Pencegahan Korupsi Ruwet, Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Lebih dari 20 tahun yang lalu, Begawan Ekonomi Indonesia, Profesor Soemitro Djojohadikusumo, sudah mensinyalir 30-50 persen kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara akibat praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Namun, apa yang terjadi saat ini, Indonesia masih belum beranjak. Pengadaan barang/jasa pemerintah masih menjadi "mainan" yang menguntungkan, entah bagi pejabat atau pegawai pemerintah, pengusaha yang menjadi rekanan, maupun calo. Calo dalam proyek pemerintah adalah mereka yang memiliki jabatan penting atau setidaknya orang-orang dekat para pejabat itu. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiequrachman Ruki-dalam seminar yang diselenggarakan bersama antara KPK dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)-berseru mengingatkan, "Banyak proyek justru dijinjing sendiri oleh pejabat dalam instansi itu atau oleh pengusaha yang mayoritas kenalan sang pejabat itu." Komentar pedas Ruki itu secara riil bisa disaksikan dalam kasus korupsi yang diadili di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi. Publik dibukakan matanya akan "kejorokan" proyek pengadaan barang/jasa pemerintah ini. Mulai dari penggelembungan, tender fiktif, bahkan adanya aliran uang yang mengalir ke kantong pribadi. Bahkan, untuk bisa mencairkan anggaran proyek, ternyata uang juga mengalir jauh hingga ke Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan serta Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara. Tak tanggung-tanggung, lembaga yang seharusnya menjadi pengawas, seperti BPK, pun tak luput mendapatkan untung. Dari kasus korupsi dalam pengadaan barang/jasa pemerintah yang ditangani KPK, ternyata ditemukan sejumlah fakta menarik dari penelitian yang dilakukan KPK terhadap kasus itu. Mulai dari penunjukan panitia pengadaan dan pimpinan proyek, mayoritas dilakukan bukan atas dasar profesionalisme dan integritas, tetapi berdasarkan adanya faktor kedekatan, seperti hubungan kekeluargaan antara pemimpin lembaga dan pegawai yang bersangkutan. Atau pemilihan itu karena sang pegawai menyanggupi untuk memenuhi beban yang diberikan kepadanya sebagai pimpro atau panitia pengadaan barang/jasa. "Selain beban yang diletakkan di pundak pimpro dan panitia pengadaan, disinyalir ada intervensi dari luar. Intervensi ini mungkin berupa titipan proyek atau pesan lain. Salah satu modus operandi kolusi atau nepotisme dengan pihak di luar instansi adalah adanya proyek yang dijinjing dari swasta atau calon rekanan yang menjanjikan dapat mengatur penyelesaian proses perencanaan anggaran dengan otoritas politik dan otoritas keuangan," ujar Ruki. Mayoritas proyek pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan bukan karena memang proyek itu sungguh-sungguh dibutuhkan, melainkan karena proyek itu dijinjing dan dititipkan dari "atas". Spesifikasi barang dan jasa serta harga perkiraan sendiri yang seharusnya dibuat panitia sesungguhnya adalah spek yang diatur dan harga yang ditetapkan orang lain. Mulailah mark up dan mark down terjadi. Lelang yang seharusnya dilakukan secara fair, terbuka, dan berdasarkan kompetensi, banyak yang dilakukan sebagai proforma. Ada pula yang berdasarkan arisan, bahkan pesertanya pun sudah diatur. Tidak heran jika di departemen ataupun instansi pemerintah banyak sekali pengusaha mendekat ke pejabat. Simbiosis mutualisme ini tak berhenti sampai pada proses lelang. Setelah proyek selesai, rekanan tersebut memberikan uang terima kasih kepada pejabat maupun pegawai yang dinilai "berjasa". Nilainya tak tanggung-tanggung, bahkan dalam bentuk persentase dari total nilai proyek. Panitia pengadaan dan pimpro tidak lupa memberikan setoran kepada sang atasan, dengan dalih tentu saja untuk belanja organisasi. Temuan KPPU KPPU pun menemukan hal senada, yakni persekongkolan dalam tender sudah terjadi sejak perencanaan pengadaan. Hal itu terjadi pada tahap awal kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Persekongkolan bisa terjadi antara pelaku usaha dan sesama pelaku usaha, dengan menciptakan persaingan semu di antara peserta tender. Fenomena ini dikenal dengan tender arisan dan pemenangnya sudah ditentukan terlebih dahulu. Persekongkolan juga dapat terjadi antara satu atau beberapa pelaku usaha dan panitia tender atau panitia lelang. Hal itu, misalnya, rencana pengadaan yang diarahkan untuk pelaku usaha tertentu dengan menentukan persyaratan kualifikasi dan spesifikasi teknis yang mengarah pada satu merek sehingga menghambat pelaku usaha lain untuk ikut tender. Reformasi birokrasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Boediono dalam seminar "Perbaikan Sistem Pengadaan Barang dan Jasa di Indonesia" menjelaskan, kolusi dalam sistem pengadaan yang tidak transparan menimbulkan biaya signifikan bagi negara. Penghematan bisa dilakukan dengan cara membuat mekanisme pengadaan yang transparan dan berdasarkan prinsip persaingan sehat. "Penegakan good governance dan menghilangkan praktik KKN adalah hal terpenting. Pengalaman menunjukkan, good governance dan menghilangkan praktik KKN bukanlah hal mustahil. Banyak negara berhasil," ujar Boediono. Lanjut Boediono, sebenarnya panduan pengadaan barang/jasa ada dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 yang memuat prinsip pokok best practices dari pengadaan barang jasa pemerintah yang berisikan transparansi, persaingan sehat dan terbuka, serta penggunaan prinsip efektivitas dan efisiensi. Namun, kebocoran anggaran masih bisa dilakukan meski sudah ada aturan dalam Keppres. Ada beberapa hal yang harus dilakukan, kata Boediono, di antaranya memperkuat sistem pengawasan internal dan eksternal, penetapan kode etik bagi semua pegawai negeri khususnya pejabat negara, dan memperkuat sistem sertifikasi ahli pengadaan. Selain untuk menunjang transparansi yang memutus pertemuan fisik antara rekanan yang hendak mendapatkan proyek dan panitia pengadaan maupun pimpro, perlu digalakkan sistem e-procurement dan e- announcement. Mulai dari pengumuman rencana pengadaan, pengumuman lelang, peserta lelang, dan pengumuman pemenang lelang dicantumkan pada situs pengadaan nasional maupun dipasang di papan pengumuman instansi. Situs pengadaan nasional adalah situs yang dikoordinasikan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas. Seandainya 30-50 persen anggaran tidak bocor dan tidak hanya mengalir ke saku pejabat, pegawai pemerintah, pengusaha, dan calo anggaran, anggaran itu bisa digunakan untuk mengurangi angka kemiskinan, meningkatkan kesehatan dan pendidikan rakyat, serta memperbaiki gedung sekolah yang roboh. Namun, kalau perilaku pejabat dan pegawai pemerintahan masih bermental aji mumpung, entah kapan Indonesia menjadi negara maju, negara yang bisa memberikan perlindungan dan hak asasi dasar kepada seluruh warga negaranya. Penulis: Vincentia Hanni S Sumber: Kompas - Kamis, 02 November 2006 ++++++++++ Untuk berita aktual seputar pemberantasan korupsi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) klik http://www.transparansi.or.id/?pilih=berita Untuk Indonesia yang lebih baik, klik http://www.transparansi.or.id/ [Non-text portions of this message have been removed] Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/