Buruh, ketrampilan memerintah dan teh botol

Setiap orang mempunyai pengalaman bekerja sama dengan orang lain, baik 
dengan atasan atau bawahan maupun dengan sesama rekan kerja. Pengalaman yang 
paling menjengkelkan ialah kalau mitra kerja kita melakukan kesalahan yang 
jelas-jelas, langsung saja bagaikan refleks tubuh menyalahkan orang lain.

Saya yakin para pembaca memiliki pengalaman yang sama. Langsung saja 
menyalahkan orang lain untuk melempar tanggung jawab tampaknya sudah menjadi 
salah satu karakteristik khas kita yang buruk.

Pengalaman terbanyak adalah tanggung jawab bawahan terhadap atasannya. 
Ketika perintah kita kepada bawahan dikerjakan secara salah, terlambat atau 
tidak dikerjakan sama sekali, ketika ditegur, dengan terampilnya langsung 
saja dia menyalahkan orang lain. Reaksinya bagaikan refleks badan dan 
secepat kilat.

Bayangkan betapa hebat daya inovasinya menyalahkan orang lain. Ini respons 
bawahan terhadap atasan.

Dalam masalah perburuhan yang sedang marak dan belum ada titik terangnya, 
kaum buruh telah dua kali menggelar demonstrasi besar. Unjuk rasa pertama 
lebih kecil dan lebih tertib dibandingkan dengan yang kedua.

Bagaikan orang-orang bawahan, pemerintah langsung saja menyalahkan orang 
lain. Kali ini yang disalahkan tidak tanggung-tanggung, yaitu para mantan 
calon presiden yang kalah dalam pemilihan presiden 2004.

Mari kita simak kembali apa sebenarnya akar permasalahannya. Yang paling 
mendasar ialah UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang sudah lama 
berlaku. Kita mengetahui bahwa UU itu memang sangat absurd, menguntungkan 
kaum buruh luar biasa, dan merugikan pengusaha/majikan luar biasa.

Bagaikan bandul

Sejak diberlakukannya undang-undang tersebut, langsung dirasakan edan dan 
tidak masuk akalnya UU itu. Maka pemerintahan Presiden Susilo Bambang 
Yudhoyono mengambil inisiatif mengajukan RUU yang merevisi UU tersebut.

Celakanya, seperti halnya dengan banyak kebijakan lainnya, mental elit 
bangsa Indonesia bagaikan bandul. Sesuatu yang ekstrem dikoreksi dengan 
kebijakan yang ekstrem pula, sehingga UU yang absurd itu dikoreksi dengan 
RUU yang absurd pula.

RUU tersebut kebablasan dalam menindas buruh. Karuan saja kaum buruh menjadi 
sangat marah.

Kaum buruh sudah sangat sabar, karena baru pada 1 Mei 2006 mereka menggelar 
demonstrasi yang sangat tertib sehingga Presiden Yudhoyono mengucapkan 
terima kasih dan menyatakan penghargaannya. Demonstrasi ini mungkin juga 
tidak terjadi kalau saja Mennakertrans Erman Suparno memiliki ketrampilan 
menangani konflik.

Kaum buruh sudah memberitahu sebelumnya bahwa mereka akan berunjuk rasa bila 
RUU itu tidak dicabut. Logisnya Mennakertrans mestinya berterima kasih, 
mengundang kaum buruh untuk diajak berunding. Tetapi yang dilakukan 
Mennakertras malahan menantang dengan pernyataan, "Silakan."

Dalam demonstrasi 1 Mei 2006, tuntutan kaum buruh sederhana sekali, yaitu 
cabut RUU yang memang sangat kebangeten menginjak mereka. Wapres Jusuf Kalla 
berunding dengan para pemimpin buruh dan katanya disepakati bahwa RUU tidak 
dicabut, tetapi akan dibicarakan pasal demi pasal dengan kaum buruh dan 
majikan. RUU yang akan dibicarakan dalam forum buruh, majikan, dan 
pemerintah (tripartit) secara demonstratif dimintakan perbaikannya dari lima 
universitas.

Lho, buruh minta dicabut dulu, dan tanpa kertas apapun, tanpa RUU, tanpa 
apa-apa bersama menyusun RUU yang adil bagi semua pihak. Tetapi Wapres 
mempertahankan RUU dan lebih memercayai masyarakat kampus ketimbang kaum 
buruh. Ini sikap arogan yang memandang rendah pengetahuan kaum buruh.

Kaum buruh memang mungkin sekali memiliki ilmu pengetahuan yang lebih rendah 
dibandingkan dengan masyarakat kampus. Tetapi masalah yang kita hadapi bukan 
ilmu pengetahuan. Yang kita hadapi adalah perut manusia!

Maka karuan saja kalau kaum buruh pada dataran akar rumput marah. Bahkan 
banyak buruh yang tidak memercayai pemimpin mereka sendiri yang mengadakan 
perundingan.

Mereka kemudian membentuk jaringan sendiri untuk menggelar demonstrasi yang 
lebih besar lagi, yang akhirnya anarkis. Ini karena unjuk rasa yang lebih 
besar itu dilekati dengan semangat yang marah.

Hal ini tidak dipahami pemerintah. Ini karena pemerintah tidak memiliki 
keterampilan memerintah. Yang dimiliki pemerintah mungkin ilmu pengetahuan 
dari bangku sekolah.

