http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_c&id=171155
Sabtu, 14 Mei 2005, Kemitraan Pembangunan Perumahan Kebijakan sektor perumahan dan permukiman di Indonesia selama lebih dari enam Pelita telah memberikan peluang yang cukup luas bagi sektor swasta untuk mengambil alih dominasi peran pemerintah dalam menyediakan kebutuhan masyarakat di sektor ini. Peran Perumnas (BUMN) yang dominan menyediakan perumahan rakyat pada awal Pelita diganti REI (perusahaan swasta/koperasi yang bergerak di bidang pembangunan perumahan). Sejak program pengadaan perumahan kali pertama diadakan, masalah utama yang belum terselesaikan sampai saat ini adalah belum terpenuhinya kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat dalam arti luas, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah dan tidak tetap. Pada Pelita I, untuk yang pertama, pemerintah menetapkan melaksanakan program pengadaan perumahan secara teratur, terencana, dan berkelanjutan. Sehingga, disiapkanlah dasar serta kelembagaan perumahan dan berbagai sarana pendukungnya. Pada Pelita II, pembangunan program tersebut mulai nyata dilaksanakan. Pada dasarnya, sampai Pelita VI/VII -saat Menperkim Akbar Tandjung-, pola dan dasar program perumahan tidak berubah banyak. Meski, ada program perbaikan lingkungan perumahan di samping pembangunan rumah baru (rumah inti, RS/RSS, dan rumah susun). Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan fisik dan suplai. Sehingga, yang terjadi adalah pengadaan rumah yang difokuskan secara formal oleh swasta dan pemerintah. Kuantitas Rumah Pada era Orde Baru, tuntutan masyarakat berorientasi pada kuantitas rumah yang dibangun. Dan, pada 27 Oktober 1997, di Istana Merdeka, presiden menyerahkan penghargaan Grahatama Adhiyasa (pembangun terbesar RS/RSS) kepada saya selaku ketua DPD REI Jawa Timur. Sedangkan pada era reformasi 1999-2004, masalah pembangunan perumahan dan permukiman tidak terfokus bagi masyarakat dalam arti luas. Sebagai dasar untuk mengetahui kebijakan dan strategi yang harus dijalankan, perlu diketahui arti pentingnya perumahan serta permukiman dewasa ini. Yakni, rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia setelah sandang, pangan, pendidikan, dan kesehatan. Rumah juga berfungsi sebagai pelindung dan pengaman manusia dari gangguan alam, cuaca, serta makhluk lainnya. Rumah beserta lingkungannya merupakan pusat kegiatan keluarga, pendidikan, pembentukan kepribadian, dan nilai budaya bangsa serta sebagai tempat persemaian generasi mendatang. Di samping itu, rumah beserta lingkungannya bisa melambangkan peradaban manusia dan bisa menjadi cermin jati diri serta taraf hidup penghuninya sebagai gambaran perikehidupan dan penghidupannya yang menyeluruh. Keberadaan prasarana serta sarana lingkungan dan utilitas umum sangat penting serta tidak bisa dipisahkan dari kegiatan manusia untuk mendukung perikehidupan dan penghidupannya. Pembangunan perumahan dan permukiman dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor lain (industri bahan bangunan dan ikutannya); memberikan kesempatan berusaha (konsultan, kontraktor, supplier, dll); menciptakan lapangan pekerjaan; serta bisa mendukung pertumbuhan wilayah. Pengertian-pengertian tersebut bisa dicermati dari UU No 4/1992 tentang Perumahan dan Permukiman yang menyatakan bahwa perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi sarana serta prasarana lingkungan. Permukiman merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan serta penghidupan -dapat diindikasikan dari kegiatan sosial, budaya, dan ekonomi dalam hunian maupun lingkungan usahanya. Pembangunan perumahan dan permukiman bersifat multisektoral. Karena itu, untuk mewujudkan programnya, dilakukan pendekatan kewilayahan dan dilaksanakan secara desentralisasi dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah secara nyata serta bertanggung jawab. Peran swasta dan masyarakat harus terus didorong. Dengan demikian, pemerintah (pusat dan daerah) akan lebih berperan sebagai pembina, pengarah, pengatur, dan pendamping, sehingga bisa tercipta suasana yang kondusif. Selain itu, agar terjadi efisiensi dan efektivitas dalam pembangunan perumahan serta permukiman, baik di kawasan perkotaan maupun perdesaan. Pelaksanaannya harus dilakukan secara terpadu (sektornya, pembiayaannya, maupun pelakunya) berdasarkan suatu program jangka menengah lima tahunan yang disusun secara transparan dengan mengikutsertakan berbagai pihak yang terlibat (pemerintah, badan usaha, dan masyarakat) berdasarkan suatu rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Selain semua uraian tersebut, perlu diperhatikan bahwa masalah perumahan dan permukiman secara eksplisit juga diungkap dalam "agenda 21" serta dalam "Deklarasi Habitat II" di Istanbul sebagai suatu strategi global untuk pembangunan berkelanjutan yang merupakan kesepakatan internasional. Dalam pelaksanaannya, kata kemitraan yang sering didengungkan sehari-hari dan ditulis dalam dokumen banyak terjebak pada hubungan bisnis biasa. Posisi kemitraan dalam manajemen modern pembangunan perumahan dan permukiman, seperti yang banyak terjadi di kota-kota besar, telah bergeser dari budaya kerja sama menjadi budaya jual-beli. Masih sedikit yang menyadari, kemitraan bukanlah sekadar sekumpulan aturan main yang tertulis dan formal (kontrak kerja), tetapi harus lebih menunjukkan hubungan yang intim antara dua pihak atau lebih dan masing-masing pihak saling membantu untuk mencapai tujuan bersama. Satu pertanyaan yang muncul, apakah hanya kemitraan yang mampu menjawab berbagai tantangan pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia saat ini? Jawabnya, pada masa serbasulit sekarang, tampaknya, "kemitraan" saja tidak akan mampu. Kemitraan Inovatif Di tengah situasi yang sulit bagi pemerintah, swasta, dan masyarakat berpenghasilan rendah, perlu segera dipikirkan bentuk-bentuk kemitraan yang inovatif di samping efisien dalam menjawab tantangan. Sinergi antar berbagai pihak perlu dikembangkan menjadi peluang-peluang yang mengarah pada keuntungan ekonomi. Fokus pembangunan pun perlu diperluas. Tidak hanya sebatas pengadaan pembangunan perumahan dan permukiman yang baru atau peremajaan, namun perlu mempertimbangkan keharmonisan, keterpaduan, serta penciptaan hubungan/komunikasi antar permukiman yang sudah ada dengan lingkungan sekitarnya. Sehingga, tidak terjadi keresahan dan kesenjangan sosial yang semakin lebar (social gap). Tampaknya, hal tersebut juga perlu menjadi agenda bagi pembangunan perumahan dan permukiman pada masa mendatang, khususnya dengan memanfaatkan peluang kemitraan. Pembangunan perumahan dan permukiman seyogianya tidak hanya bersifat internal, namun perlu pula dilaksanakan secara eksternal. Yakni, menciptakan komunikasi keluar (antara perumahan eksklusif dan kampung kampung sekitarnya), baik secara fisik maupun sosial-ekonomi. Ir H M. Ridwan Hisjam, ketua kehormatan DPD REI Jatim [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> In low income neighborhoods, 84% do not own computers. At Network for Good, help bridge the Digital Divide! http://us.click.yahoo.com/S.QlOD/3MnJAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/