"Akan terlepas pegangan-pegangan Islam satu persatu, maka ketika terlepas
satu pegangan, maka manusia bergantung pada yang selanjutnya. Yang pertama
terlepas adalah pemerintahan, sementara yang terakhir adalah shalat"(HR.
Ahmad dan Thabrani).
TANGGAL 3 Maret 1924, sekelompok manusia yang berlatar belakang Yahudi
Masonis pimpinan Musthafa Kemal Pasya, berhasil mengendalikan kekuasaan di
Turki. Saat itu mereka mendeklarasikan pembubaran sistem negara khilafah beserta
khalifah dan menggantikannya dengan negara sekular Turki. Itulah akhir tragis
sistem khilafah yang pernah berdiri tegak selama 13 abad lamanya. Runtuhnya
khilafah Islam di Turki menandai pula terputusnya rangkaian sistem pemerintahan
Islam yang telah dirintis Rasulullah Saw. di Madinah.
Setelah 80 tahun
masa khilafah itu berlalu, kita melihat realitas umat Islam yang demikian
terpuruk. Mungkin, inilah saat-saat di mana umat Islam berada pada titik nadir
peradabannya. Umat Islam kehilangan rasa bangganya akan peradabannya sendiri.
Entah sadar atau tidak, mereka telah menjadi pengikut setia peradaban Barat.
Padahal Barat pun bingung dan merasa gersang dengan peradabannya tersebut.
Ironis memang, walau menang jumlah tapi kita kalah kualitas dan tidak punya
pegangan dalam hidup.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw. memberikan
isyarat tentang kemerosotan umat Islam saat ini: "Hampir datang masanya
umat-umat lain memperebutkan kalian sebagaimana orang-orang yang rakus
memperebutkan sebuah hidangan. Para sahabat bertanya, 'Apakah jumlah kita
sedikit pada waktu itu ya Rasulullah?' beliau menjawab, 'Tidak. Bahkan kamu
banyak (menjadi mayoritas). Tetapi kalian seperti buih yang terapung. Allah akan
menarik rasa takut kepadamu dari dada musuh-musuhmu dan akan menanamkan di
hatimu "al-wahn". Mereka bertanya, 'Apakah al-wahn itu ya Rasulullah?' Beliau
menjawab, 'Cinta dunia dan takut mati" (HR. Ahmad dan Abu
Dawud).
Sejatinya, momentum sejarah yang terjadi pada 3 Maret 1924
tersebut adalah titik kulminasi dari pergulatan yang terjadi di Dunia Islam
selama berabad-abad sebelumnya. Pergulatan melawan masalah-masalah yang dialami
umat Islam sendiri, maupun pergulatan dengan pihak Barat yang tidak
henti-hentinya melancarkan segala cara untuk melemahkan umat Islam. Dan itulah
satu, dari banyak kekalahan umat Islam dalam menghadapi diri dan musuh-musuhnya,
terutama Barat yang dipelopori kaum Yahudi dan Nashrani.
Lagi-lagi
Rasulullah Saw. mengungkapkan kenyataan ini dengan teramat jelas, "Akan terlepas
pegangan-pegangan Islam satu persatu, maka ketika terlepas satu pegangan, maka
manusia bergantung pada yang selanjutnya. Yang pertama terlepas adalah
pemerintahan, sementara yang terakhir adalah shalat" (HR. Ahmad dan
Thabrani).
Apa saja yang diderita umat Islam dalam kurun waktu delapan
dasawarsa tersebut? Berikut uraiannya.
Sekularisme dan Akibat-Akibatnya
Selain hancurnya simbol pemersatu umat, hancurnya negara khilafah menandai
dihapuskannya nilai-nilai Islam dalam kehidupan umat, terutama dalam aspek
ideologi, di mana hukum-hukum Allah tak lagi dipedulikan dan hukum-hukum buatan
manusia dibela mati-matian. Inilah sekularisme. Ya, sekularisme adalah hasil
terburuk dari kekalahan tersebut. Berawal dari sekularisme lah semua bencana
yang melanda umat Islam berasal.
Sekularisme menurut Larry E. Shiner
berasal dari bahasa Latin saeculum yang aslinya berarti "segenerasi, seusia,
seabad". Kemudian dalam perspektif religius saeculum dapat mempunyai makna
netral, yaitu "sepanjang waktu yang tak terukur" dan dapat pula mempunyai makna
"dunia ini". Pada abad ke-19 George Jacob Holyoke menggunakan istilah
sekularisme dalam arti filsafat praktis untuk manusia yang menafsirkan dan
mengorganisir kehidupan tanpa bersumber dari supernatural.
