http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/tahun-2011-musim-semi-ala-indonesia
Tahun 2011 - "Musim Semi" ala Indonesia
Diterbitkan : 23 Desember 2011 - 8:00am | Oleh Aboeprijadi Santoso (Foto: 
yohanes budiyanto) 
Tahun 2011 ditandai "Arab Spring" - Musim Semi Arab yang menyaksikan pergolakan 
rakyat dari kawasan Maghrib hingga Timur Tengah. Indonesia juga memasuki tahap 
semacam kebalikan Musim Semi. 

Ekonomi naik, tapi masih tersendat. Dan para oligark partai bangkit, bersaing 
menuju pemilihan umum 2014. Namun, yang paling bersemi adalah musim korupsi. 
Walhasil, tahun 2011 merupakan peluang yang hilang dan 2012 menjanjikan tahun 
politik yang memanas.

Indonesia, pada pertengahan masa bakti SBY-Budiono, menunjukkan trend yang 
jelas. 

Laporan Bank Dunia meramalkan angka pertumbuhan sebesar yang ditargetkan 
pemerintah: 6,3 %. Ekonomi yang bertumpu pada permintaan domestik yang menanjak 
ini menunjukkan kelas menengah yang kuat, meski pun potensinya lebih konsumtif 
ketimbang produktif. 

Bahkan menurut sementara pengamat, angka 7 hingga pertumbuhan double digit 
(belasan prosen) seperti Cina, seharusnya dapat dicapai.

Infrastruktur
Namun pasar terbesar di Asia Tenggara ini ternyata tidak dapat dimanfaatkan 
secara maksimal oleh para investor. Infrastruktur, dari jalan raya, transpor 
hingga jaringan listrik, serta birokrasi di daerah menjadi penghambat terbesar.

Optimisme yang teredam ini juga tampak pada pengentasan kemiskinan. Meski 
tingkat kemiskinan menurun dari 15-an prosen menjadi 13,3 prosen, namun Badan 
Pusat Statistik BPS melaporkan porsi penduduk miskin dan angka kematian masih 
terlampau besar untuk jangka menengah ke depan.

Dengan demikian, kue ekonomi itu pun makin terbagi dengan timpang. Apalagi, 
wabah korupsi kini menjalar dalam bentuk jejaring-jejaring antar negara, badan 
usaha dan partai. Korupsi bukan lagi "berkah" dari perlindungan dari rantai 
kekuasaan politik seperti di masa Orde Baru, melainkan menjadi jejaring 
tumpang-tindih antara birokrasi pemerintahan, parlemen, partai politik, BUMN 
dan usaha swasta.

Korupsi
Semua partai besar kini dilanda skandal korupsi para wakilnya di DPR. Setelah 
Golkar, dan PDIP, dan PKS, kini partai terbesar, Partai Demokrat, diguncang 
skandal Wisma Atlet yang membuat hampir seluruh jajaran kadernya dicurigai 
korup.

Politik bukan lagi misi mengejar cita-cita, melainkan kepiawaian membeli 
pengaruh dan loyalitas melalui jejaring jejaring tadi. Maka, tak heran, Komisi 
Pemberantasan Korupsi, KPK, badan negara dengan wibawa super itu, jatuh bangun 
menjadi bulan-bulanan politisi. 

Bahkan, seperti dilaporkan pemantau korupsi ICW, kalangan DPR sampai menuntut 
interpelasi soal remisi untuk meringankan para terpidana korup yang sudah duduk 
di penjara.

Obsesi SBY
Semua itu membawa dampak politik, sekaligus merupakan peluang yang hilang bagi 
presiden yang terpilih kedua kali namun gagal memanfaatkan dividen elektorat 
dan momentum politiknya. Reshuffle kabinet menunjukkan Presiden Susilo Bambang 
Yudhoyono lebih berobsesi meningkatkan stabilitas koalisi, ketimbang memacu 
kinerja.

Kegalauan publik meningkat melihat lambannya pengentasan kemiskinan, kemandegan 
perbaikan HAM, dan meningkatnya intoleransi. Lalu sebagian orang memilih jalan 
ekstrim seperti bakar-diri aktivis HAM Sondang Hutagalung, atau menuntut pemilu 
dipercepat.

Maka tahun 2011 pun menyaksikan partai partai politik mulai menampilkan 
jago-jagonya untuk Pilpres 2014. 

Jago-jagi yang handal
Media massa, terutama televisi, menjadi incaran para oligark partai demi 
merebut hati elektorat. Golkar dan Nasdem memacu momentum itu di saat para 
pesaingnya terberat, PDI-P dan Partai Demokrat, tengah kekurangan jago-jago 
yang handal.

Dengan kata lain, akankah jago Golkar, Abu Rizal "Ical" Bakrie, yang berlumuran 
Lumpur Lapindo berpeluang sebesar Prabowo Subianto yang disandera kasus kasus 
pelanggaran HAM berat? Akankah dia menandingi peluang Ani Yudhoyono, yang 
sekali pun pencalonannya berkali-kali dibantah oleh suaminya, tapi toh terus 
aktif sebagai petinggi Partai Demokrat dan giat membangun citra di saat 
partainya tersebut kekurangan calon?

Stabilitas politik
Dalam satu hal, pemerintahan SBY berhasil, yaitu menjaga stabilitas politik. 
Tetapi, ini pun dibayangi gejolak baru di Papua yang terjadi karena korupsi 
otsus, aksi mogok, dan terutama karena peluang untuk berdialog soal Pepera 1969 
yang tidak pernah dimanfaatkan.

Walhasil, tahun 2011 melahirkan harapan peningkatan ekonomi asalkan hambatan 
infrastruktur teratasi.

Sementara itu, petualangan koruptor telah memperkaya kosa kata kita. "Sakit" 
atau "lupa" menjadi cara klasik untuk mengelak pemeriksaan. Ingat saja Nunun 
Nurbaeti yang berbulan-bulan wira-wiri di Asia Tenggara, padahal dia sudah 
mengaku "lupa" tentang jutaan rupiah yang dibagi-bagikannya dalam kasus 
cek-pelawat?

Jadi, kalau tahun 2012 nanti politik Indonesia memanas, janganlah "nunun" 
tentang tahun 2011.


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Reply via email to