REFLEKSI: Dahulu dijajah sekarang merdeka. Jadi dulu lain sekarang lain, tetapi dahulu kuli kontrak sekarang pun kuli [pekerja] kontrak. Lebih manis nadanya kontrak ke luar negeri. Istilahnya Tenaga Kerja Indonesia [TKI] dengan bumbu gelar pahlawan devisa. Sekali kuli kontrak, tetap kuli kontrak. Masyaalah beginikah yang dikatakan Merdeka atau kemerdekaan?
HARIAN ANALISA Edisi Jumat, 4 Mei 2007 Tajukrencana Evaluasi Pemberlakukan Kerja Kontrak WAKTU zaman kolonialisme Belanda ada dikenal istilah kuli kontrak. Kuli kontrak yang dimaksud adalah para pekerja atau buruh yang didatangkan dari Pulau Jawa untuk bekerja di perkebunan-perkebunan yang ada di Sumatera. Seiring dengan perjalanan waktu, terutama pasca Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, praktik seperti ini tidak dikenal. Kalaupun ada lebih dikenal dengan istilah transmigrasi. Namun kuli kontrak yang dikenal saat itu berbeda dengan transmigrasi. Jika kuli kontrak, didatangkan dari Pulau Jawa hanya ke Sumatera dan dipekerjakan di perkebunan-perkebunan, transmigrasi tidak. Transmigrasi merupakan program nasional untuk mengurangi kepadatan penduduk di Pulau Jawa ke pulau lainnya di nusantara ini dan tidak melulu dipekerjakan di sektor perkebunan saja. Mereka bisa berladang, bersawah dan sebagainya. Kini, terutama sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan kembali dikenal istilah pekerja kontrak atau buruh kontrak. Walaupun sebenarnya istilah dari 'kuli kontrak' itu tidak berbeda dengan 'pekerja/buruh kontrak', namun yang dimaksud dalam undang-undang ini pengertiannya berbeda dengan praktik kontrak ratusan tahun lalu itu. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru itu sendiri, tidak disebutkan secara gamblang istilah buruh kontrak atau pekerja kontrak.Yang dikenal adalah 'perjanjian kerja untuk waktu tertentu'. Walaupun penyebutannya berbeda, namun maksud dari intinya tetap sama, yakni pekerja atau buruh yang dipekerjakan untuk waktu atau masa tertentu saja. Keberadaan pasal-pasal yang mengatur hal inilah yang selalu menimbulkan kontroversial terutama di kalangan organisasi buruh/pekerja. Maka tidak mengherankanlah jika isu inilah yang selalu dimunculkan aksi-aksi buruh di samping peningkatan kesejahteraan (upah minimum). Dalam memperingati Hari Buruh Internasional 1 Mei lalu tuntutan buruh soal kerja kontrak ini semakin keras. Mereka minta agar istilah buruh kontrak atau pekerja kontrak dihapuskan atau dicabut dalam undang-undang. Mengapa para buruh/pekerja minta pasal-pasal yang mengatur masalah kerja kontrak ini dihapus? Walaupun ketentuan tentang kerja kontrak ini telah diatur dengan ketat di dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan namun kenyataan di lapangan memang selalu merugikan para pekerja. Pada dasarnya 'perjanjian kerja untuk waktu tertentu' ini hanya diperbolehkan terhadap kegiatan pekerjaan yang akan selesai dalam waktu tertentu atau merupakan kegiatan pekerjaan yang tidak terkait dengan proses produksi. Namun kenyataannya, banyak perusahaan yang 'bermain' dari sisi ini untuk memperoleh tenaga kerja murah. Bukan itu saja, saat ini ada perusahaan yang khusus menyalurkan 'buruh kontrak' kepada perusahaan-perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja (murah). Meskipun perusahaan penyalur itu telah mendapat fee (komisi) yang besarnya lima persen namun kenyataannya mereka masih juga memotong upah yang diterima buruh kontrak ini dari tempatnya bekerja. Di samping itu dalam prakteknya, juga sering ditemukan para pekerja kontrak yang mengerjakan pekerjaan yang sifatnya bukan pekerjaan yang akan selesai dalam waktu tertentu atau melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan langsung dengan proses produksi. Kondisi seperti ini selalu dilaporkan buruh atau organisasi buruh namun kenyataannya tetap berlangsung. Jadi jika pemerintah masih tetap berkeberatanhati untuk tetap mempertahankan pasal-pasal yang mengatur pekerja kontrak dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, maka pengawasan harus dapat dimaksimalkan. Memaksimalkan pengawasan sangat penting karena jika tidak maka para pekerjalah yang akan selaludirugikan.Pengawasan merupakan hal yang tidak mudah. Contohnya untuk mengawasi pelaksanaan upah minimum atau hak-hak normatif buruh saja sudah sulit apalagi mengawasi hal seperti ini yang punya kontrak sendiri. Jika pengawasan tetap sulit untuk dilaksanakan, maka pencabutan pasal-pasal yang berkenaan dengan diberlakukannya pekerjaan kontrak perlu dilakukan. ** [Non-text portions of this message have been removed] Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/