Berpegang pada rumusan demokrasi yang berlaku umum (50%+1), maka jelas 
kontestan yang mengumpulkan suara di bawah 50% tidak memenuhi persyaratan untuk 
menang.

Kalau dipaksakan jadi pemenang, maka kekuasaan yang didirikan di atas seluruh 
rakyat adalah kekuasaan minoritas otoriter. Kewenangan di tangan penguasa hanya 
didukung sekelompok kecil rakyat.

Itu sebabnya pemerintahan di Indonesia sering tidak sejalan dengan orang 
banyak, bahkan tak segan bertindak sewenang-wenang tanpa mempedulikan suara 
orang banyak. Mereka menganut pepatah preman: the winner takes all. Ya 
kekuasaan, ya fasilitas, ya kesempatan, ya segala keistimewaan lainnya.

Salahkah sikap pemerintah itu?

Tidak sepenuhnya.

Bagaimanapun, si pemenang harus mengutamakan kepentingan pendukungnya, 
mendahulukan kelompoknya - kendati minor. Siapa pun yang berkuasa akan 
melakukan hal yang sama. Ini sudah menjadi semacam tabiat kekuasaan.

Nah, tabiat semacam ini (pro pendukung) akan jauh lebih baik - dan benar - 
kalau suatu pemerintahan didukung sebanyak-banyaknya rakyat. Sehingga, sepak 
terjang pemerintah selalu mengutamakan kepentingan sebanyak-banyaknya rakyat. 
Sejalan dengan orang banyak. Kehidupan masyarakat betul-betul berlandaskan 
kedaulatan rakyat.

Oleh karena itu masyarakat perlu bertanya-tanya, bagaimana mungkin di Indonesia 
tidak ada undang-undang yang menegakkan rumusan 50%+1..? Demokrasi seperti apa 
yang kita mainkan sebenarnya? Siapa yang membuat aturan main (undang-undang 
politik) itu?

Cukup sehat-akalkah pembuat undang-undang yang mensahkan kemenangan minim di 
bawah 50% suara rakyat? Masuk akalkah menihilkan rakyat yang tidak memilih? 
Dianggap bukan rakyat? Tidak dianggap manusia?

Orang memang wajib tunduk pada undang-undang. Tapi perlu dilihat juga isinya. 
Kalau paket undang-undang politik hanya mengakui suara rakyat pemilih (yang 
tidak memilih tidak diakui sebagai rakyat), maka rakyat harus mempertanyakan 
kesehatan pembuat undang-undang.

Undang-undang berdasarkan akal sehat, itu yang diperlukan. Rakyat, orang 
banyak, tidak membutuhkan undang-undang yang hanya berdasarkan kepentingan 
sesaat, atau keinginan kelompok kecil, apalagi sekedar maunya cukong kampanye.

Demokrasi harus berangkat dari hati & pikiran, bukan undang-undang yang kental 
politicking.

ajeg= 






      

------------------------------------

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke