Kompas Selasa, 04 Januari 2005 Pasca-Amuk Samudra Oleh Sarlito Wirawan Sarwono
SAMUDRA Hindia mengamuk. Bukan lantaran samudra itu balas dendam karena bosnya semua samudra, Imam Samudra, sedang dipenjara di Bali, tetapi karena gempa tektonik yang sudah barang tentu disebabkan oleh kehendak Imamnya segala imam, Tuhan Yang Maha Esa. Yang jelas, lebih dari seratus ribu jiwa melayang dan jutaan orang menderita karena luka-luka, kelaparan, kehilangan sanak keluarga, kehilangan harta miliknya, termasuk tempat tinggal, bahkan ada yang kehilangan ingatannya. Maka, reaksi pun segera bermunculan. Banyak yang bertindak cepat dengan mengumpulkan sumbangan uang maupun barang dan bahan makanan, dan segera menyalurkannya walaupun terkesan serabutan. Tetapi, lebih banyak lagi yang membuat bising saja, baik yang frustrasi dan marah-marah-khususnya kepada pemerintah dan TNI/Polri yang dinilai lamban-maupun yang bersajak-sajak atau memanjatkan doa-doa, bahkan ada juga yang membuat lagu. Sebagian bahkan bertanya kepada Tuhan, apakah maunya Tuhan? Mengapa mengazab bangsa Indonesia tidak henti-hentinya? Mengapa mencabut nyawa orang-orang tak berdosa? Apakah ini tanda peringatan atau hukuman Tuhan, atau justru tanda kasih Allah? Tetapi, salahkah mereka? Sama sekali tidak. Begitulah memang reaksi normal yang timbul pada situasi bencana. Menurut psikolog sosial, Tuckson, dikenal ada empat tahap kinerja kelompok dalam setiap situasi darurat, termasuk situasi bencana (disaster), yaitu: storm, form, norm, dan perform. TAHAP pertama disebut storm, yaitu situasi saat bencana itu sendiri dan beberapa saat sesudahnya. Pada tahap ini semua orang terkejut, panik, trauma, takut, bingung, dan serba beremosi negatif, seperti marah, menyesal, mencari kambing hitam, dan sebagainya. Dalam keadaan ini semua mau bertindak sendiri, baik korban yang selamat maupun para penolongnya. Akibatnya: kacau balau. Bantuan menumpuk, tetapi tak tersalurkan. Relawan siap di bandar udara atau pelabuhan, tetapi tidak bisa berangkat, jadi marah-marah. Yang sudah berangkat tiba-tiba sadar bahwa di sana mereka tidak bisa berbuat apa-apa, frustrasi, menyalahkan orang lain, pemerintah, dan sebagainya. Sementara para penyelamat sendiri kekurangan makan, minum, dan tidak bisa istirahat, tambah frustrasi, tambah marah, dan sebagainya. Korban yang selamat juga tidak bisa berbuat apa-apa karena kondisi mereka juga sudah sangat parah. Bagaimana bisa memakamkan jenazah sebegitu banyak, sementara untuk mengangkat satu jenazah saja dibutuhkan empat-enam orang, padahal jumlah jenazah jauh lebih banyak dari yang hidup. Wajarlah jika kita hanya bisa menyaksikan wajah-wajah bengong dan putus asa. Tahap berikutnya adalah tahap form (bentuk). Pada tahap ini orang-orang mulai menyadari kemampuan dan potensi masing-masing dan bagaimana mereka bisa bekerja sama, serta apa saja yang dibutuhkan. Ternyata tentara adalah yang paling bisa berfungsi dengan efektif karena mereka terlatih, terorganisasi dengan baik, dan dilengkapi dengan sarana. Setelah itu diperlukan tenaga-tenaga medik dan paramedik, teknisi-teknisi untuk rehabilitasi prasarana, kendaraan-kendaraan untuk distribusi bantuan, baik melalui darat, laut, maupun udara dan sebagainya. Para penolong yang tidak bisa berfungsi dengan optimal dengan sendirinya akan tersingkir. Setelah form, datanglah tahap norm (norma). Di sini mulai terbentuk koordinasi. Kekacauan mulai diatur. Masing-masing mulai tahu harus berbuat apa. Koordinasi dibentuk. Khususnya jika para pejabat lokal ikut menjadi korban sehingga tidak ada yang bisa mengatur di lapangan, seperti yang terjadi di Aceh. Dalam hal ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bertindak cepat: Menko Kesra dipos-kan di Banda Aceh, dibantu KASAD dan Jenderal Polisi bintang tiga; Mensos ditempatkan di Meulaboh, dan Gubernur Sumut mengomandani posko di Medan. Dengan begitu sistem yang sudah hancur di NAD mulai bisa bergerak lagi. Orang-orang asing yang dalam keadaan darurat sipil dilarang masuk NAD, kecuali ada izin khusus, diperbolehkan terjun langsung ke lapangan. Dengan demikian, bantuan bisa tersalur, baik dari dan oleh relawan dalam negeri maupun dari luar negeri (termasuk kapal induk dan belasan helikopter AS yang selama ini dianggap musuh Islam), keluarga-keluarga yang hilang mulai ditemukan, tenaga medis dan teknis sudah mulai bekerja, listrik dan telepon mulai menyala, jenazah mulai dimakamkan, jalanan bisa dilalui dan sebagainya. Tahap kinerja yang terakhir adalah tahap perform (menunjukkan hasil). Pada tahap ini masyarakat mulai menggeliat, kegiatan ekonomi mulai hidup lagi, korban selamat mulai membersihkan bekas-bekas ru- mahnya, pasien-pasien mendapat obat dan dirawat dengan baik, pemerintahan jalan lagi, pasar-pasar dan warung-warung mulai buka, demikian juga sekolah dan sebagainya. Dalam tiga-lima tahun ke depan, jika bantuan yang sangat besar dari berbagai pihak ini tidak terputus, NAD diharapkan akan pulih lagi. Nah, di sinilah para psikolog mulai bisa berperan. Tugas psikolog adalah memulihkan kesehatan mental korban selamat secepat mungkin. Korban-kor- ban selamat yang masih bengong, putus asa, karena kehilangan segalanya, perlu dimotivasi lagi agar kembali punya harapan dan bisa produktif lagi. TERLEPAS dari suara-suara pesimistis dan sinis terhadap kemampuan pemerintah, kenyataannya Indonesia termasuk sangat cepat merespons. Hanya dalam waktu enam hari, Aceh sudah mulai masuk ke tahap perform walaupun di beberapa tempat tahap storm belum usai. Salah satu indikasinya adalah aktivitas warga setempat sudah mulai lagi, dan warga sendiri sudah mulai berupaya merehabilitasi habitatnya masing- masing. Bantuan dari luar daerah maupun dari luar negeri memang sangat menolong, tetapi kekuatan masyarakat lokal sendirilah yang merupakan kekuatan inti untuk tahap perform yang akan makan waktu sedikitnya tiga hingga lima tahun sebelum bisa mendekati kondisinya pra- tsunami. Coba kita bandingkan dengan situasi di Jakarta yang sampai saat ini masih ada bangunan-bangunan rusak akibat kerusuhan tahun 1998 yang belum direnovasi. Sarlito Wirawan Sarwono Guru Besar Psikologi UI Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/