Kondisi 'abu-abu' picu kekerasan

Indonesia menghadapi berbagai aksi kekerasan di daerah. Pecah konflik 
berlatar belakang isu etnik dan agama. Negeri ini juga menjadi 
sasaran-bahkan sarang-teroris. Bagaimana masa depan integrasi bangsa?
Untuk mengupas rentannya disintegrasi Indonesia, Bisnis berbincang dengan 
Hendardi, aktivis dari PBHI yang kerap melakukan pembelaan terhadap 
korban-korban ketidakadilan dalam penegakan hukum. Berikut petikan 
wawancaranya.

Apa akar kekerasan dan terorisme di Indonesia?

Mesti dijernihkan dahulu bahwa tidak serta merta adanya teroris di Indonesia 
itu karena adanya sekelompok masyarakat ideologi tertentu seperti yang 
seringkali diberitakan.

Akar terorisme sebetulnya sudah sangat lama. Dalam pemerintahan Orde Baru, 
30 tahun lebih kita diajarkan bagaimana pemerintah menteror rakyatnya. Kalau 
melihat berbagai aksi di daerah, kekerasan mengatasnamakan perbedaan agama, 
etnik, kemudian terjadi konflik kelompok. Padahal sebelumnya kehidupan 
damai.

Namun, belakangan seperti ada provokasi dan ada tindakan teror terhadap 
masyarakat kepada masyarakat lainnya. Kuat dugaan dilakukan 
kelompok-kelompok tertentu yang memiliki kepentingan. Memprovokasi maupun 
menakut-nakuti rakyat.

Jadi problem terorisme, problem konflik daerah, lebih pada cara pengelolaan 
negara dan masyarakat yang memakai cara-cara represif pada masa lampau. Kita 
ditularkan pada cara-cara kekerasan yang dipertontonkan negara kepada 
masyarakat. Menculik, membunuh seenaknya tanpa prosedur hukum, menangkapi 
orang, menyiksa orang dan semacamnya.

Mengapa Indonesia menjadi sarang teroris?

Penyelesaian problem terorisme selalu ditekankan menyangkut 
instrumen-instrumen hukum yang kurang. Itu tak bisa dikatakan benar. 
Penyelesaian dengan mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa seperti di 
Maluku atau di Poso tanpa mencari dan menghukum yang sebenarnya menjadi akar 
masalah.

Kita tidak mencoba mencari akar masalahnya dan mencari siapa di balik 
aksi-aksi itu, kemudian mendamaikan orang-orang yang konflik. Akibatnya, 
konflik muncul lagi. Penegakan hukum itu mencegah preseden yang sama 
terulang di kemudian hari. Itu penting.

Nah, kalau ada perdamaian tapi tidak ada penegakan hukum, siapa yang 
bersalah tidak dihukum, itu tidak akan memberikan kejeraan.

Dalam penyelesaian [pemerintah] kerap menghindar dari akar masalah hingga 
tidak menunjukkan komitmen dan keseriusan. Salah satu contoh, banyak sekali 
isu pada kasus Maluku atau Poso, itu dilakukan kelompok-kelompok tertentu 
yang diindikasi justru ada di dalam negara tetapi tidak pernah ada 
pengungkapan.

Juga pembentukan tim-tim pencari fakta seringkali merupakan tim pencari 
fakta yang hanya pura-pura. Komitmen politiknya lemah. Maksudnya seringkali 
tim pencari fakta, misalnya Maluku, tidak diumumkan hasilnya. Tim pencari 
fakta di Poso, anggota-anggota tim yang terlibat sebagian dari pemerintahan 
bahkan justru mereka itu pihak-pihak yang harus diperiksa.

Melihat kondisi ini, berbagai upaya penyelesaian masalah sebetulnya hanya 
mengulur-ulur waktu dari kekerasan yang akan terus terjadi.

Mengapa pemerintah seakan enggan membongkar akar permasalahan?

Pemerintah tidak cukup memiliki komitmen kuat untuk menghadapinya. Di sini 
berbeda dengan banyak negara lain seperti di Afrika Selatan atau di Korea 
[Selatan]. Kelompok atau kekuatan demokratis ada di situ, Indonesia tidak 
begitu. Keadaan yang abu-abu terus menerus berlangsung. Karena itu 
pengambilan keputusan politik dari pemerintah ke pemerintah selalu dibayangi 
resistensi kekuatan status quo.

Ancaman disintegrasi besar?

Bisa terjadi kalau pengelolaan sistem politik mengulang cara-cara masa 
lampau. Tidak berani membongkar kasus-kasus di daerah di mana keterlibatan 
aparat negara sebagai pemicu konflik tidak diusut tuntas. Negara ini lahir 
dari pluralitas masyarakat yang bukan sekadar satu fakta tapi perlu dirawat. 
Merawat pluralisme harus menjadi kebutuhan dan semacam cita-cita.

Apa tindakan untuk mencegah masalah terulang?

Bagaimana pemerintahan ke pemerintahan pasca-Soeharto mampu memutus hubungan 
dengan rantai masa lalu, dengan berani menghukum pelaku kejahatan masa lalu. 
Perubahan politik harus terjadi, jangan dari abu-abu ke abu-abu. Kekuatan 
demokratis harus menangkan pertarungan. Kalau tidak jangan berharap 
Indonesia akan berubah cepat.

Pewawancara: Sapariah Saturi
kontributor

http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=145&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=B14&cdate=27-NOV-2005&inw_id=404874




------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke