Minggu, 19 Juni 2005
INDONESIA MEDIA


Memeriksa Jenderal = Mimpi di Siang Bolong!
Komentar dan Tanggapan Via Media Indonesia Online


MIMPI kaum sipil agar bisa berada di atas militer adalah mimpi di siang bolong. 
Mengharapkan para jenderal bersifat ksatria maupun legowo alias sadar dan 
berbesar hati untuk diperiksa, juga ibarat pungguk merindukan bulan. Mimpi 
jenis civil society ini mungkin akan terwujud 100 tahun lagi.

Berharap anggota DPR memberikan dukungan dan tekanan agar para jenderal itu 
menurut pada aturan hukum pun pasti sulit. Bagaimanapun, negeri ini banyak 
utang jasa kepada para jenderal meski beberapa oknum jenderal telah merugikan 
negara dan rakyat.

Mengharap Presiden memaksa 'teman' jenderalnya, sama dengan mendorong Presiden 
ke bibir jurang.

Bagaimana sebaiknya? Yaitu, dengan membantu mempercepat reformasi dan reposisi 
TNI. Ini jalan yang paling masuk akal dan berisiko minimal. Jika hal tersebut 
dilakukan, setidaknya kita tidak perlu menunggu civil society 100 tahun lagi, 
cukup 10 tahun. Lalu, berharap para jenderal saat itu masih hidup. Barulah kita 
panggil dan paksa mereka agar bersikap ksatria.
Awim

Tanda Tanya
KALAU memang mereka jenderal, tentu asumsi masyarakat mengenai ketiga jenderal 
itu adalah ksatria dan tidak perlu berlindung di belakang Panglima TNI. Majulah 
sendiri dan pertanggungjawabkan apa yang dilakukan!
Masa', kalah dengan para jenderal Serbia dan Boznia, yang berani 
mempertanggungjawabkan yang mereka lakukan di depan Mahkamah Peradilan 
Internasional di Den Haag? Mungkin, dari penglihatan ketiga jenderal kita 
tersebut, mereka jenderal yang bodoh. Mungkin juga (?)
Dono

Masalah Hukum, atau Politik?
ADA apa rupanya? Kenapa persoalan HAM hanya seputar itu saja? Ada masalah HAM 
lainnya di Kalimantan, Ambon, yang mencapai ribuan korban. Mungkin, di sana 
tidak terjadi pelanggaran HAM?
Dndn


Tidak mampu Urus Sendiri
SELURUH badan, organisasi, komisi, atau apapun namanya, dibuat untuk kita agar 
bisa menata diri sendiri. Juga, agar rakyat aman, sejahtera, adil, dan makmur.

Departemen dengan menterinya sebagai pembantu presiden juga untuk mengurus 
kepentingan negara (rakyat). Namun kelihatannya, alat itu (juga TNI) tidak lagi 
mampu diharapkan untuk mengayomi rakyat. Termasuk, mereka yang menamakan diri 
pendekar hukum (polisi, jaksa, hakim, pengacara).

Maka, rakyat Indonesia mungkin lebih baik meminta bantuan orang luar (PBB, 
Mahkamah Internasional, NATO, Amerika, Al-Qaeda) untuk mengurus negara ini. 
Bosan, ah! Maunya revolusi, kali....
Corong

Jangan Libatkan Presiden!
BAGI saya, sebaiknya jangan melibatkan Presiden karena memang, itu sudah 
memasuki wilayah hukum. Saya heran juga ya, dipanggil belum tentu salah, kok 
takut. Apa memang mereka salah?
Yeyen

Tidak Jantan
TERNYATA, nyali para jenderal itu tidak sebesar pangkat mereka. Baru diminta 
keterangan saja, sudah ciut. Kalah sama kopral, yang gagah berani di medan 
tempur.

Kalau cuma main 'petak umpet' di balik undang-undang atau peraturan, gampang, 
orang awam juga bisa. Ayo, tunjukkan kualitasmu sebagai jenderal!
Diaz05


Dua Aturan Hukum
SUDAH bukan rahasia lagi bahwa di Indonesia, kita memiliki dua aturan hukum. 
Aturan yang satu untuk rakyat biasa, dan yang lainnya untuk pejabat 
(sipil/militer) ataupun kaum konglomerat hitam.

Saya sudah pesimis sebagai rakyat Indonesia, terutama dalam mengadili para 
jenderal yang melanggar HAM, baik pelanggaran HAM di masa orde baru maupun 
reformasi.

Sebagai orang beragama, yang percaya adanya neraka. Saya cuma optimis hidup di 
dunia ini bahwa ada keadilan yang lebih mengerikan. Yaitu, keadilan dari Tuhan 
Yang Mahaadil bagi para pembantai manusia ataupun pelanggar HAM di Indonesia 
dan dunia.

Jika kita kemarin dibuat pusing dengan tingkah para hakim dan tingkah para 
koruptor, masihkah kita mempunyai harapan bahwa ketiga jenderal tersebut akan 
dengan gampang diadili? Ini pun, bak burung pungguk merindukan bulan bagi 
rakyat Indonesia yang merindukan keadilan.
Pitaloka

Tidak Pernah Tuntas
KETIGA jenderal itu tentu tidak mau memenuhi panggilan Komnas HAM karena 
masalah politik masa lalu yang dijalankan pemerintah dulu. TNI tak akan 
bertindak tanpa perintah Presiden hingga akibat yang muncul menjadi tanggung 
jawab pemerintah. Kecuali, terjadi kudeta oleh TNI, mereka yang terlibat akan 
terus diburu untuk diadili.

Jadi, yang bersalah Presiden pada pemerintahan yang lalu, bukan TNI yang hanya 
menjadi alat. Karena, sekarang sudah ada undang-undang soal pelanggaran HAM 
oleh TNI dan Polri. Di masa mendatang, TNI dan Polri tidak akan bertindak jika 
perintahnya melebihi batas.

Komnas HAM memanggil ketiga jenderal masa lalu karena mempunyai kepentingan 
politik yang kental, jadi tuntutannya tidak murni.

Rakyat yang jadi korban makin menderita karena kepentingan politik. Rakyat 
dieksploitasi untuk selalu menuntut (demonstrasi). Yang penting, kita jangan 
sampai mau menjadi korban.

Berjuanglah dengan cerdik dan jika belum mengerti masalahnya, jangan mau ikut 
ramai-ramat. Kalau Anda menjual keselamatan dengan dibayar Rp100 ribu-Rp200 
ribu untuk ikut demonstrasi, sungguh sangat murah. Jangan mau! Tahanlah emosi 
Anda!
Bambang1.

[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to