Mencetak Hakim Sekuat Presiden


Balap lari sendirian di atas treadmill selama 15 menit tak cukup membuat lelaki 
49 tahun ini kelelahan. Berkeringat, sudah jelas. Pejabat di Mahkamah Agung ini 
memang rajin olah tubuh. Dua kali tiap pekan, Djoko, sebut saja begitu, main 
tenis bersama koleganya di kompleks gedung MA. "Sudah biasa melatih fisik," 
katanya kepada Tempo di ruang kerjanya dua hari lalu. 

Itu sebabnya, Djoko tak kaget ketika harus memeras keringat dalam seleksi hakim 
agung, yang digelar oleh Komisi Yudisial. Tes diadakan di Rumah Sakit Pusat 
Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta, pada 4-8 Juli lalu. Sebanyak 85 calon, 
dari 130 pendaftar, ikut ambil bagian. 

Sejak pukul 07.30, mereka harus stand by sebelum diambil contoh darah dan air 
seninya. Kemudian peserta diperintahkan lari. Begitu selesai lari, boleh 
istirahat 10 menit. Ujian selanjutnya, tes konsentrasi di ruangan berpendingin 
udara. 

Peserta melihat sketsa rumit, misalnya sebuah rumah komplet dengan antena 
televisi dan bentuk atap yang aneh. Mereka harus hafal detailnya lalu 
menggambarnya di atas kertas yang disediakan. Djoko juga mesti mengurutkan 
nomor atau abjad yang diucapkan oleh sang psikolog. 

Pemeriksaan dalam juga dilakoni. "Mau jadi hakim agung saja mesti rela 
disodomi," kata Djoko terkekeh. "Sodomi" yang dimaksudnya adalah cara dokter 
memeriksa kesehatan prostat lewat anus. "Ada yang bilang (tesnya) kayak mau 
masuk tentara." 

Komisi Yudisial memang memberlakukan standar uji kesehatan yang tinggi. Sama 
persis dengan yang dikenakan kepada calon pejabat negara. Semua calon presiden 
pada Pemilu 2004 pun harus lulus tes ini. "Kalau (hakim agung) stroke, jalan 
lima meter ngos-ngosan, bagaimana tugas pokoknya?" ucap ketua panitia seleksi 
Mustafa Abdullah di kantornya dua hari lalu. 

Mustafa disokong sejumlah hakim agung. "Masak mau periksa berkas (hakim agung) 
perlu kaca pembesar," kata Abas Said. Usman Karim, hakim agung yang pensiun 
akhir tahun ini, idem dito. Djoko mengaku bangga. Pada seleksi sebelumnya, 
peserta hanya butuh sehari untuk tes kesehatan dan psikologi. Besoknya uji 
kelayakan di Dewan Perwakilan Rakyat. "Empat puluh lima menit kelar," ujarnya. 

Tes kesehatan diikuti dengan uji psikologi dan wawancara. Tes kesehatan, 
psikologi, serta wawancara menelan biaya Rp 997 juta. Artinya, biaya tes per 
orang Rp 11,5 juta. Wow! Akhirnya, 10 calon gugur dalam tes kesehatan. Bisa 
jadi karena mereka tak kuat balap lari sendirian di atas treadmill. YOPHIANDI 
KURNIAWAN | RINI KUSTIANI

Sumber: Koran Tempo - Jumat, 28 Juli 2006

++++++++++

Untuk berita aktual seputar pemberantasan korupsi dan tata kelola
pemerintahan yang baik (good governance) klik
http://www.transparansi.or.id/?pilih=berita

Untuk Indonesia yang lebih baik, klik
http://www.transparansi.or.id/






[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to