Pil Kada, Pil Pahit, Pil Majapahit 
Oleh: Eddy L. Suheri
http://www.acehkita.net/koran/beritadetail.asp?Id=1690&Id2=&berita=Kheunda    
                           PARA peniup serunee kalee bersama penabuh rapa’i 
semakin menggencarkan frekuensi rentaknya, mengiringi dendang para propagandis 
yang melantunkan hikayat ular untuk menidurkan rakyat dari kenyataan, yaitu 
dengan menghadirkan beragam mimpi baru mereka.

Sementara di luar sana, di dalam realitas bermacam persoalan masih terus 
meruncing Pertama, terkait masalah pembangunan kembali Acheh dari dampak 
bencana tsunami yang sudah berjalan hampir dua tahun, mau pun hal pengelolaan 
bantuan internasional yang masih pada tingkat mengecewakan. 
  Kedua, adalah persoalan yang menyangkut penerapan MoU Helsinki. Permasalahan 
akan semakin rumit apabila AMM meninggalkan Aceh bulan depan. Persoalan 
re-integrasi itu mencakup para clandestine dan bekas kombatan, UUPA yang jauh 
dari MoU, amnesty yang masih tersisa, rehabilitasi korban perang dan kejahatan 
kolonial dan impunity. Terakhir yang teramat penting adalah proses peradilan 
HAM yang sepertinya coba ditenggalamkan oleh ketiga pihak baik itu AMM, 
Indonesia maupun GAM. Kesemua persoalan tersebut adalah magma yang menggumpal 
dalam kubah gunung api yang ledakannya tinggal menghitung hari.
••

Kembali ke persoalan Pil Kada, begitu hausnya keinginan di antara banyak pihak 
tersebut untuk menjadi Viceroys (baca: para representative kolonial), maka 
pelbagai persoalan kritikal yang seharusnya menjadi perhatian semua pihak pada 
saat ini merasa perlu dikesampingkan untuk sementara waktu. Bahkan di kalangan 
GAM, oligarki yang pada dasarnya adalah salah satu pihak yang paling 
bertanggung jawab dalam memperjuangkan perwujudan pemerintahan sendiri (baca: 
otonomi) seperti mereka janjikan kepada rakyat, saat ini cenderung tak 
dipedulikan. Kerangka hukum, yang katanya, menjadi suatu jaminan di mana rakyat 
Aceh dapat hidup damai dan berkuasa atas tanah sendiri lewat UUPA dibiarkan 
dalam keadaan tidak menentu.
Mereka lebih sibuk menopang para kandidat viceroy-nya, dan berkeyakinan atau 
setidaknya dapat meyakinkan rakyat jelata jika dari kalangan mereka kelak 
terpilih menjadi tuan Demang, maka segala persoalan yang melilit rakyat akan 
segera sirna oleh kekuatan politik magik yang mereka miliki nantinya.
  Tetapi di sebalik itu, ada pihak yang berpendapat bahwa kegagalan oligarki 
GAM untuk menyelamatkan draft UUPA dari guntingan pihak kolonial adalah 
disebabkan oleh sebagian besar elit kelompok itu telah terjual dari awalnya. 
Celakanya lagi, ketika penyaluran dana integrasi tersumbat—yang mungkin 
disengaja ataupun menguap— maka rasa tidak puas dari bekas sipil dan prajurit 
GAM di tingkat bawahan, telah memutuskan garis komando. Sehingga di mata 
Jakarta, yang tersisa dari kelompok elit oligarki tadi adalah para singa tua 
tak bergigi yang sudah tidak pantas lagi untuk dihidangkan daging segar. 

Akibat dari situasi ini, maka terjadilah kompromi politik yang lebih layak 
disebut suatu kolaborasi untuk tidak mempersoalkan peradilan HAM atau 
meneruskan penyempurnaan UUPA. Jadi solusi ini dianggap yang terbaik oleh kedua 
pihak. 
  Di mana pihak kolonial dapat terhindar dari kehilangan porsi kekuasaannya 
yang besar terhadap Aceh 
   
  

        
 
Pihak yang mengaku pemimpin kaum pejuang tersebut dengan lantang bersabda: 
"Wahai bangsaku yang tercinta, marilah kita telan Pil KADA yang sudah tersedia 
di depan mata, sambil kita menanti kehadiran partai lokal yang akan membawa 
kita ke tangga kebebasan"
_____________ 
  saboh keuradjaan hana bubar meunjoë wilajah djih mantong djipeulahra lagèë 
sot - Nanggroë Atjèh hana djipulang keu kamoë Atjèh,dan berhasil melepaskan 
diri dari tanggung jawabnya sebagai pelaku kejahatan kemanusian yang telah 
mengorbankan ribuan jiwa rakyat Aceh. 
  Sementara itu di lain pihak, para elit oligarki GAM melalui kolaborasi ini 
menyangka dapat terhindar dari keruntuhan kredibilitas, sehingga dapat terus 
menggenggam kuasa oligarkinya, meskipun pada hakikatnya, kekuatan mereka yang 
sebenarnya telahpun sirna.
"
Masih juga terdengar di perkampungan seantero Acheh di mana mimpi terus 
dirajut, yang membuat banyak Do Kaha terhanyut dalam kepulan asap rukok ôn dan 
aroma kopi pancông. Setelah jargon tinggal sebatang rokok serta platform 
otonomi atau self-government gaya Hongkong tak kunjung menjadi kenyataan. 
Rakyat belum sempat bertanya di mana logika “projek 2009” itu akan berhasil. 
Pihak yang mengaku pemimpin kaum pejuang tersebut dengan lantang bersabda: 
Wahai bangsaku yang tercinta, marilah kita telan Pil KADA yang sudah tersedia 
di depan mata, sambil kita menanti kehadiran partai lokal yang akan membawa 
kita ke tangga kebebasan!
  Adakah rakyat Aceh percaya dengan pernyataan kalimat-kalimat bersayap yang 
memberi harap untuk suatu perubahan kelak? Saya dipahami di mana rakyat dan 
generasi muda Acheh yang dibesarkan dengan fakta politik golongan dan parsial, 
sudah ditempa oleh suatu kondisi yang membuat mereka cenderung peka dalam 
melihat masalah. Tetapi di sana ada pihak yang masih menyimpan harap semoga 
saja penyakit mereka akan reda setelah meminum salah satu jenis dari Pil Kada 
itu. Dan tentu saja akan ada pihak yang dipaksa meneguk Pil yang sejauh ini 
kelihatannya lebih banyak kadar pahit daripada mujarab.
  Adapun yang menjadi sumber keraguan banyak pihak di Aceh, adalah dengan 
hadirnya para calon independen, yang sebagian mereka mengaku sebagai pejuang 
hak-hak rakyat dan tanah Aceh. Meskipun banyak di antara mereka adalah kaum 
oportunis yang selalu mencari celah untuk meraih kekuasaan dengan pemanfaatan 
momentum yang tepat. Ada juga kalangan bunglon yang warna politik dan 
komitmennya selalu dapat disesuaikan dengan warna politik penguasa di mana 
mereka menghidupkan dirinya.

Serta kalangan yang pernah terlibat aktif dalam pergerakan kemerdekaan, tetapi 
akhirnya terkontaminasi dengan kekuasaan ketika mereka naik derajatnya dari 
aktivis ke tingkat elit politik.

        Namun yang perlu di ingat, siapa saja yang diantara para kandidat dalam 
Pil Kada ini, pada hakikatnya adalah tidak akan mampu membawa perubahan 
terhadap rakyat Aceh. Sepenjang sistem yang akan mereka masuki adalah sebuah 
sistem kolonial dengan bungkus yang selalu diperbaharui. 
  Dengan kata lain, sistem tersebut adalah tak sama, perihal nama dan beberapa 
pasal yang coba ditulis dengan perkataan baru, tetapi secara keseluruhan, 
produk baru itu adalah sama dalam hal kewenangan seorang Viceroy yakni sebagai 
representative pusat kolonial yang dalam hal ini menjalankan perintah dari Tuan 
Mendagri. Belum lagi jika kita tinjau dari sudut kepentingan sebuah daerah yang 
meskipun memiliki status hukum yang khas, tapi dapat diinjak atau ditiadakan 
jika berhadapan dengan klaim kepentingan nasional. Di sini, demokrasi dipakai 
oleh elite kolonial untuk melegalkan penindasan hak kelompok atas nama 
kepentingan bersama. Sudah tentu di Negara seperti Indonesia, kepentingan 
bersama itu sebenarnya itu adalah kepentingan gerombolan penguasa belaka.
*

Rakyat belum sempat bertanya di mana logika “projek 2009” itu akan berhasil. 
Pihak yang mengaku pemimpin kaum pejuang tersebut dengan lantang bersabda: 
Wahai bangsaku yang tercinta, marilah kita telan Pil KADA yang sudah tersedia 
di depan mata, sambil kita menanti kehadiran partai lokal yang akan membawa 
kita ke tangga kebebasan!
••

Atas dasar itulah, maka saya perlu mengambi penuturan seorang kawan, yang 
menurutnya di masa lalu kita juga pernah punya beberapa gubernur yang dari 
sudut intelektualitas, ketokohan, keimanan dan kerakyatan mereka jauh lebih 
baik dibandingkan para kandidat sekarang, sebut saja beberapa nama seperti Tgk. 
Daud Beureueh, Muzakir Walad, Majid Ibrahim dan Syamsuddin Mahmud. Akan tetapi 
di masa kekuasaan mereka, tidak ada suatu kesejahteraan yang dapat lahirkan. 
Penyebabnya adalah independensi mereka dalam menjalankan kepemimpinannya selalu 
dibatasi oleh tangan pusat kolonial, di samping juga adanya clash antara 
kepentingan pusat dan daerah. 

Oleh sebab itu, berdasarkan keseluruhan analisa di atas, sebaiknya rakyat Aceh 
lebih memfokuskan pada penganggalangan civil force untuk suatu kelanjutan 
resistansi perjuangan di masa mendatang, daripada terlalu berharap pada 
kemujaraban Pil Kada, yang tidak lain adalah butiran Pil Pahit bagi mereka. 
Lebih berbahaya lagi jika itu adalah Pil Majapahit, yang jika tertelan maka 
kekuatan kolonialisasi bukan hanya akan berhasil mengontrol kehidupan politik, 
tapi akan membuka lapangan untuk menempatkan seluruh sendi kehidupan rakyat 
Aceh sebagai obyek kekuasaan yang tanpa batas. 


*Penulis adalah mahasiswa di The New School University, New York.


     
   
  
          
SURAT PEUNJATA ATJÈH MEURDÉHKA
Atjèh, 4 Désèmbèr, 1976

                           Keu Bansa2 Dônja:
   
  Kamoë, Bansa Atjèh, Sumatra, ateuëh neuduëk Hak bak peuteuntèë nasib droë 
lagèë bansa-bansa laén, dan ateuëh neuduëk Hak kamoë bak peulindông tanoh 
pusaka éndatu, deungon njoë kamoë peunjata droë kamoë meurdéhka dan lheuëh 
nibak bandum ikatan keukusaan politék nibak peumeurintah aséng di Djakarta, 
Djawa. 
  Nangroë pusaka éndatu kamoë njoë na saboh Nanggroë njang sabé meurdéhka dan 
meudèëlat mulai dônja teudong, Keuradjaan Beulanda nakeuëh keukuasaan aséng 
njang phön that djak tjuba djadjah kamoë, watèë djipeunjata prang ateuëh 
neugara Atjèh njang meurdéhka dan meudèëlat , bak uroë 26 Mart, 1873, dan bak 
uroë njan ladju djipeu-ék prang ateuëh kamoë deungon djibantu lé sipa-i Djawa . 
Peu keuneulheuëh nibak seurangan Beulanda njoë ka meutuléh bak ôn phôn dalam 
surat-surat haba ban saboh dônja. Dalam surat haba Inggréh THE LONDON TIMES, 
uroë 22 April, 1873, meutuléh: "Saboh keudjadian njang meunarék that haté dalam 
seudjarah peundjadjahan modêrèn ka ta deungo teudjadi di pulo Hindia Timu. 
Saboh armada njang raja lagèëna njang teudong nibak bansa Èrupa ka geupeutalô 
prang ulèh saboh teuntra neugara asai disinan.... Neugara Atjèh. Ulèh bansa 
Atjèh ka geuteumeung saboh keumeunangan njang peuneutôih that . Musôh Atjèh kon 
ka talô mantong, teutapi ka pajah pluëng bandum." Dalam
 surat haba Amèrika, THE NEW YORK TIMES, bak uroë 6 Mei, 1873, meutuléh: "Saboh 
prang njang meulabô darah ka teudjadi di Atjèh, saboh keuradjaan njang mat 
kuasa ateuëh pulo Sumatra rot barôh. Uléh Beulanda ka djipeu-ék prang ateuëh 
ureuëng Atjèh, dan djinoë ka geutanjoë teurimong haba peu hasédjih. Seurangan 
Beulanda njang ka geubalah lé ureuëng Atjèh deungon geusië djih ramè lagèëna. 
Panglima Beulanda ka geupoh maté dan teuntra-djih ka djipluëng bandum pula 
p-pingkui. Meunurôt keunjataan, teunta Beulanda keubit-keubit hantjô 
meudeudak." Keudjadian njang luwa biasa njoë, ka meunarék peurhatéan dônja 
njang raja lagèëna, trôk 'an ulèh uléh Prèsidèn Ulysses S. Grant dari Amèrika 
Sjarikat geupeuteubiët saboh Surat Peunjata Dong Teungoh Njang Adé ( 
Proclamation of Impartial Neutrality ) dalam prang antara Beulanda deungon 
Atjèh njoë.
  Bak uroë 25 Dèsèmbèr, 1873 ( uroë lahé Nabi Isa ) uléh Beulanda ka djipeu-ék 
prang njang keu dua ateuëh Atjèh, dan deungon njan mulai treuk peu njang uléh 
madjalah Amèrika HARPER'S MAGAZINE, ka geubôh nan "PRANG SIREUTÔH THÔN MASA 
NJOË" , saboh prang peundjadjahan njang paléng trép dalam seudjarah manusia, 
njang dalam prang njan siteungoh nibak bansa Atjèh ka geubrië njawong geuh 
nibak peutheun Neugara kamoë njang meurdéhka dan meudèëlat. Prang njan 
geusambông trôk'an watèë bitjah Prang Dônja keu- dua. Lapan droë nibak éndatu 
njang tèkèn Surat Peunjata njoë reubah maté sjahid dalam seuëh p r a n g njang 
panjang that njan, bak peutheun keumeurdéhkaan bansa dan Neugara, bandum 
sibagoë Wali Neugara dan Panglima Thjik Angkatan Prang Neugara Atjèh njang 
meurdéhka dan meudèëlat. 
  

      
 
WN Cs 1976 di Gunong Atjèh: "Bansa Djawa njan na saboh bansa aséng keu kamoë 
bansa Atjèh. Kamoë hana hubôngan seudjarah, hana hubôngan politék, hana 
hubôngan budaja, hana hubôngan èkonomi, dan hana hubungan bumoë deungon awak 
njan"
_____________   Teutapi, watèë lheuëh habéh Prang Dônja keu-dua dan Hindia 
Beulanda djipeugah ka djibubar -teutapi ka djibri uléh Beulanda keu Djawa - 
Lamiët djih deungon djimeukomplot ngon peundjadjah-peundjadjah Barat laén di 
Asia Tuënggara njoë. Bansa Djawa njan na saboh bansa aséng keu kamoë bansa 
Atjèh. Kamoë hana hubôngan seudjarah, hana hubôngan politék, hana hubôngan 
budaja, hana hubôngan èkonomi, dan hana hubungan bumoë deungon awak njan. Watèë 
hasé peunaklôkkan dan peundjadjahan Beulanda teutap djipeulahra bandum, dan 
lheuëh njan djibri lagèë pusaka keu bansa Djawa - lagèë meunankeuh njang ka 
djipeulaku - maka akibatdjih handjeuëthan akan teudong peundjadjahan Djawa bak 
teumpat djidong peundjadjahan Beulanda, teutapi peundjadjahan njan, bôh ulèh 
bansa Beulanda Èrupa njang meukilét putéh atawa ulèh bansa Asia Djawa njang 
meukilét mirah, hana mungkén geuteurimong ulèh bansa Atjèh. 
  Meunurôt Hukôm Internasional dan Hukôm Sjarikat Bansa-bansa, maka wadjéb 
ateuëh Beulanda supaja dji pulang Hak Dèëlat ateuëh Nanggroë Atjèh njoë keu 
kamoë bansa Atjèh. Beulanda hana hak djih bak djidjak bri dèëlat ateuëh 
Nanggroë Atjèh keu Djawa atawa keu "Indônèsia" sabab "Indônèsia" njan nakeuh 
nan njang djipeuna-peuna mantong, mangat djeuët dji tôp-tôp peundjadjahan bansa 
Djawa. Mulai phôn dônja njoë teudong hantom na saboh bansa di Asia Tuênggara 
njoë njang meunan lagèë njan. Meunantjit, meunurôt 'èleumè bansa-bansa ( 
ethnology ), 'èleumè basa ( philology ), 'èleumè asai usui budaja ( cultural 
anthropology ), 'èleumè seudjarah (history ), dan 'èleumè masjarakat (sociology 
) hana saboh "bansa Indônèsia" njan di Asia Tuënggara njoë. Nan "Indônèsia" 
njan hana laén nibak saboh mèrèk barô, dalam basa gob, njang hana meuhubông 
sapeuë deungon seudjarah, basa, budaja, peuë lom deungon keupeunténgan kamoë 
Atjèh, Sumatra. Uléh Beulanda mèrèk barô "Indônèsia" njan djingui
 sibagoë geunantoë nan " Hindia Beulanda" njang gob bantji njan. Ulèh kawôm 
kolonialis Djawa pih djiteupeuë rajek guna nan pura-pura njan,mangat djeuët 
djitôp-tôp kolonialisme Djawa, dan mangat djeuët djiteumeung peungakuan dônja 
luwa njang hana teupeuë sapeuë peukara seudjarah pulo-pulo Asia Tuënggara njoë.
  Meunjoë peundjadjahan Beulanda hana beutôi dan salah, maka peundjadjahan 
Djawa njang trang-trang djipeudong ateuëh neuduëk peundjadjahan Beulanda njan 
pih salah tjit. Dalam hukôm Internasional ka geukheun: ex injuria jus non 
oritur. Hana keu'adélan meu-asai nibak keudjahatan, hana buëtbeuna djeuët 
meudong ateuëh buët salah!

