MEDIA INDONESIA
Selasa, 21 Juni 2005

Kemiskinan dan Fasilitas Dasar
Martaja, pemerhati masalah sosial-ekonomi, alumnus Australian National 
University.


SEHUBUNGAN tragedi busung lapar dan gizi buruk yang merebak di berbagai daerah 
di Tanah Air, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan, para gubernur dan 
bupati harus mau turun untuk melihat langsung kondisi kemiskinan rakyatnya. 
Kemiskinan di Indonesia kini kian menjadi isu nasional dan telah menyita 
perhatian pemerintah maupun segenap eksponen bangsa. Sebab itu, segala daya 
upaya untuk mengentaskan kemiskinan harus dikerahkan semaksimal mungkin, 
lebih-lebih jumlah pengangguran di negeri ini juga kian membengkak.

Konsekuensinya, pemerintah harus melakukan langkah-langkah antisipatif dan 
menghindari langkah-langkah yang kontraproduktif. Terkait upaya penanggulangan 
kemiskinan, pemerintah pusat cq Departemen Sosial seharusnya melakukan tindakan 
nyata ke daerah-daerah kantong kemiskinan di 26 provinsi.

Ketua Tim Pemetaan Kemiskinan Badan Pusat Statistik (BPS) Dr Dedi Walujadi 
mengatakan, jumlah orang miskin pada 2004 sebanyak 42,8 juta jiwa atau 20% dari 
total penduduk Indonesia pada tahun 2004 yang sebanyak 214 juta jiwa. Jumlah 
itu terancam membengkak menjadi 37%. Padahal, tahun 2003 penduduk miskin di 
Indonesia berjumlah 37,3 juta jiwa. Membengkaknya jumlah penduduk miskin tahun 
2005 bisa kita pahami karena ketidakpastian ekonomi dan inflasi. Kenaikan harga 
bahan bakar minyak (BBM) telah membuat masyarakat yang berada di kelompok 
tersebut terpuruk dalam kategori miskin absolut, yakni kelompok masyarakat yang 
berada di bawah garis kemiskinan. Mereka itulah para korban busung lapar dan 
gizi buruk selama ini. Kebangkitan ekonomi merekalah yang harus kita 
prioritaskan untuk mengatasi tragedi busung lapar dan gizi buruk di Indonesia.

Indikator yang dipergunakan dalam kriteria miskin tersebut ialah konsumsi 
berupa makanan, yakni kurang dari 2.100 kalori per hari dan nonmakanan. Bahkan, 
jika kriteria Bank Dunia yang dipakai, yakni pendapatan di bawah US$2 per hari 
atau Rp540.000/bulan, maka dengan upah minimum provinsi (UMP) di DKI Jakarta 
Rp711.000/bulan, berarti seorang pegawai dengan tanggungan istri yang tidak 
bekerja sudah masuk kategori miskin. Data dari Badan Pusat Statistik 
menunjukkan, pada tahun 1976, jumlah penduduk miskin mencapai 40,1% atau 
mencapai 54,2 juta jiwa. Pada tahun 1996 angka itu dapat diperkecil menjadi 
11,3% atau 22,5 juta jiwa. Krisis ekonomi dan moneter di Indonesia telah 
merombak semuanya, sehingga jumlah penduduk miskin di Indonesia terus melonjak, 
dan kembali mendekati posisi tahun 1976.

Keterpurukan ekonomi keluarga miskin sudah benar-benar pada titik nadir, 
sehingga terjadilah ledakan tragedi busung lapar dan gizi buruk terutama di 
Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Program pengentasan kemiskinan 
selama ini kurang tepat sasaran, bahkan tidak sedikit dana subsidi BBM yang 
telah dialokasikan untuk keluarga miskin mengalami kebocoran di sana sini. 
Dengan pengamanan ketat terhadap dana kompensasi BBM untuk memberdayakan 
ekonomi keluarga miskin, kita harapkan agar ke depan penanggulangan kemiskinan 
di Indonesia akan mulai menuai hasil yang cukup signifikan.

Akurasi peta kemiskinan
Upaya penanggulangan kemiskinan selama ini kurang tepat sasaran, antara lain 
karena peta kemiskinan yang harus digarap belum didayagunakan secara optimal, 
bukan karena berdasar pada peta kemiskinan tahun 2000. Menurut Sekretaris 
Komite Penanggulangan Kemiskinan, Dr Gunawan Sumodiningrat, peta kemiskinan 
tersebut masih bisa dipergunakan untuk program penanggulangan kemiskinan tahun 
2005. Bahkan peta ini juga dapat dipergunakan untuk berbagai sektor seperti 
Departemen Kesehatan untuk melaksanakan program kesehatan bagi keluarga miskin.

Jika berpedoman pada peta kemiskinan tahun 2000 yang telah disusun tim dari BPS 
dibantu World Bank, terlihat bahwa pencantuman indeks kemiskinan sampai ke 
tingkat kecamatan dan pedesaan. Peta kemiskinan tersebut baru satu-satunya di 
Indonesia. Peta kemiskinan ini juga dapat menyajikan proporsi penduduk di bawah 
garis kemiskinan, kesenjangan kemiskinan, maupun keparahan kemiskinan hingga 
tingkat kecamatan dan pedesaan. Sebagai geography information system (GIS), 
peta tersebut secara akurat menggunakan data survei sosial ekonomi nasional dan 
sensus penduduk, sehingga diketahui persis kantong-kantong kemiskinan.

Sekadar perbandingan, saya hanya menyebutkan sebagian provinsi. Penduduk miskin 
di Jakarta hanya 4,3%. Artinya, dari 100 penduduk di Ibu Kota, terdapat sekitar 
5 orang miskin. Kantong-kantong kemiskinan yang paling banyak antara lain di 
Nusa Tenggara Timur (NTT). Di NTT, penduduk miskin di kota mencapai 30,3%, dan 
di pedesaan mencapai 50,2%. Artinya, untuk wilayah pedesaan, satu dari dua 
penduduk hidup miskin, sedangkan di perkotaan satu dari tiga penduduk hidup 
miskin. Di Jawa Timur, penduduk miskin di kota 24,9%, sedangkan di pedesaan 
32,0%. Di Jawa Tengah, penduduk miskin di kota 29,7%, sementara di pedesaan 
mencapai 27,6%. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, penduduk miskin di kota mencapai 
21,3%, sedangkan di pedesaan 33,6%. Di Jawa Barat, penduduk miskin di kota 
19,6%, sedangkan di pedesaan 18,4%. Di Aceh, penduduk miskin di kota 10,2%, 
sedangkan di pedesaan 14,2%.

Dalam program penanggulangan kemiskinan, pemerintah pusat dan daerah harus 
memerhatikan prinsip-prinsip penghormatan, penghargaan, dan pemenuhan hak-hak 
dasar bagi masyarakat miskin. Dari data tahun lalu, terlihat alokasi dana 
program kompensasi pengurangan subsidi (PKPS) BBM adalah untuk kegiatan 
pemberdayaan orang miskin guna menciptakan lapangan pekerjaan, yang berkisar 
30% sampai 40%. Hanya saja, kegiatan ini jarang terekspos dibandingkan kegiatan 
pemenuhan kebutuhan dasar semacam beras untuk orang miskin (raskin), kesehatan 
dan pendidikan. Agar lebih terfokus dalam penanggulangan keluarga miskin, harus 
melalui tahapan berikut. Pertama, bagi mereka yang dalam kategori belum mampu, 
memperoleh bantuan untuk sementara. Kedua, bagi mereka yang dalam kategori 
sudah tidak mampu, memperoleh raskin dan kartu sehat. Ketiga, kelompok dalam 
kategori sedang tidak mampu, harus diberdayakan.

Pemerintah juga dapat memberikan pelayanan sosial bagi kelompok masyarakat pada 
usia tidak produktif (di atas 55 tahun) lagi. Sedangkan untuk umur di bawah 15 
tahun, program pemerintah harus bersifat persiapan sosial. Untuk usia antara 15 
- 55 tahun, program yang efektif sebaiknya bersifat investasi ekonomi, dan 
jangan terjadi program pendidikan dan pelatihan diisi oleh mereka yang berusia 
lanjut. Kemiskinan harus diperangi melalui program perluasan kesempatan kerja 
produktif, pemberdayaan sumber daya manusia (SDM), dan kemudahan mengakses 
berbagai fasilitas dasar, baik sosial maupun ekonomi. Peta kemiskinan harus 
mampu memberikan informasi pada tingkat agregasi mikro, yakni pada tingkat 
kecamatan dan pedesaan.

Keluarga miskin di pedesaan perlu mendapat keringanan untuk memulai usaha 
ekonomi produktif. Misalnya melalui dukungan agunan. Pemerintah pusat dan 
daerah bisa menempatkan dana di bank setempat agar sewaktu-waktu dipakai 
sebagai agunan pinjaman nasabah yang terlambat pembayarannya. Guna membabat 
kendala birokrasi perizinan, bunga dari dana yang ditempatkan itu tidak ada 
salahnya disumbangkan dalam bentuk subsidi atau kemudahan lain seperti beasiswa 
untuk anak-anak nasabah, kemudahan hubungan antardesa, antardesa dan pasar, dan 
fasilitas lainnya. Dukungan agunan yang biasanya tinggi, 100% atau lebih 
dibanding pinjaman nasabah, bisa diperingan dengan memberi dukungan asuransi 
atau penempatan dana oleh pemda atau BUMN. Dengan keringanan agunan itu, jumlah 
keluarga miskin yang bisa membuka usaha akan kian bertambah.*

[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to