Refleksi : Pohon korupsi mempunyai buah sangat banyak, sebahagian besar dari buah yang jatuh ke tanah menjadi bibit pohon baru. Dalam kehidupan masyarakat manusia, khususnya di NKRI juga demikian. Bukan saja kepada orang tua biologis dipanggil ibu dan bapak, tetepai juga dalam pergaulan sehari-hari di masyarakat, kepada orang yang lebih tua, lebih tinggi kedudukan, atau juga tidak dikenal disebut atau dipanggil "ibu dan bapak". Jadi bukan semata-mata istilah ibu dan bapak dalam arti biologis.
Secara turunan biologis, pada umumnya anak-anak mengikuti apa yang dimiliki oleh ibu dan bapak mereka, contoh yang paling jelas ialah agama, bukan kehendak anak memilih agama mana mau, tetapi menjadi pengikut sesuai agama yang dianut oleh orang tua, tanpa dipertaanyakan apa yang dianut atau atau didiskusikan terlebih dahulu, jadi pada umumnya mewarisi paham orang tua. Agaknya masalahnya tidak berbeda dalam lapangan pekerjaan, kalau ibu dan bapak (bukan biologis) di tempat pekerjaaan korupsi, pasti memberikan contoh yang sangat bagus kepada bawahan atau anak-anaknya (pekerja). Bukankah ada pepatah yang mengatakan buah jatuh tidak jauh dari pokoknya, begitu juga dengan korupsi yang telah menjadi penjakit turunan (genetik) masyarakat NKRI. Dengan menebang pohon saja tidak cukup harus gentiknya dirubah! Boss di tempat pekerjaan dipanggal "bapak" atau "ibu", kalau boss korupsi, bisa celaka dan memalukan bila menyatakan : "ayah saya koruptor". Selamat korupsi boss! hehehe http://riaupos.co.id/news/2011/02/menebang-pohon-korupsi-oleh-macahsin/ Menebang Pohon Korupsi Oleh: Macahsin Posted by idris on February 22, 2011 Karut -marutnya negeri kita sebenarnya karena persoalan korupsi yang telah mengakar di semua lini kehidupan. Ibarat sebuah pohon, korupsi merupakan sebuah pohon besar rindang, memiliki banyak cabang, ranting dan dahan; bahkan benalupun bisa hidup subur menghisap pada batang pohon yang memiliki akar sangat kuat. Siapa yang sanggup menebang pohon besar korupsi? Karena jika ditebang akan tumbang dan runtuh menimpa dan mencelakakan diri sendiri. Jadilah korupsi sebagai barang mewah simalakama, jika ditebang dirinya mati, jika tidak ditebang pelan tapi pasti anak cucu akan mati. Akhirnya korupsi dibiarkan tumbuh subur dan alami di negeri kita tanpa ada solusi. Mungkin pohon besar korupsi itu baru akan hilang dari negeri kita ini, jika semua penduduk mati ditelan bumi akibat terkena tsunami. Akar Segala Masalah Pada era Orde Baru, korupsi lebih banyak terjadi di pusat pemerintahan, sekarang pada era otonomi mengalami pergeseran menjelajah ke deaerah-daerah. Korupsi sebagai akar masalah utama yang menyebabkan terjadinya kemiskinan dan kesengsaraan masyarakat. Korupsi juga sebagai sumber utama terjadinya kekacauan dalam sistem distribusi kebutuhan bahan pokok sandang, pangan dan papan. Lebih lanjut korupsi sekaligus sebagai akar masalah yang menyebabkan akses pendidikan dan kesehatan mengalami ketimpangan yang sangat tajam. Rusaknya lingkungan hidup juga terjadi karena berkembang suburnya korupsi. Penebangan hutan dan pembalakan liar, pendirian industri yang asal-asalan dan kerusakan sumberdaya alam lainnya, juga disebabkan karena ulah sang koruptor yang meloloskan pemberian izin yang semestinya tidak layak. Korupsi sebagai biang terjadinya kekacauan dalam penataan pemerintahan di negeri ini. Lebih berbahaya lagi ternyata korupsi sudah menjajah pikiran semua orang, kebohongan terjadi di mana-mana, tidak saja rakyat miskin, pengemis serta pengangguran, namun para pejabat pemerintah pun tertuduh telah melakukan tindakan pembohongan publik. Apa yang dikatakan tidak pernah selaras dengan apa yang dikerjakan. Korupsi beserta segala bentuk turunannya merupakan akar semua masalah bangsa. Kita lihat saja banyak kasus yang tak terselesaikan secara tuntas dan mengganggu keberlangsungan pembangunan bangsa. Kementerian Agama sebagai institusi terdepan di bidang pembinaan aspek mental dan spiritual malah menjadi sarang korupsi, demikian juga di dunia pendidikan yang diharapkan melahirkan generasi pemikir yang cerdas dan berahlak