        Bahthatpih meunan, bansa Djawa njan mantong tjit tjuba-tjuba peudong 
peundjadjahan djih ateuëh kamoë Atjèh, Sumatra, pada hai bandum nanggroë 
peundjadjah Èrupa - lagèë Beulanda, Peurantjéh, Inggréh, Spanjol, dan Portugéh 
-ka han ék lé keumah peubuët buët njan dalam abat njoë. Dalam masa 30 Thôn 
njang akhé njoë, ka meukalon ulèh kamoë bansa Atjèh, pakriban tanoh pusaka 
éndatu kamoë ka djirampok, djipeurusak dan djipeureuloh uléh sipeundjadjah 
Djawa; harta pusaka bansa kamoë ka djih tjuë; buët hareukat bansa kamoë ka djih 
peureuloh; peundidéhkan aneuk kamoë ka djih peusisat; ureuëng-ureuëng bakoë 
kamoë ka djih lét nibak nanggroë; bansa kamoë ka dji-ikat deungon ranté 
keuzaléman, djipeugasiën dan hana djipadôli: hudép bansa kamoë ka rhôt 
rata-rata 34 thôn; pakriban njoë meunjoë tabandéng deungon ukôran dônja njang 
80 thôn! Meunjanpih makén siuroë makén kureuëng, padahai Atjèh, Sumatra, 
peutamong pèng keudjih leubèh 15 miljar dollar Amèrika djeuëb-djeuëb thôn njang
 mandum djiangkôt keudéh u Djawa peukaja droë-djih.

  Kamoë Atjèh hana meudjak mita-mita paké deungon bansa Djawa meunjoë awaknjan 
djiduëk di Nanggroë droëdjih; meunjo awaknjan hana djidjak djadjah kamoë dan 
djidjak meulagak lagèë Tuan ' dalam rumoh kamoë. Mulai uroë njoë, kamoë 
meukeusud djeuët keu ureuëng Po di rumoh droëmeuh: meunjo kon meunan hudép njoë 
hana meuguna; djeuët meupeugot hukôm dan atôran droëmeuëh - kon lagèë 
keupeunténgan Djawa; djeuët keu ureuëng njang djamin keumeurdéhkaan droëmeuh: 
njang kamoë leubèh nibak keumah; djeuët keu sabab mulia deungon bansa-bansa 
laén dalam dônja: lagèë éndatu kamoë tjit sabé meunan! Paneuk djih: mulia dan 
meudèëlat ateuëh Tanoh Pusaka Éndatu droë!
  Peurdjuangan keumeurdéhkaan kamoë njoë punoh keu'adélan. Kamoë hana meudjak 
tjok nanggroë gob - lagèë Djawa djak tjok nanggroë kamoë. Nanggroë kamoë ka 
Neubri uléh Allah punoh deungon hareuta njang le lagèëna. Kamoë meukeusud bri 
bungong djaroë njang meumakna keu masjarakat dônja, dan kamoë prèh peungakuan 
nibak bansa-bansa njang meu-adab. Kamoë bri djaroë meusahbat keu bandum bansa 
dan keu bandum neugara ateuëh rhuëng dônja !
  
  Ateuëh nan bansa Atjèh, Sumatra, njang meurdéhka dan meudèëlat.

  Tgk Hasan Muhammad di Tiro
Keutuha Angkatan Atjèh Sumatra Meurdéhka Wali Neugara Atjèh.
Atjèh, Sumatra, 4 Désèmbèr, 1976

   

      

 
---------------------------------
Any questions?  Get answers on any topic at Yahoo! Answers. Try it now.

[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke