Pada hari Selasa, 22 Januari 2008, bertempat di Gedung Arsip Nasional RI 
telah diselenggarakan Diskusi Panel mengenai PERANG PADERI, 1803-1838, ASPEK 
SOSIAL BUDAYA, SOSIAL PSIKOLOGI, AGAMA, DAN MANAJEMEN KONFLIK.
  Diskusi ini dapat dikatakan suatu peristiwa yang bersejarah, karena untuk 
pertama kalinya konflik kekerasan yang terjadi di masa lalu yang melibatkan 
tiga etnis/ suku, yaitu Minangkabau, Batak dan Melayu Riau, dibahas bersama 
dalam suasana keakraban dan persaudaraan dengan semangat menjaga keutuhan 
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  Mungkin ini dapat menjadi “model penyelesaian” konflik yang terjadi antar 
etnis/suku lain di Indonesia.
   
  Pembukaan oleh Kepala Arsip Nasional, Djoko Utomo
  Pembicara: 
  1)      Prof Dr Taufik Abdullah, tentang dinamika konflik dan konsensus 
antara Adat dan Islam di Minangkabau.
  2)      Prof Dr Franz Magnis Suseno, tentang pengalaman Perang 30 Tahun 
antara penganut Protestan dan Katolik di Eropa Barat, 1618-1648,  serta 
penyelesaiannya dalam Perjanjian Westphalia.
  3)      Prof Dr `Azyumardi Azra, M.A tentang aneka makna ”Adat Basandi 
Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”. 
  4)      Dari MUI, tentang Mazhab Hanbali dan Kaum Wahabi.
  Paparan makalah dari masyarakat Minangkabau, baik dari Ranah di Sumatera 
Barat,maupun yang di Rantau, masyarakat  Mandailing/Batak di Provinsi Sumatera 
Utara, dan masyarakat Melayu Riau di Provinsi Riau.
  Makalah dari masyarakat Provinsi Sumatera Barat, disampaikan oleh:
  1)      Prof Dr. Asmaniar Idris,M.A.
  2)      Bachtiar Abna, SH, MH, Dt Rajo Penghulu. 
  3)      Drs. H.Sjafnir Aboe Nain.
  Makalah dari masyarakat Mandailing/Batak disampaikan oleh:
  1)      Prof. H. Bismar Siregar, SH.
  2)      Batara R. Hutagalung.
  Makalah yang mewakili Provinsi Riau, disampaikan oleh Prof. Dr. Suwardi M.S.
   
  Acara ditutup oleh Mayjen TNI (Purn.) Asril Tanjung, Ketua Gebu Minang
   
  Di bawah ini adalah Kesimpulan sementara dari diskusi panel tersebut.
  Arsip Nasional RI akan membukukan semua makalah.
   
  Ringkasan buku Mangaraja Onggang Parlindungan: ‘Tuanku Rao. Teror Agama Islam 
Mazhab Hambali di Tanah Batak. 1816 – 1833’ dan makalah yang disampaikan oleh 
Batara R. Hutagalung dalam diskusi panel tersebut, dapat dibaca di weblog 
http://batarahutagalung.blogspot.com.
   
  Batara R. Hutagalung
  ================================================
   
  TIM PERUMUS
  DISKUSI PANEL PERANG PADERI, 1803-1838
  ASPEK SOSIAL BUDAYA, SOSIAL PSIKOLOGI, AGAMA, 
  DAN MANAJEMEN KONFLIK
  JAKARTA, 22 JANUARI 2008.
   
   
  KESIMPULAN SEMENTARA
   
  (Draft awal Kesimpulan Sementara ini disusun oleh Dr. Saafroedin Bahar, dan 
disunting pertama kali oleh Prof. Dr. Taufik Abdullah. Naskah yang sudah 
disunting ini dibahas lebih lanjut oleh Tim Perumus yang nama-nama dan 
tandatangannya tercantum di bagian akhir naskah ini. Kesimpulan ini kemudian 
dibacakan di depan Sidang Paripurna oleh Bp. H.Azaly Djohan S.H dari 
Sekretariat Nasional Masyarakat Hukum Adat, didamping oleh Batara R. Hutagalung 
dan Dr. Saafroedin Bahar.)
   
  Suatu benang merah yang terlihat dengan jelas dalam demikian banyak cerita 
rakyat Indonesia di berbagai daerah adalah dambaan akan adanya suatu masyarakat 
yang  damai, makmur, dan sejahtera dan dipimpin oleh  pemimpin visioner yang 
memerintah dengan adil dan bijaksana. 
   
  Gerakan Paderi berlangsung selama 35 tahun, 1803-1838, di daerah-daerah yang 
sekarang merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Sumatera 
Utara, dan Provinsi Riau. Pada dasarnya Gerakan Paderi ini dapat dipandang 
sebagai bagian dari proses panjang penyesuaian antara adat dan budaya 
Minangkabau yang bersifat lokal dengan ajaran agama  Islam yang bersifat 
universal.
   
  Gerakan Paderi ini mencakup tiga babak, yaitu babak Gerakan Paderi 1803-1821 
sebagai gerakan intelektual pemurnian agama Islam dari berbagai kebiasaan 
masyarakat yang dilarang agama; Perang Paderi 1821-1833  merupakan taraf awal 
dari peperangan melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda; dan Perang 
Minangkabau, 1833-1838 sewaktu seluruh masyarakat Minangkabau bersatu untuk 
melakukan perlawanan bersenjata melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda. 
   
  Dalam babak ketiga melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda ini sangat 
terkenal peranan Tuanku Imam Bonjol di daerah Minangkabau dan Tuanku Tambusai 
di daerah Riau, sehingga dalam rangka pembangunan semangat kebangsaan pasca 
kemerdekaan, kedua beliau tersebut dianugerahi oleh Pemerintah dengan gelar 
“Pahlawan Nasional” dan sudah barang tentu merupakan kebanggaan dari penduduk 
di daerah asalnya masing-masing, dan tidak perlu dipermasalahkan karena sudah 
berkekuatan hukum.
   
  Diskusi panel ini adalah upaya pertama kalinya untuk menjernihkan masalah 
kekerasan yang terjadi dalam sejarah masa lampau yang meliputi masyarakat 
beberapa daerah. Walaupun pada mulanya ada kekhawatiran akan terjadinya reaksi 
yang bersifat emosional terhadap beberapa hal yang dirasakan cukup peka, namun 
dari beberapa kali pertemuan pendahuluan yang dilaksanakan di beberapa daerah 
terbukti bahwa bukan saja masyarakat daerah sudah dapat bersikap dewasa, tetapi 
juga telah memberikan penafsiran yang lebih rasional – bahkan bantahan -- 
terhadap pernyataan-pernyataan yang terdapat dalam beberapa buku dan artikel 
mengenai Perang Paderi ini.
   
  Kajian yang dilakukan oleh beberapa pemakalah menunjukkan bahwa pada awalnya 
Gerakan Paderi bukanlah merupakan suatu gerakan bersenjata, tetapi merupakan 
cerminan dari revolusi intelektual yang keras untuk memurnikan pengamalan 
ajaran agama dalam masyarakat yang sudah menganut agama Islam selama lebih dari 
dua abad. Kekerasan yang terjadi kemudian adalah merupakan ekses dari 
fanatisme, yang baru disadari setelah amat terlambat. Dalam hubungan ini adalah 
juga amat menarik untuk diketahui, bahwa sambil melanjutkan perjuangan 
bersenjata melawan pemerintah kolonial Hindia Belanda, Tuanku Imam Bonjol dalam 
buku hariannya ternyata bukan saja mengadakan renungan ulang terhadap 
terjadinya kekerasan sesama penganut agama Islam, tetapi juga menyesalinya. 
Lebih dari itu beliau menyatakan bahwa perampasan, pembakaran, dan pembunuhan 
yang terjadi merupakan suatu hal yang tak diingini dan dilarang agama Islam 
terhadap sesama muslim. (Lihat makalah Drs. H. Sjafnir Aboe Nain Dt Kando
 Marajo, “ Posisi Sumpah Sakti Bukit Marapalam sebagai Kesepakatan Paska 
Padri”, makalah pada Diskusi Panel Perang Paderi, 22  Januari 2008, h. 7.)
   