Setelah itu,
pengertian sekularisme secara terminologis mengacu kepada doktrin atau praktik
yang menapikan peran agama dalam fungsi-fungsi negara. Dalam Webster Dictionary
sekularisme didefinisikan sebagai sebuah sistem doktrin dan praktik yang menolak
bentuk apa pun dari keimanan dan upacara ritual keagamaan, khususnya dalam
urusan publik.
Jadi, sekularisme adalah paham pemisahan agama dari
kehidupan yang dengan sendirinya akan melahirkan pemisahan agama dari negara dan
politik. Secara ideologis, sekularisme merupakan aqidah (pemikiran mendasar)
bagi peradaban Barat, yaitu pemikiran yang menentukan arah dan pandangan hidup
bagi manusia dalam hidupnya.
Sekularisme adalah paham kufur yang sangat
bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab aqidah Islam mewajibkan penerapan
syariat Islam pada seluruh aspek kehidupan, tak terkecuali aspek pemerintahan,
ekonomi, hubungan internasional, muamalah dalam negeri, ataupun peradilan.
Tidak ada pemisahan agama dari kehidupan dalam Islam. Penerimaan
sekularisme, dengan demikian, sama artinya dengan menyepelekan dan menganggap
nihil keberadaan Allah Swt. Inilah awal datangnya bencana. Allah Swt. berfirman,
Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sesungguh baginya penghidupan yang
sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta (QS.
Thaha: 124).
Bencana yang timbul akibat merejalelanya paham sekularisme
ini mencakup hampir semua sendi-sendi kehidupan manusia, terutama dalam bidang
politik, politik, ekonomi, peradilan, pendidikan, pemikiran, dakwah, dan bidang
sosial budaya.
1. Bidang Politik
Dalam bidang politik, runtuhnya sistem
kekhalifahan Islam dan merebaknya sekularisme membawa akibat luar biasa, yang
terpenting di antaranya: (1) Diterapkannya sistem demokrasi ala Barat yang
menjadikan kedaulatan rakyat di atas kedaulatan Tuhan (Allah Swt.) (2)
Terpecahbelahnya negeri-negeri Muslim menjadi sekitar 50 negara yang berdasar
nasionalisme (3), Para penguasa Muslim didikte oleh negara-negara
imperialis-kapitalis lewat berbagai macam kebijakan, mulai dari "bantuan luar
negeri" yang menjerat lewat IMF, World Bank, IBRD, GATT, dan lainnya, sampai
aneksasi wilayah negara Muslim oleh Amerika dan sekutunya. (4) Kekuatan militer
di negeri-negeri Islam tunduk kepada kepentingan negara-negara
imperialis-kapitalis, (5) Berdirinya negara Israel di tanah rampasan milik umat
Islam.
2. Bidang Ekonomi dan Lingkungan
Dalam bidang ekonomi, ada dua
gejala umum yang muncul, yaitu diberlakukannya sistem ekonomi kapitalisme yang
dilandaskan pada sistem ribawi ribawi atas umat Islam, dan adanya eksploitasi
sumber daya alam umat Islam secara besar-besaran oleh Barat. Ketika sistem
ekonomi kapitalisme diterapkan di negeri-negeri Islam, maka lahirlah malapetaka
ekonomi dalam tubuh umat. Betapa tidak, kapitalisme yang berbasiskan kebebasan
tentu tidak mengajarkan perasaan berdosa ketika menerapkan sistem bunga. Padahal
bunga termasuk salah satu jenis riba yang diharamkan Islam.
Sitem kapitalis
ini melahirkan pula ketimpangan antara kaya dan miskin, baik dalam skala lokal
maupun skala global. Dalam skala global, kapitalisme berhasil memiskinkan
negara-negara terjajah dan semakin membuat kaya negara-negara penjajah.
Negara-negara industri yang kaya-seperti Amerika, Inggris, Perancis, Jerman, dan
Jepang-yang hanya mempunyai 26 persen penduduk dunia, ternyata menguasai lebih
dari 78 persen produksi barang dan jasa, 81 persen penggunaan energi, 70 persen
pupuk, dan 87 persen persenjataan dunia.
Pengalaman di Indonesia,
penerapan kapitalisme juga menghasilkan ketimpangan yang parah. Pada tahun 1985,
misalnya, pendapatan nasional (GNP) Indonesia besarnya adalah 960 US dolar
perorang setahunnya. Pendapatan nasional yang cuma 960 dolar itu, 80 persen
daripadanya merupakan nilai aktivitas ekonomi dari 300 grup konglomerat saja.
