http://www.indomedia.com/bpost/072007/11/opini/opini1.htm

Reformasi di Negeri Petani

  Bayangkan, sekarang petani di pelosok perdesaan lebih suka menjual sawah 
mereka kepada penanam modal, daripada menanaminya dengan padi.

Oleh:
Saprudin
Staf Pengajar FH Unlam

Sengketa agraria yang sempat menyedot perhatian publik seperti kasus perebutan 
tanah seluas 44 hektare antara warga Meruya Selatan dengan PT Porta Nigra dan 
kasus penembakan oleh anggota TNI terhadap warga Desa Alas Tlogo, Pasuruan, 
Jawa Timur merupakan contoh kecil dari konflik agraria yang terjadi di negeri 
agraris ini.

Tanah merupakan sumber kehidupan bagi manusia di muka bumi. Tetapi tanah juga 
merupakan sumber konflik bagi manusia, baik yang terjadi antara sesama rakyat, 
rakyat dengan penanam modal maupun rakyat dengan pemerintah. Pertanyaannya, 
sampai di manakah reformasi agraria, mengingat konflik agraria terus terjadi?

Reformasi Agraria berjalan beriringan dengan perjalanan sejarah bangsa ini. 
Dahulu di era Soekarno melalui konsep landreform melalui UU Nomor 5 Tahun 1960 
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) dilakukan pembenahan dan 
penataan di bidang pertanahan nasional. Tetapi selama Orde Baru berkuasa, 
konsep landreform itu hanya sebatas konteks aturan hukum, tidak dimaknai pada 
tataran pelaksanaannya. Kini di era reformasi, ide tersebut dibangun kembali 
melalui reformasi agraria (Agrarian Reform) dengan ditandainya beberapa aturan 
hukum sebagai payungnya. Di antaranya Tap MPR No IX/MPR/2001 tentang Pembaruan 
Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, Kepres No 34/2003 tentang Kebijakan 
Nasional di Bidang Pertanahan dan Perpres 10/2006 tentang Badan Pertanahan 
Nasional RI yang memberi mandat kepada lembaga ini untuk melaksanakan reformasi 
agraria. Bahkan Presiden Yudhoyono menyatakan program ini dilakukan secara 
bertahap dari 2007 hingga 2014, dengan mendistribusikan tanah seluas enam juta 
hektare bagi rakyat miskin.

Pembaruan agraria bagi sebagian kalangan dimaknai sebagai upaya untuk merevisi 
UUPA. Tetapi, dilihat dari aspek orientasi gerakan, terjadi pergeseran yakni 
dari 'gerakan pembaruan agraria' menjadi 'gerakan pembaruan hukum Agraria' 
(Juliantara, 2004) dan dari 'revitalisasi' menjadi 'revisi' UUPA. Oleh sebab 
itu, yang kemudian menjadi sasaran kritik gerakan pembaruan agraria sekarang 
tidak lagi tertuju pada masalah 'penyelewengan' Orde Baru terhadap UUPA, 
melainkan pada masalah 'irrelevansi' dari UUPA tersebut (Sadikin, 2006).

Bagaimana Agrarian Reform tersebut disikapi oleh petani di negeri agraris ini 
yang notebene dipayungi oleh ketentuan UUPA? Salah satu ide dalam konsep 
Agrarian Reform yang dinilai cukup prestisius adalah akan diubahnya konsep 
kehidupan petani dari bertani sebagai mata pencarian (farming is livelihood) 
menuju bertani sebagai bisnis (farming is business). Jawabnya, tidak usah 
terlalu jauh untuk memahami tentang konsep dan tujuan dari Agrarian Reform itu. 
Bagi petani harga pupuk murah dan nilai jual gabah stabil di pasar, sudah lebih 
dari cukup. Memang sepintas hal tersebut sangat sederhana, tetapi apabila 
diresapi secara mendalam merupakan Pekerjaan Rumah (PR) yang tidak mudah bagi 
pemimpin bangsa.

Tidak dapat dipungkiri, perkembangan global telah mereduksi pola pikir 
kehidupan bangsa kita khususnya petani. Tanah yang dulunya hanya memiliki nilai 
sosial, sekarang bergeser menjadi bernilai ekonomi. Bayangkan, sekarang petani 
di pelosok perdesaan lebih suka menjual sawah mereka kepada penanam modal, 
daripada menanaminya dengan padi. Berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik 
(BPS), penyusutan lahan pertanian diperkirakan mencapai 102.780 hektare setiap 
tahun. Penyusutan ini terjadi karena alih fungsi lahan pertanian ke sektor 
nonpertanian, terutama ekspansi sektor industri ke lahan subur di sektor 
pertanian (Samudera Bey, 2002).

Terjadinya pergeseran nilai tersebut disebabkan tujuan pembangunan yang salah 
satunya pengutamaan pertumbuhan ekonomi setingginya. Akibatnya, sifat 
kebersamaan yang menjadi ciri masyarakat adat kita berubah ke sifat 
individualis.

Ada beberapa pemikiran yang diharapkan dapat mewarnai konsep penyusunan hukum 
pertanahan ke depannya. Pertama, UUPA 1960 sebagai kristalisasi nilai yang 
terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, harus bisa menghidupkan kembali 
Hukum Adat sebagai rohnya. Upaya merevitalisasi Hukum Adat masih sangat 
diperlukan, karena melalui kegiatan ini Hukum Adat yang berlaku di masyarakat 
termasuk kelembagaan adat dapat difungsikan untuk menopang berbagai kegiatan 
pembangunan (Abdurrahman, 2006). Selain itu, diupayakan implementasi UUPA di 
lapangan harus sesuai dengan ketentuan normatifnya. Karena bukan UUPA yang 
salah, tetapi sumberdaya yang memfungsikannya yang salah (Koesnadi, 1998).

Kedua, dalam UUPA nantinya harus bisa mengantisipasi pergeseran nilai yang 
terjadi di masyarakat tersebut. Hal ini sebagai upaya untuk mengeliminasi 
terjadinya sengketa agraria, yang salah satunya disebabkan adanya pergeseran 
nilai tersebut. Ketiga, perlu dipikirkan mengenai konsep pembentukan Pengadilan 
Agraria, sebagai wadah untuk menyelesaikan perselisihan di bidang Agraria. 
Selain itu, perlu pembenahan administrasi pertanahan. Salah satunya dengan 
penyederhanaan birokrasi pertanahan.

Walaupun di dalam pembentukan sebuah aturan hukum, hukum selalu menjadi 
variabel terikat (dependent variable) terhadap variabel lainnya. Tetapi 
semangat untuk membuat hukum itu agar lebih baik harus diutamakan, sehingga 
dapat lebih bermakna pada tataran pelaksanaannya.

e-mail: [EMAIL PROTECTED]




--------------------------------------------------------------------------------


[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke