http://www.suarapembaruan.com/News/2006/07/04/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 
RUU Kewarganegaraan Dinilai Ancaman terhadap WN

[JAKARTA] Rancangan Undang-Undang (RUU) Kewarganegaraan sekilas tampak 
revolusioner, tapi sebenarnya berpeluang menjadi ancaman bagi warga negara 
(WN), dengan masih dimuatnya pasal-pasal yang membuat seseorang kehilangan 
kewarganegaraan tanpa keinginannya sendiri. 

Pasal-pasal itu mengabaikan kelompok masyarakat yang dimarjinalkan negara 
selama ini, dan justru diperjuangkan untuk dipertahan dalam pembahasan di 
tingkat panitia kerja (Panja) DPR. Demikian dinyatakan Jaringan Kerja Prolegnas 
Pro-Perempuan (JKP3), Senin (3/7) di DPR, Jakarta. 

"Memang Undang-Undang ini revolusioner, terutama terhadap perlindungan anak. 
Tapi saya tidak terima ide kesalahan administrasi menyebabkan seseorang 
kehilangan kewarganegaraannya," kata anggota Komisi III DPR dari Fraksi 
Kebangkitan Bangsa, yang turut memberi dukungan pada JKP3. 

Hadir sebagai juru bicara JKP3, yang merupakan gabungan sekurangnya 40 
organisasi non pemerintah, antara lain Salma Savitri dari Solidaritas 
Perempuan, Ratna Batara Munti dari LBH Apik Jakarta, Dewi Tjakrawinata dari 
Aliansi Pelangi Antar-Bangsa, serta Mimin dan Mariam mewakili para buruh 
migran. 

Ada dua pasal yang harus dihapuskan, yaitu Pasal 23 huruf (i), yang menjadikan 
seseorang kehilangan kewarganegaraan bila bertempat tinggal di luar wilayah RI 
selama lima tahun terus menerus, dan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap 
menjadi WNI. "Pasal ini dapat mengancam buruh migran," kata Salma. 

Serta Pasal 26 ayat (1), yang mengatur bahwa perempuan WNI yang kawin dengan 
laki-laki warga negara asing (WNA) kehilangan kewarganegaraan RI, jika menurut 
hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan 
suami sebagai akibat perwakinan tersebut. 

"Pasal 26 mengartikan Indonesia tidak independen, dan tidak mampu 
mempertahankan hak warga negaranya, tapi justru mengharuskan tunduk pada hukum 
negara lain. Artinya ketentuan ini menempatkan UU negara lain lebih tinggi dari 
UU RI," kata Nursyahbani. 

Padahal UUD 1945, perubahan kedua, Pasal 28D ayat (4) menyatakan setiap orang 
berhak atas status kewarganegaraan. Pasal 28E ayat (1) setiap orang bebas 
memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan 
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal 
di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. 

Serta UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 26 ayat (1) setiap orang berhak 
memiliki, memperoleh, mengganti atau mempertahankan status kewarganegaraannya. 
(2) setiap orang bebas memilih kewarganegaraannya, dan tanpa diskriminasi 
berhak menikmati hak-hak yang bersumber, dan melekat pada kewarganegaraannya 
serta wajib melaksanakan kewajibannya sebagai warga negara sesuai dengan 
ketentuan peraturan perundangan. 

Serta Pasal 47 UU No 39 Tahun 1999, yang menyebutkan seorang wanita yang 
menikah dengan seorang pria berkewarganegaraan asing tidak secara otomatis 
mengikuti status kewarganegaraan suaminya, tetapi mempunyai hak untuk 
mempertahankan, mengganti, atau memperoleh kembali status kewarganegaraannya. 

Bertentangan 

Oleh karena itu, jelas bahwa RUU Kewarganegaraan telah bertentangan dengan UUD 
1945, serta perundangan lainnya. "Kita sekolahkan ke MK (Mahkamah Konstitusi)," 
kata Nursyahbani, bila RUU Kewarganegaraan tetap akan disahkan dengan masih 
memuat pasal-pasal itu. 

Lebih lanjut Nursyahbani menyebut heran dengan beberapa anggota Panja yang 
bersikeras mempertahankan pasal-pasal itu. "Ada anggota Panja yang menyebut 
pelaporan tiap lima tahun untuk menunjukkan nasionalisme. Apakah para buruh 
migran kurang nasionalis?" ujarnya. 

Sangat memprihatinkan, kata Salma, karena pemerintah justru berharap untuk 
membayar utang luar negeri dengan mengirimkan buruh migran, tapi tidak mau 
memberi perlindungan. Bila pasal 23 huruf (i) diterapkan, maka akan terdapat 
banyak buruh migran yang kehilangan kewarganegaraannya. 

"Akses keluar rumah tenaga kerja Indonesia (TKI) tergantung pada majikannya," 
kata Salma. Bahkan pada Mei 2006 di Bali, pemerintah telah membuat kesepakatan 
(MoU) dengan Malaysia, yang mengatur bahwa semua paspor TKI harus dipegang oleh 
majikan. 

Kesepakatan dibuat pemerintah tanpa memperhatikan unsur perlindungan terhadap 
buruh migran itu sendiri. "Bank Dunia ingin ada jaminan remitance ke Indonesia 
cukup untuk membayar hutang," kata Salma. Caranya adalah dengan mendorong 
pengiriman buruh migran sebanyak mungkin. 

"Pemerintah menargetkan pengiriman 5 juta buruh migran hingga 2009, tahun ini 
ditargetkan sebanyak 1 juta orang, dengan perhitungan satu orang buruh migran 
akan menghasilkan USD 100 per bulan," ujarnya. Jumlah resmi buruh migran 
Indonesia saat ini ada 400.000 orang. Tapi, kata Salma, jumlahnya dalam 
kenyataan bisa mencapai 4-5 kali lipat angka resmi. 

Pemerintah diharap tidak membuat kebijakan nasional yang mengancam warga 
negaranya, terutama DPR, didesak agar memperhatikan aspirasi masyarakat yang 
diwakilinya, agar tidak lupa darimana asal pendapatan per bulannya yang besar, 
serta fasilitas studi bandingnya ke luar negeri. [B-14] 


Last modified: 4/7/06 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
See what's inside the new Yahoo! Groups email.
http://us.click.yahoo.com/2pRQfA/bOaOAA/yQLSAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke