http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/062006/17/11Wacana.htm
Eksklusivitas dan Jurnalisme Kuning Oleh YAYAT R. CIPASANG "EKSKLUSIVITAS adalah satu hal dan kemanusiaan adalah hal yang utama". Itulah tema yang diusung Liputan 6 SCTV dalam merayakan usianya yang memasuki satu dasawarsa di sebuh hotel berbintang di Jakarta, belum lama ini. Perayaan juga dimeriahkan peluncuran buku berjudul Jurnalisme Liputan 6 (Antara Peristiwa dan Ruang Publik) yang diterbitkan LP3ES. Buku ini selain mengupas jurnalisme televisi secara umum juga memuat kasus-kasus besar yang diungkap Liputan 6. Di antara kasus yang dibahas adalah kasus "cabut gigi" yang membuat Direktur Pemberitaan Sumita Tobing terpental dari SCTV dan kasus kekerasan di STPDN. Pemberitaan kasus ini sangat berdampak luas. Kasus "cabut gigi" yang dilontarkan Sarwono Kusumaatmadja untuk menyebut Soeharto harus lengser dari kursi presiden cukup berdampak luas. Begitu juga pemberitaan yang gencar tentang STPDN membuat sekolah para pamong ini mereformasi diri. Jurnalisme televisi adalah barang baru di Indonesia. Paling tidak ada empat isu jurnalisme televisi yang harus mendapat perhatian serius yaitu klaim eksklusivitas, agenda setting, kode etik, dan intervensi pemilik modal. Eklusivitas menjadi nilai jual di tengah persaingan antarstasiun televisi yang semakin ketat dan ketika rating menjadi tuhan. Eksklusivitas diterjemahkan menjadi yang terdepan, terhebat, dan tercepat. Tetapi belum tentu terpercaya dan terakurat. Kasus terbaru seputar klaim eksklusivitas adalah tentang peliputan penggerebekan sarang teroris kelompok Noordin M. Top di Wonosobo, Jawa Tengah. Kasus ini menempatkan ANTV sebagai satu-satunya televisi yang paling dini dan pemilik gambar yang lengkap dalam menyiarkan penggerebakan itu. Namun, klaim eksklusivitas itu mendapat sorotan kritis termasuk komentar miring di milis-milis. Farid Gaban, pemilik Kantor Berita Pena Indonesia misalnya, menyebut meski mendapat liputan eksklusif, ANTV dan Karni Ilyas kehilangan daya kritis terhadap objek liputannya. Menurut Farid Gaban, salah satu cara paling ampuh dalam mendapatkan eksklusivitas adalah memelihara hubungan baik serta mengail bocoran dari insider (orang dalam). Dan dalam soal seperti ini, Karni memang istimewa. Sayangnya, selama ini eksklusivitas selalu diidentikkan dengan berita yang magnetnya besar dan cakupannya luas. Padahal, bisa saja eksklusivitas juga terkait dengan berita lokal. Misalnya terungkapnya kasus busung lapar di pinggiran Jakarta dan terungkapnya pembocor soal ujian nasional. Saya malah lebih setuju bila berita yang orisinal adalah yang layak mendapat sebutan eksklusif. Orisinal dalam tataran ide dan angle peliputan. Dalam pandangan Sumita Tobing jurnalisme televisi kita juga sangat lemah dalam mempraktikkan agenda setting. Akibatnya, berita televisi di tanah air itu malah seperti puzzle, tidak utuh dan tidak komprehensif. Kasus pemberitaan kelangkaan pupuk, misalnya hanya berkutat pada peliputan di level petani. Tidak ada usaha dari pemberitaan televisi untuk mengurai benak kusut kelangkaan pupuk yang menahun dan terjadi berulang. Malah ketika peliputan pupuk belum tuntas, pemberitaan sudah beralih kepada isu lain yang sedang hangat. Berita pupuk otomatis terlindih. Di sini sebenarnya yang diperlukan adalah konsistensi dan fokus pada sebuah pemberitaan. Akibatnya, pemberitaan selama ini hanya menjual isu tidak menjual substansi dan solusi. Selain kelemahan dalam agenda setting, televisi Indonesia juga cenderung mempraktikkan jurnalisme kuning alias mengeksploitasi selera rendah manusia (low taste). Pemberitaan televisi setiap hari dihiasi pembunuhan, perkosaan, penganiayaan, dan darah. Celakanya, pemberitaan itu tidak mengindahkan etika dan sisi kemanusiaan. Korban perkosaan misalnya namanya ditulis jelas tidak memakai inisial atau nama samaran. Begitu juga pelaku kejahatan anak-anak wajahnya tidak disamarkan dan banyak lagi kasus lainnya. Sebuah stasiun televisi misalnya tega-teganya mewawancarai korban tabrakan Kereta Api Sembrani dan KA Kertajaya di dekat Stasiun Gubug, Purwodadi, Jawa Tengah, yang tengah meregang nyawa. Padahal bila memang demi eksklusivitas bukan caranya begitu. Cukup mengambil gambarnya saja dari berbagai sudut. Begitu juga ketika sebuah stasiun televisi meliput korban perkosaan. Sang reporter begitu entengnya mewawancarai korban sangat detail. Bahkan sempat-sempatnya bertanya tentang bagaimana laki-laki tersebut memperkosanya. Di sini tidak terlihat reporter berempati kepada korban. Hal lain yang perlu dicermati para jurnalis di news room sebuah televisi adalah intervensi pemilik modal. Setelah rezim Orde Baru tumbang kini intervensi dalam kebijakan redaksi bukan lagi dari pemerintah tetapi dari pemilik modal. Saat hadir dalam satu dasawarsa Liputan 6, Sumita Tobing memberikan perhatian serius soal intervensi pemilik modal ini. Sumita Tobing menyarankan, untuk lepas dari intervensi pemilik modal, para jurnalis di news room sedapat mungkin pandai menangkap visi dan misi pemilik modal. Dari sini saya menangkap saran Sumita Tobing ini (maaf kalau saya salah) sebagai kepandaian berkelit para jurnalis. Sayangnya kepandaian berkelit ini tidak diajarkan oleh sekolah jurnalistik di manapun. Situasi dan kondisilah yang mengasah ketajaman sebuah news room untuk berkelit dan lentur dari tekanan pemilik modal. Ini sudah dibuktikan oleh Liputan 6 dalam mengekspose secara komprehensif kasus "cabut gigi" dan kasus STPDN.*** Penulis, direktur Institut Kajian Media Massa dan Budaya di Bogor, Jawa Barat dan pengelola situs http://yayat-cipasang.blogspot.com.. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Check out the new improvements in Yahoo! Groups email. http://us.click.yahoo.com/gi.u7A/fOaOAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/