  Adapun mengenai kesepakatan yang terdapat dalam Piagam Bukit Marapalam atau 
Sumpah Satie Bukik Marapalam, yang berisikan ajaran ‘Adat Basandi Syarak Syarak 
Basandi Kitabullah’ – yang biasa disingkat sebagai ABS SBK dan biasanya 
dianggap disepakati pada tahun-tahun terakhir Perang Paderi sekitar tahun  1837 
– walaupun ada informasi bahwa ajaran tersebut] sudah ada sejak tahun 1686, 
atau 151 tahun sebelumnya. Di Bukit Marapalam ini juga berlangsung beberapa 
kali pertemuan dengan tema serupa. (Dengan demikian, kelihatannya posisi Bukit 
Marapalam pada saat itu bagaikan posisi  Jenewa di zaman sekarang, yaitu 
sebagai lokasi terjadinya beberapa peristiwa besar. Drs. H. Sjafnir Aboe Nain 
Dt Kando Marajo,  op.cit. h. 2, h.8. Amat menarik untuk diperhatikan bahwa 
masalah yang menjadi pusat perhatian ABS SBK ini adalah masalah harta pusaka 
dan harta pencaharian, yang ternyata masih menjadi masalah sampai saat ini.)
   
  Kajian kesejarahan terhadap Perang Paderi ini bukan hanya bermanfaat untuk 
sekedar mengetahui kebenaran fakta-fakta sejarah masa lampau, tetapi juga untuk 
memantapkan identitas masyarakat dari masyarakat yang terkait. 
   
  Bagi masyarakat Batak, kajian kesejarahan terhadap Perang Paderi akan 
memberikan pencerahan bukan hanya tentang mengapa masyarakat Batak bagian utara 
beragama Kristen dan masyarakat Batak bagian selatan beragama Islam, tetapi 
juga untuk mengambil hikmah dari sejarah  ketika kekerasan dilakukan atas nama 
sesuatu yang tidak bisa diperdebatkan. 
   
  Bagi masyarakat Minangkabau, kajian terhadap sejarah Gerakan Paderi ini bukan 
hanya menjelaskan tentang adanya tiga babak Gerakan Paderi tersebut, tetapi 
juga kenyataan bahwa adanya kesadaran pimpinan Paderi bahwa Islam adalah agama 
yang membawa kedamaian dan keadilan. Kajian ini memberi bahan bagi kaum 
terpelajar Sumatera Barat untuk  membantu menyelesaikan draft pertama Kompilasi 
Hukum ABS SBK yang sudah dikumandangkan sebagai jati diri Minangkabau.
   
  Pada masyarakat Melayu pada umumnya, kajian terhadap Perang Paderi ini lebih 
mengukuhkan kebanggaan terhadap Tuanku Tambusai, Panglima Perang Paderi 
terakhir, yang telah melanjutkan Perang Paderi dan tidak dapat ditundukkan oleh 
pemerintah kolonial Hindia Belanda.
   
  Diskusi panel ini bukanlah akhir dari wacana mengenai Perang Paderi yang 
terjadi lebih dari 200 tahun yang lalu. Diskusi panel ini merupakan awal dari 
rangkaian kajian pendalaman demi membangun masa depan yang damai, makmur, dan 
sejahtera, sebagai bagian menyeluruh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia 
yang kita bangun dan  kembangkan bersama.
   
  Kepada seluruh kalangan yang telah memungkinkan terlaksananya Diskusi Panel 
ini, khususnya kepada pimpinan dan jajaran Arsip Nasional, pimpinan Gebu 
Minang, Sekretariat Nasional Masyarakat Hukum Adat, para panelis, serta para 
donatur, atas nama seluruh peserta Diskusi Panel Tim Perumus mengucapkan terima 
kasih sebesar-besarnya.
   
  Semoga Allah subhana wa taala menganugerahkan taufiq, hidayat, dan inayah-Nya 
kepada kita semua.
   
  Jakarta, 22 Januari 2008.
   
  TIM PERUMUS,
   
  1.         H.M. Azaly Djohan S.H.                      Sekr.Nasional M.H.A.
  2.         Batara R.Hutagalung.
  3.         Prof. Dr.Suwardi M.S.
  4.         Bachtiar Abna S.H., M.H.                    LKAAM Sumbar.
  5.         R.E.Ermansyah Yamin                         Gebu Minang
  6.         Drs. H.Sjafnir Aboe Nain                     Penulis.
  7.         H.Mas’oed Abidin                                PPIM
  8.         Drs. H. Farhan Moein Dt Bagindo.
  9.         Prof.Dr. Syafrinaldi, S.H. MCL
  10.       Amrin Imran.
  11.       Dr. Saafroedin Bahar
   
  Diketik kembali dengan suntingan redaksional seperlunya oleh Dr.Saafroedin 
Bahar
  Jakarta, 23 Januari 2008.
   
   
   
   
   

       
---------------------------------
Be a better friend, newshound, and know-it-all with Yahoo! Mobile.  Try it now.

[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke