga zakat bisa eksis, kebanyaan memang bukan karena kehebatan 
mengemas program. Sekali lagi, karena zakat itu wajib.

Keempat, karena program lembaga zakat cuma sekadar santunan, jangan-jangan itu 
hanya mengambil alih peran muzaki. Yang tadinya langsung disalurkan oleh 
muzaki, kini ditangani lembaga zakat. Patut dicatat, hanya menyalurkan. Maka 
makna kelima, itulah yang terjadi. Minimnya dana infak sedekah, jadi bukti 
betapa minim kreativitas lembaga zakat. Tak kreatifnya lembaga zakat juga 
tampak dari pengelolaan wakaf. Berapa banyak lembaga zakat yang telah berani 
terjun mengelola wakaf? Jika sudah, berapa yang sukses?

Sebagai pembanding, Save The Children, sebuah NGO yang terjun di Aceh, membawa 
150 juta dolar AS untuk lima tahun. Menurut Ismail Husaini, salah seorang 
program director-nya, per tahun Save harus mengalokasikan 30 juta dolar AS. Per 
bulan sekitar 2,5 juta dolar AS. Maka per hari, Save musti menggelontorkan dana 
83 ribu dolar AS, setara Rp 750 juta jika dikalikan Rp 9.000. 

Siapa bisa jawab?
Entah bagaimana menjelaskan kesenjangan potensi dan kondisi riil zakat di 
Indonesia. Angka ketiga potensi tersebut sungguh amat gagah. Hanya dengan Rp 
150 ribu, total 18 juta orang kaya Muslim menyumbang Rp 2 triliun. Per bulan Rp 
150 ribu artinya identik dengan menyisihkan uang Rp 5.000 per hari. Bagi orang 
kaya Muslim, angka itu tentu amat ringan. 

Himpunan zakat juga makin fantastik jika muzaki berzakat di atas Rp 150 ribu 
per bulan. Tapi seperti ditengarai di awal tulisan, potensi itu punya sisi 
positif dan negatif yang sama kuatnya. Positifnya, makin tinggi angka zakat 
makin memberi harapan. Negatifnya, kondisi sesungguhnya ternyata makin jauh. 
Nah bukankah ini sebenarnya aib. 

Sakit hati rasanya. Zakat yang Rp 250 miliar setahun, hanyalah seperempat dari 
perolehan Rp 1 triliun. Angka Tp 1 triliun berada di peringkat terbawah dari 
potensi terburuk. Lantas bagaimana menjelaskan angka yang hanya Rp 250 miliar 
setahun? Bukankah angka ini berada di bawah peringkat terbawah dari potensi 
terburuk. Dan itulah wajah kita. Angka Rp 250 miliar yang terhimpun, tidak 
masuk dalam daftar potensi terburuk. Lalu, di mana sesungguhnya posisi Muslim 
kaya Indonesia?

Jika dana yang tak terhimpun itu memang langsung tersalur pada fakir miskin, 
Allahu Akbar. Jika tidak, Astaghfirullah. Apakah Muslim kaya Indonesia 
benar-benar merupakan kumpulan orang-orang kikir? Seorang pengusaha Cina pernah 
berkata, "Jika orang Islam patuh mau bayar zakat, tak akan ada Muslim miskin 
yang berkeliaran meminta-minta." Siapa bisa jawab pertanyaan tersisa ini?


[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke