Refleksi : Koruptor atau "bukan" koruptor, kelihatannya para petinggi penguasa 
NKRI tidak begitu ambil pusing terhadap penderitaan para TKI.  Fulus mengalir 
seperti Bengawan Solo di musim hujan  adalah  sasaran utama mereka, maka oleh 
karena itu sajup-sajup mereka berlagak bersuara membela. Pengiriman TKI bukan 
baru sudah kurang lebih setengah abad, jadi prblemnya juga bukan kemarin. 
Sebagai contoh presiden wanita pun tak pernah bersuara  untuk membela TKW  
selama beliau menduduki kursi kekuasaannya. Jadi masyarakat harus sadar sendiri 
tentang situasinya, suasah  untuk diharapkan adanya perubahan mendasar dalam 
psistem politik dan ekonomi untuk menjauhkan dan mengeliminasi penderitaan yang 
menyebabkan terjadi pengiriman TKW keluar negeri, teristimewa ke Timur Tengah 
yang tidak mempunyai undang-undang dengan perlindungan adekwat terhadap kaum 
buruh. 

http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=article&id=99306:pemancungan-ruyati-dan-koruptor-kita&catid=78:umum&Itemid=131


      Pemancungan Ruyati dan Koruptor Kita        
      Oleh : Zani Afoh Saragih, SH, M.Hum 



      Nasib Nunun Nurbaeti, Melinda Dee, Nazaruddin, Gayus Tambunan memang 
sangat berbeda. Kalau kita menggunakan ukuran keadilan sama rata sama rasa, 
maka akan sangat sedih melihat nasib Ruyati binti Satibi warga kampung Ceger 
Kecamatan Sukatani Bekasi dengan nama-nama di atas. 

      Nunun Nurbaeti yang terlibat kasus penyuapan dalam pemilihan Deputy 
Senior Gubernur BI sampai sekarang belum kelihatan batang hidungnya. Itu 
terkait kasus korupsi dengan menghabiskan uang Rp 28 miliar lebih. 

      Melinda Dee yang terlibat dalam kejahatan perbankan di Bank Citybank 
mendapat lerkakuan istimewa karena terkena penyakit kanker payudara. Pemerintah 
dalam hal ini Polri sibuk mengurusi penyakit kanker payudara Melinda Dee. Itu 
pun hanya pemberitaan. Bagaimana kebenarannya kita tidak tahu. Jangan-jangan 
itu hanya akal bulus untuk bisa keluar karena memberikan sejumlah uang. 

      Gayus Tambunan yang terlibat skadal mafia pajak dengan kekayaan mencapai 
Rp 75 miliar lebih bisa kelaur masuk penjara. Kita tidak tahu, mengapa orang 
yang sudah menilep uang negara dalam jumlah yang sangat besar bisa sampai 
kelaur penjara. Padahal korupsi adalah kejahatan yang sangat luar biasa dan 
membuat nilai kemanusiaan bisa hilang. 

      Kasus terakhir adalah Muhammad Nazaruddin yang seolah-olah menjadi 
sinetron tercanggih masa kini. Nazaruddin dengan mudahnya lolos lari ke 
Singapura dengan alasan berobat. Partai Demokrat asik menjemput Nazaruddin ke 
Singapura dengan hasil yang sangat mengecewakan. Alasannya sangat tidak masuk 
akal, Nazaruddin hanya berobat ke Singapura. 

      Memang sudah tradisi di negeri ini para koruptor yang terkait kasus hukum 
langsung lari ke Singapura sana. Kita sudah sering menghadapi kasus seperti 
ini, tetapi mengapa tidak pernah berpikir mencegah agar kasus serupa jangan 
terjadi lagi? 

      Inilah potret buram dari pengelolaan negara yang sangat lemah. Hukum yang 
dpermainkan akan membuat bangsa ini selalu menjadi bangsa yang kerdil dalam 
segala bidang. Kita tidak tahu, kita hanya bisa berandai-andai, andaikan 
tingkat korupsi tidak ada mungkin pertumbuhan ekonomi kita akan berkualitas. 
Dengan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, maka lapangan kerja dan persaingan 
sehat akan tercipta. 

