SUARA KARYA Minyak dan Kemiskinan Global Oleh Yayat Dinar N
Jumat, 16 Desember 2005 Meroketnya harga minyak dunia memaksa pemerintah menaikkan harga BBM (bahan bakar minyak) di delam negeri, awal bulan Oktober lalu. Namun sangat disayangkan, "kenaikan" tersebut terlalu tinggi (sekitar 100%), di atas batas psikologis kemampuan daya beli masyarakat. Bagaimana pun kenaikan harga minyak dunia secara langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi global selama tahun 2005 dan dikhawatirkan akan berimbas pada tahun 2006. Dampak kenaikan harga BBM, sangat memukul sendi-sendi kehidupan masyarakat. Bahkan sektor usaha dan dunia industri pun ikut terkena imbasnya ikut menanggung beban berat karena diikuti kenaikan biaya produksi sekitar 30% lebih, yang berpengaruh terhadap peningkatan harga jual di masyarakat. Belum lagi, sejak kenaikan harga BBM, sekitar 70.000 pekerja terpaksa di-PHK dan hingga akhir tahun ini diperkirakan sekitar 500.000 pekerja dirumahkan. Kondisi ini dapat dipastikan akan menambah angka pengangguran dan kemiskinan. Kenaikan harga minyak di pasaran dunia membuat banyak negara mengalami gangguan ekonomi. Thailand, misalnya. Kenaikan harga minyak memaksa pemerintah Thailand menaikkan harga sekitar 26% selama tahun 2005, sehingga bank sentral negeri "Gajah Putih" itu terpaksa merevisi target pertumbuhan ekonominya menjadi 3,5% - 4,5% dari target 4,5% - 5,5%. (Kompas, 11 September 2005). Bahkan Filipina terpaksa mengeluarkan kebijakan melarang olahraga mobil dan motor sebagai upaya menghemat BBM sekaligus menekan konsumsi energi hingga 10%. China, negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi cukup tinggi sebesar 9,5%, sangat terpukul dengan kenaikan harga minyak dunia. Kenaikan tersebut menjadikan pertumbuhan ekonomi China bergeser. John Anderson meramalkan, jika harga minyak rata-rata 50 dolar AS per barel maka pertumbuhan ekonomi China turun menjadi 8,2%. Bila harga lebih tinggi tetap bertahan, pertumbuhan ekonomi negeri "Tirai Bambu" itu bisa anjlok menjadi 7,8 persen. Begitu juga dengan Indonesia. Baru-baru ini BPS mengoreksi angka pertumbuhan PDB triwulan I 2005 dari 6,35% menjadi 6,19%. Ini berarti terjadi penurunan tajam jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV 2004 sebesar 6,65%. Penurunan laju pertumbuhan terus berlanjut pada triwulan II 2005 sebesar 5,54 persen. Kenaikan harga minyak dunia juga memaksa pemerintah memperbesar subsidi BBM, dari target yang ditetapkan tahun 2005 sebesar Rp 76 triliun. Tentu saja angka ini sangat fantastis, kalau dihitung secara kasat mata, dengan jumlah subsidi sebesar ini, berapa jumlah penduduk miskin bisa ditanggulangi (diberi subsidi), berapa jumlah program pembangunan bisa diselesaikan, dan berapa jumlah kenaikan gaji (kesejahteraan) PNS. Kenaikan harga minyak dunia, tentu saja merontokkan pertumbuhan ekonomi dunia. Di Asia saja, rata-rata pertumbuhan ekonomi anjlok sepertiga dari rata-rata pertumbuhan tahun 2004. Tingkat pertumbuhan akan anjlok 1% setiap kali terjadi kenaikan harga minyak dunia. Kondisi ini tentu sangat mencemaskan banyak negara, khususnya negara-negara yang tidak mempunyai tambang minyak. Apalagi, konsumsi minyak dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, dari 78.835.000 barel per hari tahun 2005, menjadi 82.457.000 barel per hari (2004) dan 82.630.000 barel per hari (2005). Dari data statistik, konsumsi BBM Indonesia mengalami kenaikan cukup signifikan dalam kurun 