REFLESI: Mengapa mau pinjam duit dari IMF, ,kalau sudah diketahui IMF adalah bentuk kolonialisme baru? Ataukah karena duit pinjaman dari IMF dikorupsi oleh penguasa negara Indonesia, lalu untuk menutup perbuatan kriminal pengelapan duit dibilang kolonialisme baru?
RIAU POS Selasa, 26 September 2006 IMF, Bentuk Kolonialisme Baru Perekonomian merupakan spektrum yang mewarnai kondisi dan status finansial, serta sebagai barometer yang menandai laju pertumbuhan pembangunan, dengan intensitas kemajuan yang mengarah pada perubahan ataupun pemulihan ekonomi (recovery) baik secara moneter maupun secara pertumbuhan. Namun tak lepas dari itu, meningkatnya perkembangan pembangunan yang bersifat fisik senantiasa diiringi oleh keperluan akan finansial, dengan akumulasi nominal yang tidak dihitung dalam rupiah, sehingga atas dasar prediksi tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat konsumsi dan komersialitas sangat tinggi, apabila ditinjau dengan sudut pandang yang merentangkan prediksi bahwa, sebuah kawasan dalam lingkung negara memerlukan charge yang sangat besar untuk dapat meng-cover keperluan yang in progress. Dalam hal ini, keperluan tidak hanya tertuju pada sebuah kepentingan, melainkan dalam segala aspek yang memerlukan kucuran dana untuk tiap detil operasionalnya. Republik ini termasuk negara yang rentan defisit, yang pada dasarnya distimulasi dan dipengaruhi oleh faktor finansial menajemen yang out of order, sehingga alokasi dana menjadi perihal besar yang senantiasa diributkan. Sehingga besarnya pengeluaran yang harus dipertaruhkan, seringkali tidak di-support oleh keadaan finansial yang berada di luar otorisasi menajemen. Keperluan akan suntikan monetery tersebut menjadi momen yang paling tepat bagi koloni negara tertentu untuk mengusungnya menjadi titik lemah (vulnerable point), titik yang menjadi ruang rapuh untuk disusupi. Harus disadari kerapuhan konstruksi finansial yang menjadi rangka berdiri negara ini, menjadi lahan yang tepat bagi negara lain untuk berangsur-angsur merubuhkan sendi-sendi negara dalam konteks integrity, yang tentu saja dimulai dari sendi ekonomi, sebagai sendi yang paling peka terhadap rangsangan dan pengaruh dari lingkungan. World Bank dan IMF muncul sebagai dua klan yang intervene dalam rumah tangga negara, sehingga tak jarang melahirkan asumsi yang kontroversial, ada yang menilai secara affirmative dan ada pula yang menilai secara destructive. Campur tangan bank dunia dan IMF dalam permasalahan ekonomi di Indonesia, menjadi pemercik polemik baru, yang tak kalah runyam dengan beratnya musibah bencana alam yang telah menimpa negara ini. Di satu sisi IMF dan World Bank merupakan solusi terakhir tempat bergantung, dalam mengatasi permasalahan keuangan yang telah membuat negara lost confidence, namun di sisi lain World bank dan IMF juga hadir sebagai wabah yang menyusupi ketahanan negara dengan peran ganda yaitu undercover sebagai supplier peminjaman dana sekaligus mata-mata yang siap mengincar dan menggerogoti negara secara perlahan-lahan. Sebagai lembaga yang mempunyai ruang gerak fleksibel dalam aspek-aspek penting di Indonesia, kadang kala IMF dan World Bank terlalu memobilisasi lembaga mereka, sehingga melenceng dari koridor moral dan etika yang tidak sepatutnya dilangkahi. Sikap mereka yang intervene terlalu jauh dalam lingkup perekonomian, dan dengan terbuka mereka menyusupkan kepentingan politis, ikut campur dalam mencari sumber polemik, mengambil keputusan sampai menyelesaikan permasalahan yang terjadi di Indonesia, baik di bidang hukum, sosial serta bidang-bidang lainnya, yang seyogianya menjadi urusan rumah tangga negara, sedangkan secara azasinya hak tersebut, merupakan hak kongkret dan prerogetif bangsa Indonesia yang tidak bisa dicampuri oleh negara asing. Dengan terdepiksinya pola kerja mereka, maka dapat dinilai sendiri bahwa di berbagai aspek, mereka berhasil mendangkalkan moralitas dan etika para petinggi bangsa ini, yang menjadi sumber masalah, pemicu berawalnya keterpurukan yang membuat negara ini bertungkus lumus akan hutang. Dengan alibi pemberian pinjaman, namun dengan sekali bidik meraka dapat menyisipkan sikap kolonialisme dan penjajahan secara terbuka dan halus. Pinjaman dengan konsekwensi dan kompensasi tanggung jawab, yang tidak seimbang dengan beban permasalahan yang akan ditanggung setelah meminjam hutang. Pinjaman yang diberikan merupakan cikal rentenirisasi yang sangat membebani, dimana pinjaman yang diberikan mengandung konsekwensi bunga yang besar, pada akhirnya pinjaman tersebut bukan memudahkan dan meringankan permasalahan, tapi malah memberatkan tanggungan yang sudah ada. Fenomena ini dapat dilihat pada rapat tahunan mereka, mengenai perlunya penghapusan hutang pada negara berkembang sebagai debitor. Pertemuan yang bertempat di Singapura, yang merupakan ritual tahunan, dihadiri oleh NGO ataupun LSM dari 42 negara. Ironisasi yang kontradiktif dengan realita, antara data yang akan diangkat sebagai tolak ukur kebenaran issu yang dihaturkan ke tengah forum dengan fakta yang ada di depan mata, serta konklusi dengan sudut pandang yang membenarkan adanya perbedaan konsep yang dimobilisasi oleh IMF dan World Bank antara statemen dan implementasi yang dijalankan. Pada dasarnya pinjaman yang diberikan oleh IMF dan World Bank, tak lain hanyalah komoditi, dengan ritualisasi yang erat hubungannya dengan kepentingan politis, serta adanya interest lain yang tersembunyi, seperti halnya penyisipan misi dibalik pendirian LSM yang dinaungi dan dibiayai oleh IMF dan World Bank. Banyaknya lembaga swadaya masyarakat yang berdiri atas prakarsa kedua lembaga tersebut, dengan menyandang dana operasional yang tidak sedikit, yang didukung oleh pendanaan mulai dari perangkat operasional sampai pemberian dana pendidikan bagi para stafnya. Secara ril, usaha yang dilakukan oleh lembaga tersebut memiliki sisi positif, karena secara tidak langsung mereka telah memberikan peluang sebagian orang untuk menjadi "The Noblest Human" di masa depan, namun apabila ditinjau lagi, semua fasilitas dan kesempatan yang mereka berikan tak lain hanya fraudulent yang berbalut kebaikan, atas dasar penafsiran, semua yang mereka berikan merupakan jasa yang tidak percuma, yang harus di-feetback dengan bentuk loyalitas dan pengabdian, yang tentu saja menjadi untung besar bagi mereka. Hingga bangsa ini termakan spurious virtue yang membuatnya tidak bisa berpaling dari pengayoman dan spekulasi yang telah mereka buat. Bila saja kita dapat berdamai bersama, mengabdi demi negara, menuangkan akal dan fikiran dan menepis egoistis pribadi yang hedonis, demi kesejahteraan bersama, maka kemakmuran dan kesejahteraan bukan merupakan glimpse of vision, dengan saling mengingatkan agar kebodohan tidak membuat bangsa ini terjebak dalam hutang yang akan selalu melekat sampai turun temurun dan membuat bangsa ini terpuruk dalam lobang yang sama, sehingga setiap bayi yang ada dalam kandungan ibunya, dibebani hutang sebesar Rp7 juta.*** M Kapitra Ampera SH MH, alumni UI, tinggal di Pekanbaru. [Non-text portions of this message have been removed] Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/