Sedangkan selebihnya, 200 juta rakyat kebagian 20 persen saja dari seluruh porsi
ekonomi nasional. Dari 300 grup bisnis konglomerat itu, yang dimiliki
non-pribumi berjumlah 224 grup (sekitar 75 persen), sedang pribumi cuma 76 grup
bisnis (25 persen) yang asetnya pun tidak sampai 10 persen dari aset konglomerat
non-pribumi.
Sebagai akibat lanjut dari penerapan sistem kapitalisme
seperti disinggung di atas, maka lahirlah perampokan kekayaan alam umat Islam
oleh para imperialis, yang berkolusi dengan para pejabat pribumi yang korup.
Betapa Amerika dengan mudahnya menguasai Freeport di Papua yang menghasilkan
keuntungan 400 triliun rupiah (ini tahun 1998, lho!). Belum lagi Amerika,
Inggris, dan sekutunya melahap kekayaan minyak di Timur Tengah yang nilainya
teramat susah untuk dihitung.
Kerakusan kapitalisme telah mengakibatkan
rusaknya lingkungan alam. Dalam laporan KTT Bumi (Earth Summit) yang
diselenggarakan di Rio de Jainero Brazil tahun 1992 diungkapkan bahwa dalam
kurun waktu 20 tahun belakangan ini, planet Bumi telah kehilangan hutan dan
pepohonan seluar 20 juta hektar, dan 500 juta ton lapisan tanah subur lenyap.
Danau, sungai, bahkan seluruh lautan telah berubah fungsi menjadi got raksasa
dan gudang limbah. Demikian pula, puluhan ribu spesies binatang dan tumbuhan
yang hidup bersama-sama manusia kini telah punah. Ancaman CO2 dan gas racun lain
yang dihasilkan dari cerobong asap industri di negar-negara maju, di mana
rata-rata tiap kepala menghasilkan CO2 dari energi yang dipakainya 10 kali lipat
lebih banyak daripada negara-negara berkembang. Kalau buangan gas beracun
perkapita di Cina dan India saja meningkat setara dengan Prancis, maka emisi
yang meliputi seluruh dunia akan melonjak mendekati angka 70 persen. Bila ini
terjadi, lapisan ozon penyerap ultraviolet matahari akan berlubang seluas benua
Amerika (Tempo, 13/13/92).
3. Bidang Hukum dan Peradilan
Hal terpenting yang terjadi di bidang
ini adalah penerapan sistem hukum warisan penjajah dalam peradilan, dan
penentangan terhadap upaya pemberlakuan hukum Islam terutama yang menyangkut
masalah publik. Padahal Allah Swt. jauh-jauh hari telah mengingatkan kita, Maka
demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, ..."
(QS An-Nisaa: 65). Ayat di atas menegaskan bahwa umat Islam tidaklah dianggap
beriman secara sebenar-benarnya sampai berhukum kepada hukum Islam yang dibawa
Rasulullah Saw. Maka dari itu, berhukum dengan hukum Islam adalah wajib,
sebaliknya berhukum kepada selain hukum Islam adalah haram.
Penerapan
hukum-hukum buatan manusia, lambat laun telah menyeret umat Islam dalam kancah
perpecahan, ketidakadilan, dan semakin merajalelanya tindak kriminal dan
kejahatan. Hukum hanyalah untuk orang kecil. Realitas yang terjadi di Indonesia
memperlihatkan kenyataan ini.
4. Bidang Pendidikan
Tidak diragukan lagi, pendidikan adalah media
paling efektif untuk mengubah pola pikir dan kepribadian manusia. Karena itu,
barangsiapa menguasai sistem pendidikan, dia akan dapat mencetak
generasi-generasi baru dengan format kepribadian yang dikehendakinya.
Barat sangat sadar akan hal ini, lewat berbagai macam cara mereka
berusaha menanamkan sistem pendidikan yang bercorak sekuler. Hasilnya yang
menonjol adalah lahirnya kurikulum dan sistem pendidikan yang mengacu pada
sekularisme (memisahkan ilmu pengetahuan dan agama). Sistem pendidikan seperti
ini kemudian melahirkan generasi sekularistik yang kuat secara intelektual tapi
lemah dalam moral dan spiritual. Walaupun mereka Muslim, namun pola pikir dan
pola sikap mereka tidak lagi menggunakan standar Islam, tetapi standar ide
sekularisme.
