http://www.suarapembaruan.com/News/2005/06/22/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 

Komnas HAM: Cabut Perpres 36


JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Presiden 
Susilo Bambang Yudhoyono mencabut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 36/2005 
tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. 
Komnas HAM menilai, Perpres itu diskriminatif dan sangat berpotensi melanggar 
HAM. 

"Oleh karena itu, Komnas HAM akan mengirim surat secara resmi ke Presiden untuk 
meminta pencabutan Perpres tersebut," kata Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda 
Nusantara kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (21/6). 

Dia menjelaskan, berdasarkan penilaian Komnas HAM, Perpres 36/2005 itu 
bertentangan dengan sejumlah undang-undang. Perpres itu juga diskriminatif 
karena tidak dapat mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan masyarakat. 

Sifat diskriminatif dalam Perpres itu terlihat pada pasal 1 butir 5 yang 
menyebutkan, kepentingan umum adalah kepentingan sebagian besar lapisan 
masyarakat. Kata "sebagian besar" menunjukkan kalau Perpres ini tidak 
memperhatikan kepentingan seluruh lapisan masyarakat. 

Menurut Abdul Hakim, jika Presiden tidak mencabut Perpres itu, pihak-pihak yang 
berkeberatan dapat melakukan judicial review. Mereka bisa mendatangi Mahkamah 
Agung untuk menyampaikan keberatan atas Perpres tersebut. 

Dalam surat yang akan dikirim ke Presiden itu, Komnas menilai Perpres 36/2005 
merupakan bentuk hukum baru dari Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 55/1993. 
Padahal, Keppres itu dibentuk pada rezim Orde Baru yang tergolong represif dan 
penuh dengan peristiwa pelanggaran HAM, termasuk hak atas tanah. 

"Keppres itu diterapkan tanpa terlebih dahulu melaksanakan program reformasi 
agraria seperti yang diamanatkan oleh UU Nomor 5/1960 tentang Undang-Undang 
Pokok Agraria," katanya. 

Selain itu, menurut Komnas HAM, Perpres itu dianggap bertentangan dengan UU 
Nomor 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam UU itu 
disebutkan kalau pembentukan Perpres harus memenuhi asas pengayoman, 
kemanusiaan, dan keadilan. 

Komnas HAM, tuturnya. telah menerima pengaduan dari sejumlah kalangan 
masyarakat, terutama dari korban-korban penggusuran. Pada intinya, masyarakat 
khawatir kalau materi dalam Perpres itu dapat mengakibatkan pelanggaran HAM. 

Dia juga meminta agar kepala pemerintahan daerah di seluruh Indonesia tidak 
menggunakan Perpres itu karena masih ada keberatan dari kalangan masyarakat 
yang menimbulkan perdebatan seputar perpres itu. 


Akan Berlaku 

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil mengemukakan, 
pemerintah tidak akan merevisi Perpres No 36 itu. Perpres tersebut sudah 
dipikirkan dengan sangat matang dan sangat memihak kepentingan rakyat banyak. 
Karena itu, Perpres tersebut segera akan berlaku, terutama dalam pembangunan 
banjir kanal timur. 

Dalam penjelasannya kepada pers, seusai mengikuti rapat kabinet terbatas di 
Kantor Wakil Presiden (Wapres) Jakarta, Selasa (21/6), yang juga dihadiri 
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Mohammad Ma'ruf, Menteri Pekerjaan Umum Djoko 
Kirmanto, Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, dan Kepala Badan Pertanahan Nasional 
Muhammad Lutfi, Djalil menjelaskan betapa pentingnya Perpres tersebut. 

Dia mencontohkan, banjir di Jakarta dari tahun ke tahun makin parah. Padahal 
sejak zaman Belanda sudah dirancang ada banjir kanal barat dan banjir kanal 
timur. Banjir kanal barat sebagiannya sudah dikerjakan. Sedangkan banjir kanal 
timur belum dikerjakan karena terhalang pembebasan tanah masyarakat. 

"Oleh sebab itu, kalau kita ingin membangun negara ini sesuai harapan 
masyarakat, untuk kemaslahatan bangsa dan orang banyak, maka harus ada 
mekanisme sesuai dengan hukum dan undang-undang, konstitusi untuk menghindari 
para spekulan tanah, untuk membajak, atau menyandera kepentingan umum ini. 
Itulah latar belakang keluarnya Perpres 36," ucap Djalil. 

Djoko Kirmanto menambahkan, Perpres tersebut diterbitkan guna menghadapi 
kenyataan bahwa pembangunan infrastruktur banyak mengalami hambatan. Hal itu 
terjadi karena terhalang pembebasan tanah. "Contohnya, banjir kanal timur. 
Sudah bertahun-tahun tidak bisa dibangun karena masalah pembebasan tanah. 
Contoh kedua, pembangunan jalan tol di Pondok Indah, yang hanya gara-gara satu 
orang, maka peresmiannya baru dilaksanakan setelah menunggu 20 bulan. You bisa 
bayangkan, berapa masyarakat Bintaro yang dirugikan, hanya gara-gara satu 
orang," tuturnya. 

Dia menambahkan, dengan Perpres No 36/2005 ini masalah seperti itu bisa 
dihindari. Tetapi pembebasan lahan harus dilakukan secara cepat, transparan, 
dengan tetap memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak yang sah atas 
tanah. Jadi hak yang sah di atas tanah yang ada tetap dihormati. 

Muhammad Lutfi mengemukakan, untuk membebaskan lahan akan dilakukan oleh tim 
penilai independen. Bahkan harga pembebasan tanah itu maksimal lebih tinggi 20 
persen dari harga NJOP (nilai jual objek pajak). "Ini itikad baik pemerintah, 
yang melihat ada satu prinsip yang kita pegang. Bahwa masyarakat itu jangan 
sampai menurun tingkat kesejahteraannya, setelah tanahnya dibebaskan kehidupan 
masyarakat harus lebih baik," katanya. (A-21/O-1) 


Last modified: 22/6/05

[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to