Pidato kenegaraan Presiden SBY antara lain memberikan perspektif baru tentang makna kemerdekaan, dan menekankan pentingnya kemandirian. Sudah pasti pidato menyambut ulang tahun ke-65 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia itu menarik perhatian karena merupakan pidato kenegaraan pertama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada periode kedua pemerintahannya, tahun 2010-2014. Selain substansi, panggungnya pun menarik karena dihadiri sekaligus Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah dalam sidang gabungan pertama selama era Reformasi. Pidato tanggal 16 Agustus itu juga disiarkan secara langsung secara nasional. Banyak hal penting disampaikan, termasuk pencapaian dalam bidang politik, ekonomi, dan keamanan. Proses demokratisasi dinilai berlangsung relatif aman, begitu juga proses desentralisasi. Presiden juga menekankan pembangunan yang pro-pertumbuhan, pro-lapangan kerja, pro-penurunan kemiskinan, dan pro-lingkungan. Secara lebih khusus Presiden memberikan perspektif baru terhadap makna kemerdekaan. Presiden mengemukakan, dulu perjuangan kemerdekaan lebih diartikan sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialisme, kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Pengertian itu, kata Presiden, masih penting dan relevan, serta tetap menjadi bagian dari agenda besar bangsa. Namun, makna kemerdekaan di abad ke-21 memiliki dimensi lebih luas dan rumit. Perjuangan kemerdekaan saat ini berarti pula upaya membebaskan bangsa dari korupsi, diskriminasi, anarki, ekstremisme, dan terorisme. Apa yang disampaikan Presiden SBY tidak sekadar umum dan abstrak, tetapi serentak ada kaitan dan relevansinya yang aktual dengan persoalan nyata yang dihadapi bangsa. Akan tetap rumit mengatasi berbagai persoalan itu, tetapi sekurang-kurangnya dimulai dengan sikap, keinginan, dan visi yang jelas. Selanjutnya perbaikan bergantung pada keseriusan merealisasikan segala keinginan dan visi itu. Lebih jauh Presiden menekankan hakikat kemerdekaan adalah kemandirian. Nasib bangsa Indonesia berada di tangan bangsa Indonesia sendiri. Persoalan kemandirian yang disampaikan Presiden merupakan masalah serius, lebih-lebih kalau dilihat ketergantungan Indonesia kepada dunia luar yang masih tinggi. Bagaimana budaya kemandirian bisa tumbuh jika garam, daging sapi, atau buah-buahan yang bisa diproduksi dalam negeri, misalnya, justru masih dibiarkan diimpor. Mengapa pula Indonesia sebagai negara berpenduduk terbesar keempat di dunia tidak mampu mengembangkan industri otomotif, tetapi lebih mengandalkan produk dari luar? Kesadaran tentang pentingnya kemandirian sebagaimana ditegaskan Presiden SBY kiranya menggerakkan tekad seluruh komponen bangsa, terutama pemerintah sendiri, untuk lebih berdikari, mengandalkan kemampuan sendiri dan produk dalam negeri, tanpa harus chauvinistis.
http://cetak.kompas.com/read/2010/08/18/03024620/tajuk.rencana Berbagi berita untuk semua [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Post message: prole...@egroups.com Subscribe : proletar-subscr...@egroups.com Unsubscribe : proletar-unsubscr...@egroups.com List owner : proletar-ow...@egroups.com Homepage : http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: proletar-dig...@yahoogroups.com proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: proletar-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/