30 tahun terakhir. Kalau konsumsi BBM tahun 1970 sebesar 6,8 juta kilo liter per tahun, tahun ini menjadi 54,8 juta kilo liter per tahun. Ini berarti telah terjadi kenaikan rata-rata 23,4% per tahun. Konsumsi energi yang tinggi menyebabkan besarnya pemakaian BBM hingga berdampak pada ekonomi biaya tinggi. Relevansi kenaikan harga minyak dunia dan kemiskinan global sangat nyata. Sebab, kenaikan harga BBM akan berimbas pada terganggunya pertumbuhan ekonomi akibat pembangunan terhambat dan terjadinya inflasi yang akan menurunkan daya beli masyarakat. Dengan terganggunya pertumbuhan ekonomi praktis secara langsung akan berdampak pada tingkat kemiskinan dan pengangguran. Bentuk kemiskinan saat ini lebih kompleks, karena tidak saja menyangkut masalah makanan dan sumber daya alam, tetapi menyangkut pula masalah sosial ekonomi. Di satu pihak, harga-harga barang kebutuhan hidup melambung tinggi, sementara daya beli masyarakat menurun drastis. Belum lagi dampak ikutannya, seperti kenaikan tarif transportasi, tarif listrik, telepon, dan lain-lain yang cepat atau lambat akan menyesuaikannya. Efek domino kenaikan harga minyak dunia sangat dahsyat bagi perekonomian dunia. Terjadinya penurunan ekonomi dunia menjadi faktor yang sangat memungkinkan terjadinya kemiskinan global, terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, sebagai negara pengimpor minyak. Betapa tidak, kenaikan harga minyak mentah dunia memaksa negara-negara berkembang pengimpor minyak secara langsung menaikkan harga BBM-nya di dalam negeri untuk menyesuaikan atau menutup biaya produksi. Sementara kemampuan finansial rakyat tidak sebanding lagi dengan harga jual yang ditetapkan akibat menurunnya daya beli masyarakat. Apa yang mesti dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah ini? Pertama, menghitung ulang berapa jumlah konsumsi BBM nasional secara akurat (valid), sehingga kebutuhan nasional bisa dikontrol dan diawasi mengingat perhitungan kebutuhan BBM nasional saat ini tidak transparan. Kedua, mengurangi konsumsi atau pemakaian BBM secara nasional agar biaya untuk kebutuhan energi semakin kecil, dengan cara memperketat izin kepemilikan kendaraan bermotor serta aktif menggalakkan kampanye hemat energi. Ketiga, harus ada kemauan (political will) pemerintah untuk memberantas korupsi, baik korupsi uang negara secara langsung maupun korupsi dalam bentuk penyelundupan (khususnya dalam kasus penyelundupan BBM). Keempat, mencari alternatif energi lain untuk mengurangi pemakaian BBM, seperti menggalakan pemakaian "biodiesel" sebagai pengganti BBM Satu hal mesti diperhatikan, pemerintah perlu menanamkan kesadaran bersama tentang pentingnya merekonstruksi perekonomian nasional ke depan. Kesadaran yang dimaksud adalah kesadaran perlunya melahirkan nasionalisme pembangunan di segala bidang, kesadaran memberantas segala bentuk penyelewengan (korupsi), dan kesadaran meningkatkan jiwa gotong-royong dalam upaya memecahkan masalah keterbelakangan dan kemiskinan bangsa. Dengan kesadaran inilah, diharapkan setiap komponen bangsa akan terdorong untuk bangkit menjadi bangsa yang mandiri, tanpa ketergantungan dan pengaruh interfensi asing. *** Penulis Direktur Eksekutif Nuri Lestari Foundation, alumnus IPB, Bogor. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Know an art & music fan? Make a donation in their honor this holiday season! http://us.click.yahoo.com/.6dcNC/.VHMAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/