http://www.kompas.com/kompas-cetak/0005/01/daerah/warg31.htm

Warga Koto Gadang Anti-KKN

SENIN (24/4) siang itu panas terik sekali. Dua orang anak perempuan 
berkerudung, berusia sekitar delapan tahun, berjalan gontai. Mukanya 
berkeringat, namun wajahnya tampak ceria. Tak tergambar kecapaian. Padahal, 
untuk mengaji di Taman Pendidikan Al-Quran (TPA), yang terletak di samping 
bangunan masjid dekat tugu, mereka harus jalan kaki ratusan meter. 
"Assalamualaikum.... Mau ke mana, Nek," salah seorang di antaranya memberi 
salam dan bertanya dengan santun dan hormat. Salam dijawab, lantas sang 
nenek memberi nasihat, "Hati-hati di jalan. Belajarlah yang rajin. Hormati 
guru."
Setelah mereka berlalu, tak tampak lagi lalu-lalang anak-anak, warga 
lainnya, bahkan kendaraan. Baru sekitar lima belas menit kemudian, ditemui 
satu orang warga. Lagi-lagi jalan kaki. Lalu, dari kejauhan terlihat jelas 
seorang bapak menarik seekor kerbau untuk mandi lumpur di sawah.

"Jangan heran melihat Desa Koto Gadang langang, sepi. Datang 10 atau 15 
tahun lalu dan datang sekarang, situasinya tetap sama. Secara kasat mata, 
tak ada yang berubah. Ya, beginilah Desa Koto Gadang...," kata Yusbar Yakub, 
Kepala Desa Koto Gadang, terus terang.

Didampingi sejumlah staf yang semuanya sarjana, Yusbar menjelaskan, tampak 
lengang karena hampir semua warga Koto Gadang-jumlahnya 320 kepala keluarga 
atau 1.417 jiwa, punya aktivitas masing-masing. Ada yang ke sawah dan ke 
ladang. Anak-anak ke sekolah, mengaji. Ibu-ibu menyulam. Anak-anak muda 
bekerja membuat kerajinan perak, dan sebagainya. Kalau ada pertemuan warga, 
tempatnya di Balai Adat yang berarsitektur bagonjong -dibangun 5 Desember 63 
tahun lalu.

"Kalaupun ada orang yang lalu-lalang di desa ini, bisa dipastikan itu 
wisatawan lokal, nusantara, atau wisatawan mancanegara," tambah Yusbar.

Menurut Kepala Desa Koto Gadang itu, orang Koto Gadang sejak zaman 
penjajahan Hindia Belanda hingga sekarang, kegiatannya tak berubah-ubah. 
Kerajinan perak dan sulaman, serta pertanian merupakan sumber pendapatan 
keluarga, ekonomi utama. Aktivitas turun-temurun yang terus berkembang.

Atau, kalau tak berminat bekerja di sektor pertanian, menggarap sawah 
sendiri dan sektor industri rumah tangga berupa kerajinan perak atau 
sulaman, maka orang Koto Gadang memilih pergi merantau. Tujuannya, tentu, 
untuk menuntut ilmu dan mendapat pekerjaan yang diinginkan.

Tentang pilihan merantau ini, sosiolog Dr Muchtar Naim menilai sudah sangat 
akut. "Di nagari-nagari di mana tekanan merantau itu sudah sangat akut, 
karena kaum lelaki yang merantau juga membawa keluarga mereka bersama 
merantau, rumah dan sawah ladang ditinggalkan kepada orang upahan, yang 
tidak jarang bahkan datang mencari pekerjaan dari kampung-kampung lain," 
katanya.

Di Koto Gadang, dari 305 buah rumah, menurut hasil penelitian dua dasawarsa 
lalu, hanya kira-kira 55 buah saja yang didiami oleh orang Koto Gadang 
sendiri. Selebihnya ditinggalkan kepada orang sewaan yang datang dari 
kampung-kampung jauh di Kamang, Bukit Batabuh, dan Lubukbasung (masih daerah 
Kabupaten Agam).

Kades Yusbar mengakui, akibat banyaknya orang Koto Gadang yang merantau, 
kini dari 1.500 penduduk hanya sekitar 30 persen penduduk asli, selebihnya 
pendatang. Para pendatang menempati rumah-rumah kosong, yang oleh pemiliknya 
di rantau diberikan kepercayaan untuk mengurus rumah dan sawah ladang. Tidak 
disewakan. Gratis.

"Para pendatang di sini senang betul. Untuk keperluan seperti perawatan 
rumah, bayar listrik dan air PDAM, kadang dikirimi juga uang oleh pemilik 
rumah. Sedang hasil usaha dari menggarap sawah dan ladang, boleh dikatakan 
100 persen dinikmati penggarap sawah dan penunggu rumah, kaum pendatang 
tadi," papar Yusbar.

Oleh karena kebanyakan dari perantau Koto Gadang tidak lagi bermaksud 
kembali pulang, praktis tidak ada lagi rumah baru yang dibangun. "Kecuali 
renovasi. Memperbaiki bagian yang telah lapuk," tambahnya. Bangunan rumah 
yang ada di Koto Gadang sebagian besar terbuat dari kayu, dan yang dibangun 
rata-rata sebelum perang.

Hal tersebut dibenarkan oleh Camat IV Koto, Isfaemal, yang ditemui secara 
terpisah di Lubukbasung, Ibu Kota Kabupaten Agam, sekitar 60 km dari Koto 
Gadang. "Pembangunan secara fisik di Koto Gadang hampir tidak ada. Bangunan 
rumah baru, jalan baru, fasilitas baru, hampir tidak ada. Masyarakat 
setempat sudah sangat makmur dengan kondisi yang ada. Mereka hidup tenteram 
dan damai, serta semangat pelestarian bangunan lama atau tata ruang desa 
tinggi sekali," ujarnya.

Kehidupan penduduk di desa ini sejak dulu hingga kini tak bisa dipisahkan 
dengan hubungan kekerabatan adat Minang, yang melibatkan seluruh unsur 
masyarakat hingga tercipta keharmonisan yang langgeng. Kepatuhan dan rasa 
hormat anak nagari terhadap Kerapatan Adat Nagari (KAN) merupakan hal yang 
khas dan perlu dicontoh dari Koto Gadang.


***
PARA orangtua/pensiunan asal Koto Gadang yang biasanya bercita-cita untuk 
menghabiskan sisa hidupnya dengan tenang di kampung halaman, setelah 
berpuluh tahun bekerja sebagai pegawai di perantauan, ada yang terpaksa 
kembali lagi ke rantau untuk diurus kembali oleh anak-anaknya, hanya oleh 
karena tidak ada orang di kampung yang akan merawat mereka di rumah.

Cerita tentang perantau yang pulang kampung itu, menarik juga. Menurut 
Yusbar, bila perantau pulang ia langsung berbaur dengan masyarakat. 
Setidak-tidaknya, cara berpakaian harus disesuaikan dengan tradisi orang 
Koto Gadang, semisal memakai baju gunting cino, celana batik, berkopiah, dan 
kain sarung di bahu bagi kaum laki-laki. Segala jabatan dilepas, apakah 
bekas menteri, jenderal, direktur utama ini-itu, dan sebagainya.

"Jangan coba-coba, mentang-mentang bekas pejabat dan sebagainya lalu minta 
perlakuan khusus di kampung. Atau menceritakan bahwa di rantau pekerjaan 
sangat sibuk. Jangan. Kalau itu terjadi, masyarakat Koto Gadang akan 
melecehkan yang bersangkutan," tandasnya.

Yusbar menyontohkan, "Pak Emil Salim, waktu jadi menteri pulang ke kampung, 
ya, jadi masyarakat biasa. Langsung berbaur. Tak ada acara keprotokolan. 
Bersikap rendah hati."

Adalah merupakan suatu pemandangan yang menarik hati, barangkali, melihat 
para perantau di kampung Koto Gadang dengan pakaian Koto Gadangnya duduk 
berderet-deret di depan masjid atau balai adat menikmati sinar matahari 
pagi, ketika hari lagi sejuk dan segar, sambil bercengkrama 
mengenang-ngenang masa mudanya di perantauan.

Pemandangan yang demikian, belakangan sudah sangat jarang. Hampir tak 
kelihatan lagi, karena banyak dari mereka yang kembali ke rantau, barangkali 
tidak akan kembali lagi.

Kata Yusbar, jumlah orang Koto Gadang di rantau mungkin sudah belasan ribu 
banyaknya. Mereka tersebar di berbagai kota di Tanah Air, bahkan juga 
menyebar di Belanda, Swiss, Inggris, Jerman, Spanyol, Jepang, Malaysia, 
Singapura, USA, Australia, dan Selandia Baru.

Meski berada jauh di rantau, kampung halaman tetap dekat di hatinya. Sekali 
setahun, sekurang-kurangnya, mereka pulang kampung. Dan melalui Yayasan Koto 
Gadang, para perantau tetap rutin mengirimkan bantuan dana, pemikiran, dan 
sebagainya.

Satu hal yang penting, lanjut Kades Yusbar, orang Koto Gadang sudah dari 
dulu anti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Ini masalah harga diri. Jadi 
pejabat dia atau jenderal, misalnya, orang di kampung tak akan meminta 
pekerjaan , jabatan, fasilitas, dan sebagainya
________________________________________________________________________
Get Your Private, Free E-mail from MSN Hotmail at http://www.hotmail.com

LAPAU RantauNet di http://lapau.rantaunet.web.id
Isi Database ke anggotaan RantauNet:
http://www.egroups.com/database/rantaunet?method=addRecord&tbl=1
=================================================
WEB-EMAIL GRATIS ... @rantaunet.web.id ---> http://mail.rantaunet.web.id
=================================================
Subscribe - Mendaftar RantauNet Mailing List, kirimkan email
Ke / To: [EMAIL PROTECTED]
Isi email / Messages: subscribe rantau-net email_anda

Unsubscribe - Berhenti menerima RantauNet Mailing List, kirimkan email
Ke / To: [EMAIL PROTECTED]
Isi emai / Messages: unsubscribe rantau-net email_anda
=================================================
WebPage RantauNet http://www.rantaunet.web.id dan Mailing List RantauNet
adalah servis dari EEBNET http://eebnet.com, Airland Groups, USA
=================================================

Kirim email ke