5. Bidang Pemikiran
Konsekuensi dari merebaknya
sekularisme adalah masuknya pemikiran-pemikiran sekuler ke dalam tubuh umat
Islam. Musuh-musuh Islam tahu bahwa rahasia kekuatan umat Islam adalah Al-Quran.
Tak heran bila mereka membuat strategi untuk menjauhkan umat dari Al-Quran dan
sunnah sebagai sumber pemikirannya. Cara yang dilakukan Barat adalah dengan
melancarkan perang pemikiran (ghazwul fikri).
Takly, seorang misionaris
kawakan, mengungkapkan: "Kita harus menggunakan Al-Quran sebagai senjata untuk
melawan umat Islam sendiri. kita harus menjelaskan kepada mereka apa yang benar
dalam Al-Quran bukanlah sesuatu yang baru. Sesungguhnya sesuatu yang baru dalam
Al-Quran belumlah tentu benar".
Perang pemikiran yang mereka lancarkan
sedikit banyak telah mengalami keberhasilan. Hal ini terlihat dari semakin
ragunya umat terhadap ajaran agamanya, kemudian distorsi gambaran yang buruk
terhadap syariat Islam dalam segala bentuknya; muncul pemikiran-pemikiran yang
menyerang Islam, seperti dialog antar agama, teologi inklusif, dialog
Islam-Barat; dan yang tak kalah penting munculnya para pemikir Muslim yang
sangat liberal. Mereka mengada-adakan "fiqih baru", seperti fiqhul waqi', fikih
lintas agama, fiqhul maslahat, dan lainnya.
6. Bidang Sosial dan Budaya
Runtuhnya pertahanan politik umat Islam
dan keberhasilan Barat pola pikir secular, akhirnya membawa pula keterpurukan
umat dalam bidang sosial dan budaya. Lahirlah paham kebebasan sebagai
konsekuensi logis dari sekularisme. Berbagai sarana dan media digunakan untuk
mengekspresikan kebebasan itu. Hal ini pada gilirannya telah merusak moral
generasi muda sehingga mereka terjerumus ke dalam berbagai perilaku asusila.
Bencana sosial ini setidaknya terlihat dari dua hal, yaitu: merajalelanya
sarana-sarana kebebasan untuk merusak moral, dan lahir generasi bejat moral
sebagai akibat sarana-sarana kebebasan gaya Barat tersebut.
Inilah
keberhasilan luar biasa dari kaum kufar untuk menjerumuskan umat Islam dalam
kehinaan. Keberhasilan ini diakui oleh mereka sendiri, seperti diungkapkan
Samuel Zwemer dalam Konferensi Al-Quds tahun 1935 di hadapan para misionaris:
"Sesungguhnya kalian telah berhasil membentuk generasi yang tidak memiliki
hubungan dengan Allah dan tidak ada keinginan untuk memilikinya. Kalian berhasil
mengeluarkan orang Islam dari agamanya dan tidak kalian masukkan ke dalam agama
kalian. Maka otomatis muncul generasi seperti yang diharapkan imperialisme
modern yang tidak memperdulikan nilai-nilai suci, hobinya santai dan
bermalas-malasan. Jika ia belajar, maka demi syahwatnya. Dan jika ia mendapat
jabatan tinggi, maka demi syahwatnya pula.
Penutup
Apa yang diungkapkan di atas hanyalah sedikit saja dari
rangkaian bencana yang menimpa umat Islam. Tak terhitung berapa banyak kerugian
yang harus ditanggung umat Islam dari "kekalahan" tersebut. Tentu, kalau bukan
karena kekuatan akidah dari sebagian saudara-saudara kita juga karena
pertolongan Allah, niscaya Islam hanya tinggal namanya saja.
Memang,
masih terlalu jauh bagi kita untuk menebus kekalahan itu, membangun kembali
khilafah Islam, atau menjadikan umat Islam sebagai khairu ummah (umat terbaik),
tapi setidak-tidaknya kita harus memiliki keinginan untuk meraih itu semua. Kita
membutuhkan waktu dan proses yang panjang juga pengorbanan untuk memperbaikinya.
Yang dapat kita lakukan sekarang adalah memulai perbaikan dari diri sendiri,
dengan hal-hal kecil tapi berkesinambungan, dan dilakukan sejak saat ini.
Mungkin, kita belum bisa melakukan sesuatu yang besar untuk Islam; tapi kita
bisa melakukan sesuatu yang kecil dengan cinta yang besar. Wallahu a'lam
bish-shawab.***
http://www.mqmedia.com/