Itupun hanya "mungkin", karena rekrutmen para menteri tidak didasarkan atas 
kemampuan dan keterampilan memimpin bangsa tetapi berdasarkan kekuatan 
politik mereka.

Mekanisme pasar

Kalau kita mau jujur, harus diakui bahwa sedikt atau banyak, pada para 
teknokrat yang bermashab tertentu dan sekarang berkuasa, berlaku prinsip 
mekanisme pasar yang juga diberlakukan bagi kaum buruh.

Saya sering dengar dalam berbagai seminar bahwa kaum buruh adalah faktor 
produksi yang disebut dalam satu nafas dengan sumber daya alam atau bahan 
baku dan modal.

Dalam berbagai seminar itu dikatakan pula bahwa karena itu upah buruh 
namanya harga buruh, yang ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran. 
Kalau penawarannya melimpah, harga buruh sangat rendah.

Buruh harus tahu bahwa kalau mereka tidak mau menerima harga rendah bagi 
dirinya yang ditentukan oleh mekanisme pasar, alternatifnya mereka 
menganggur sampai kelaparan dan sampai mati. Buruh boleh berpikir sendiri 
apa maunya?

Sejak 1987, saya bersama rekan-rekan yang sepaham berteriak-teriak bahwa 
buruh adalah manusia. Buruh bukan faktor produksi, seperti semen dan batu, 
yang dijadikan bangunan pabrik. Buruh bukan pula tepung terigu yang 
dijadikan bakmi.

Mengapa? Karena buruh adalah manusia yang mempunyai hak yang sama atas semua 
kekayaan alam yang dimiliki bangsa ini. Maka dalam menentukan besaran 
pendapatannya, harus dipikirkan keadilan antara pendapatan buruh dan 
pendapatan majikan. Ini ditinjau dari sudut keadilan.

Sedangkan ditinjau dari sudut power politics, buruh adalah manusia yang bisa 
mengamuk, dan memiliki kekuatan untuk membakar dan membunuh. Ini jelas bahwa 
buruh berlainan dengan semen, batu, gandum, dan minyak sekalipun yang tidak 
mempunyai kekuatan tersebut. Ini yang dilupakan oleh model teknokrat yang di 
Amerika Serikat disebut egg head.

Teh botol

Saya pernah mendengarkan pengamen jalanan berdendang yang isinya 
menceritakan bahwa mereka sengsara karena ulah teh botol. Saya kemudian 
bertanya kepadanya apa yang diartikan dengan teh botol?

Jawabannya: "Tehnokrat yang bodoh dan tolol." Ini suara pengamen jalanan 
yang tidak 'makan' sekolahan. Lho kok mengapa para mantan calon presiden itu 
yang disalahkan?

Faktor sangat krusial lainnya adalah forum tripartit. Mengapa baru setelah 
ada demonstrasi besar dikemukakan dan mungkin sampai sekarang belum 
dibentuk. Alangkah telmi (telat mikir)-nya.

Di negara-negara yang normal-normal saja, forum tripartit itu permanen. 
Banyak negara menggunakan istilah Dewan Sosial Ekonomi yang diberi fasilitas 
sangat memadai oleh pemerintah.

Di sini, setelah geger baru dibicarakan. Itupun langsung dilecehkan dengan 
mengatakan bahwa sebelum kaum buruh dan majikan diajak bicara, para sarjana 
dari lima universitas diminta masukan.

Lagi-lagi urusan perut diselesaikan dengan kalimat-kalimat dari buku teks. 
Sudah begitu, besar kemungkinannya penguasaan isi buku teks itu juga 
setengah-setengah atau hanya kulit-kulitnya. Jadi, masalah riil yang besar 
hendak diselesaikan dengan quasi intelektualisme.

Kalau yang dihadapi golongan menengah yang snobis, yang penguasaan ilmu 
pengetahuannya juga menggik mentol, pemerintah memang bisa mengerahkan teh 
botol. Tetapi hasilnya ya hanya petentang-petenteng yang memberi rasa hebat 
dan bangga bagi dirinya sendiri.

Jadi, pemerintah hendaknya membumi, jangan sok dan arogan mentang-mentang 
dipilih langsung oleh rakyat. Kalau sekarang bagian penting dari rakyat yang 
marah, bagaimana?

Ternyata juga ada jawabannya. Saya mendengar wawancara radio dengan Achmad 
Kalla, adik Wapres Jusuf Kalla. Achmad mengatakan bahwa buruh yang berdemo 
tidak sebanyak jumlah buruh seluruhnya, tetapi hanya bagian kecil. Maka 
pasti diduitin.

Nah, hari ini diberitakan di koran bahwa kalau delapan pendemo yang ditahan 
tidak dibebaskan, buruh akan beraksi dengan jumlah orang yang demikian besar 
sampai melumpuhkan semua industri di seantero Indonesia.

Apakah ini akan dilecehkan lagi oleh sang adik Wapres itu, sambil menuduh 
para mantan calon presiden yang tidak bisa menerima kekalahan mereka?

Oleh Kwik Kian Gie
Mantan Menneg PPN/Kepala Bappenas

  
http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A01&cdate=08-MAY-2006&inw_id=437204




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Protect your PC from spy ware with award winning anti spy technology. It's free.
http://us.click.yahoo.com/97bhrC/LGxNAA/yQLSAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke