http://www.harianbatampos.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=23582
Kemiskinan Tidak Dapat Dituntaskan dengan Pertumbuhan Ekonomi! Oleh redaksi Jumat, 21-April-2006, 08:08:1749 Klik Oleh: Ir H Donny Irawan* Saya sangat bergembira, ketika tulisan saya ditanggapi oleh saudara Rafki RS, SE MM melalui Rubrik Opini Harian Batam Pos, edisi 19 April 2006 dengan judul: Kontroversi Konsep Pertumbuhan Ekonomi. Betapa tidak? Selama ini, tulisan saya tentang Sistem Ekonomi Islam (baca : Ekonomi Syariah) yang dimuat secara berkala di Harian Batam Pos ini, rasanya belum pernah ada 'sparing partner' dalam hal Pemikiran Ekonomi yang saya ulas selain saudara Rafki ini. Sekali lagi, hal ini merupakan satu "tantangan" dalam bidang pemikiran. Mudah-mudahan tulisan ini dapat 'lebih meluruskan' hal-hal yang dianggap 'keliru' oleh Saudara Rafki. Dalam tulisan saudara Rafki ditulis, saya terlalu memaksakan bahwa konsep Ekonomi Islam adalah solusi untuk semua permasalahan bangsa yang dihadapi saat ini. Rasanya hal tersebut satu kesimpulan yang juga "keliru" bahkan dikatakannya bahwa pertumbuhan ekonomi yang menjadi kebijakan pemerintah adalah biang keladi kemiskinan! Apakah hal tersebut merupakan kesimpulan saudara Rifki? Padahal, kita ketahui bahwa ekonomi hanya merupakan "sub-sistem" dari sistem kehidupan berbangsa dan bernegara secara keseluruhan. Dan tentu saja ekonomi bukan sistem yang dapat menyelesaikan persoalan bangsa yang sudah "carut-marut" ini. Barangkali, karena mungkin saudara Rifki adalah seorang "ekonom", sehingga menyimpulkan demikian? Sebelum saya melanjutkan tulisan ini, mungkin perlu dipertanyakan dahulu sistem ekonomi apa yang diterapkan oleh Pemerintah Indonesia saat ini? Dari fakta dan data yang ada, saya harus berani mengatakan bahwa sistem ekonomi yang diterapkan adalah "kapitalis-sekuler-liberal", yang salah satu instrumen indikatornya adalah "pertumbuhan ekonomi". Hal ini, tentu saja secara "diametrikal" sangat paradoks dengan sistem ekonomi Islam, yang sangat memperhatikan faktor "distribusi" daripada aspek "produksi" yang selalu ditekankan oleh para ekonom penganut sistem ekonomi non-Syariah. Bukankah kemiskinan muncul karena buruknya "distribusi" bukan minimnya "produksi"? Untuk lebih menguatkan pendapat dan pemikiran saya ini, mari kita analisis data yang ada, bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia menurut BPS pada tahun 2002 mencapai 38,5 juta jiwa, atau bertambah sebesar 1,4 juta jiwa dari tahun 2001. Tetapi data Bank Dunia berdasarkan standar internasional 2 dollar AS per hari (sekitar Rp17.000) menunjukkan jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 110 juta jiwa atau 53% dari seluruh penduduk. Menyikapi jumlah kemiskinan tersebut, Menko Perekonomian Dorodjatun Kontjoro Jakti (waktu itu), dalam sebuah diskusi yang bertajuk "Terbebas dari Kemiskinan" menyatakan, "Pemerintah perlu melakukan empat langkah untuk mengurangi tingkat kemiskinan." Keempat langkah tersebut adalah peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, pemusatan kebijakan sosial ekonomi, dan penyesuaian kebijakan pengurangan kemiskinan sesuai dengan kondisi daerah. Dari keempat langkah tersebut, nampak sekali Dorodjatun menitikberatkan pengentasan kemiskinan pada aspek pertumbuhan ekonomi. Sebagaimana dikutip Gatra. com (17/10/03), menurut Dorodjatun, untuk menyerap pencari kerja pertama (fresh graduate) sebesar 2,5 juta jiwa dibutuhkan pertumbuhan ekonomi 7 persen. Memang untuk mengentaskan kemiskinan salah satu prasyaratnya adalah mengurangi pengangguran dan menyerap angkatan kerja baru dengan membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Hanya saja apakah mungkin penyediaan lapangan kerja dapat dilakukan dengan mengacu pada pertumbuhan ekonomi? Atau apakah ada korelasi langsung pengurangan kemiskinan yang disertai distribusi kekayaan dengan tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi? Dengan kata lain dapatkah pertumbuhan ekonomi sebagai 'problem solving' untuk masalah perekonomian? Inilah yang menjadi analisis saya bahwa metode Pertumbuhan Ekonomi tidak menyentuh akar masalah ekonomi sesungguhnya. Penempatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak hanya sebagai target utama yang harus dicapai tetapi juga menjadi tolak ukur utama keberhasilan pembangunan ekonomi Indonesia. Karenanya kebijakan makro ekonomi Indonesia dalam konteks fiskal dan moneter selalu menempatkan pertumbuhan ekonomi pada puncak tujuan yang ingin dicapai. Dengan menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai dasar kebijakan ekonomi, maka pemerintah telah memilih peningkatan pertumbuhan produksi nasional sebagai asas pemecahan seluruh permasalahan ekonomi. Pemecahan masalah kemiskinan dengan metode pertumbuhan ekonomi ini tidak akan mengenai sasaran, karena kemiskinan yang dipecahkan dengan metode ini adalah kemiskinan yang menimpa suatu bangsa atau negara secara menyeluruh, bukan kemiskinan yang menimpa setiap individu di negeri tersebut. *** *)Ir H Donny Irawan, Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) - Batam. [Non-text portions of this message have been removed] Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/