mulia juga tidak jauh berbeda. Dahsyatnya lagi institusi yang berwenang menegakkan keadilan mulai dari polisi, jaksa, hakim, pun tidak tahan uji ketika digoda kemegahan duniawi berupa uang. Tak mau ketinggalan juga para pemegang kekuasaan mulai dari RT, lurah, camat, bupati/wali kota, dan gubernur sampai dengan menteri pun tak tahan uji dengan aspek duniawi. Terakhir kali anggota dewan yang telah diberi mandat oleh rakyat sebagai perwakilan suara rakyat ikut-ikutan mencebur dalam kawah panas korupsi yang bisa menyengsarakan rakyatnya. Harapan terakhir tentu ada ditangan pemegang kekuasaan yakni presiden, jika Presiden tercebur juga ikut-ikutan korupsi maka alternatifnya kita jual saja negeri kita atau serahkan negeri ini kepada Yang Maha Kuasa. Sebelum korupsi berhasil diberantas atau minimal dikurangi, maka negeri kita tidak akan dapat memecahkan masalah apapun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kapan cita-cita luhur dari para pendiri negeri ini akan tercapai? Jika pemerintahannya tidak mampu memberantas korupsi. Pengalaman masa lalu, kejatuhan pemerintahan umumnya karena para pemimpinnya melakukan korupsi dan kebohongan. Sehingga korupsi sudah dianggap sebagai budaya bangsa tanpa kecuali. Akankah nasib bangsa kita diselimuti dengan kebohongan yang berujung kepada tindakan korupsi? Padahal bangsa kita terkenal sebagai bangsa yang religius, namun kenapa masyarakatnya berbohong? Entahlah, yang pasti semua manusia dilahirkan ke dunia ini bukan untuk korupsi. Rekonstruksi Sistem Pendidikan Revolusi etika dan moral sangat dibutuhkan bangsa kita untuk keluar dari persoalan kebohongan dan ketidakjujuran. Keteladanan pemimpin dalam bertindak dan berbuat merupakan barang mahal yang harus segera diwujudkan. Untuk melahirkan pemimpin yang memiliki keteladanan tentu peletak dasarnya dimulai dari dunia pendidikan. Sistem pendidikan sebagai bagian terpenting dalam membangun karakter kehidupan berbangsa harus direkonstruksi kembali dengan memasukkan unsur etika dan moral dalam kurikulum pendidikan untuk semua level jenjang pendidikan. Etika dan moral pada saat ini kurang mendapat perhatian, karena sistem pendidikan di negeri kita telah salah arah. Sektor dunia pendidikan sudah menjadi lahan bisnis oleh para kaum kapitalis yang lebih mementingkan bagaimana aspek efisiensi dapat tercapai. Memang harus diakui efisiensi sangat penting dalam melakukan suatu aktifitas, namun jika dilakukan dengan menghilangkan nilai-nilai kearifan dan menghalalkan segala cara maka akan menghasilkan anak didik yang bermental dan berkarakter curang dan tidak jujur. Bayangkan jika perjalanan hidup seorang anak sudah dibekali fondasi ketidakjujuran, bagaimana kelak ia bekerja? Mau masuk kerja pun menyogok. Artinya siklus hidup itu tak akan berubah, jika ia dibesarkan dengan sikap tidak jujur, maka ia pun kelak akan menjadi orang tidak jujur. Penutup Penghayatan mengenai pentingnya membangun budaya hidup melalui keteladanan perilaku perlu menjadi perhatian serius para pendiri negeri ini. Sejatinya karakter masyarakat kita sangat mulia, pemaaf, santun dan bijaksana. Namun sayangnya di tengah-tengah kemuliaan itu masuk roh kapitalisme yang mengarah kepada praktik korupsi. Mungkin hal tersebut disebabkan karena ketika para pemimpin mencalonkan diri menjadi pemimpin negeri dilakukan dengan cara yang tidak terpuji, sehingga ketika menjalankan wewenang mengatur negeri ini, mereka menjalankan praktik korupsi. Masyarakat pun tak mau ketinggalan melihat pemimpinnya asyik korupsi, jadilah negeri kita ini sebagai negeri sarang korupsi..*** Macahsin Dosen Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Riau. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Post message: prole...@egroups.com Subscribe : proletar-subscr...@egroups.com Unsubscribe : proletar-unsubscr...@egroups.com List owner : proletar-ow...@egroups.com Homepage : http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: proletar-dig...@yahoogroups.com proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: proletar-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/