      Efeknya adalah Ruyati tidak harus menajdi TKW dan PRT ke Arab Saudi sana. 
Korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan tidak pernah dihukum mati. Sekalipun 
China memenggal kepala koruptor, masih belum membuat negara itu bebas dari 
korupsi. Konon lagi negara kita, dimana koruptor diperlkakukan sebagai orang 
yang berjasa. Banyak fasilitas dinikmati mereka. Koruptor dengan mudah bisa 
kelaur rumah sakit dengan alasan yang tidak logis. Padahal ketika mengambil 
uang negara dia tidak sakit, ketika tiba dengan masalah hukum ada budaya trend 
untuk sakit. 

      Ruyati adalah salah satu korban dari ganasnya korupsi di negara ini. 
Karena korupsi bangsa ini sangat krisis. Akibatnya di segala bidang kita 
mengalami kemunduran yang sangat besar. Termasuk dalam bidang ekonomi. 
Seharusnya jika korupsi bisa ditekan pertumbuhan ekonomi kita punya prospek 
yang sangat bagus. Ini tidak, karena korupsi ekonomi kita mengalami krisis yang 
sangat parah. 

      Yang menjadi pertanyaan, seberapa besarkah kesalahan yang dilakukan oleh 
Ruyati sehingga dia harus menghadapi algojo Arab Saudi dengan pedangnya? 
Pancung yang diterima oleh Ruyati sangat tidak adil jika kita bandingkan dengan 
perlakuan khusus bagi koruptor di negara ini. 

      Ruyati melakukan perbuatannya dengan membunuh majikannya karena tidak 
tahan dengan siksaan fisik dan aniaya fisik yang lain. Gajinya tidak pernah 
dibayar sesuai dengan aturan layaknya. Andaikan posisi kita seperti Ruyati kita 
juga akan mengalami frustrasi yang sangat berat. Akibatnya, pikiran jernih 
sambil memikirkan nasib keluarga yang sangat jauh menjadi hilang. Ruyati tidak 
tahu harus berbuat apa lagi, maka dia melakukan tindakan nekat yang berujung 
nyawanya mati ditangan algojo Arab Saudi. 

      Tidakkah pemerintah bisa mengambil pelajaran dari kematian Ruyati 
ditangan algojo Arab Saudi? Seharusnya pemerintah bisa mengunakan jasa dari 
para Algojo Arab Saudi itu untuk memancung para koruptor kita. Kalau kondisi 
seperti hukum yang terjadi sekarang ini terus kita gunakan, saya punya 
keyakinan bahwa negara ini tidak akan pernah bisa bebas dari korupsi. Padahal 
korupsi membuat pemiskinan kepada masyarakat secara sistematis. Penggerogotan 
kekayaan negara yang seharusnya bagi masyarakat akan terus berlangsung. 

      Indonesia yang lebih baik sebagai proyeksi masa depan hanya bisa berjalan 
apabila kasus korupsi bisa ditekan. Saya berani mengatakan Ruyati adalah korban 
dari sebuah kesalahan pengelolaan negara karena kasus korupsi. Korupsi membuat 
Ruyati dan banyak TKW mengadu nasib di negeri orang. Mereka bekerja dengan 
tenaga dan pikiran mereka tanpa ada perlindungan dari peemerintah kita. 

      Tidak adil rasanya perlakukan yang diterima oleh Ruyati yang meregang 
nyawa ditangan algojo Arab Saudi. Seharusnya bukan Ruyati yang menghadapi 
hukuman pancung itu. Masih banyak yang lebih layak untuk dipancung, yaitu para 
koruptor. 

      Berangkat dari kasus Ruyati, saatnya pemerintah berpikir untuk 
menggunakan jasa algojo Arab Saudi untuk memancung para koruptor di negeri ini. 
Pancung yang dihadapi oleh Ruyati adalah sebuah kesalahan sistematis karena 
pengelolaan negara yang sarat dengan korupsi.*** 

      Penulis adalah: Advocat Senior di Kota Medan
     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke